Oleh: Drs. H. Mustofa Alchamdani, MSI
Seluruh organ tubuh manusia memiiki sistem kerja yang saling terkait antara satu dengan lainnya. Mulai dari kepala, otak, panca indra, jantung, paru-paru, lambung, tangan, kaki dan lainnya semua tidak mungkin berjalan sendiri-sendiri.
Yang perlu kita sadari, bahwa dalam diri kita ada segumpal daging yang memiliki peranan sangat vital terhadap pergerakan seluruh anggota tubuh kita.
Kalau segumpal daging ini baik maka akan baik juga yang lainnya, tetapi kalau buruk maka buruk juga yang lainnya. Inilah hati kita. Imam Al-Ghozali mengatakan hati ini sebagai raja dalam diri manusia.
Kaitan antara efek puasa dengan hati manusia sangat erat sekali, karena puasa merupakan arena pendidikan lahir batin bagi setiap manusia yang persyaratan, sistem, dan aturan main semuanya ditentukan oleh sang maha Kuasa.
Dzat yang tahu persis bahwa manusia pasti membutuhkan puasa untuk kesehatan jiwa raga, jasmani dan rohani. Dengan demikian, puasa hikmahnya juga untuk ‘menyentuh’ hati manusia menuju hati yang bersih terbebas dari tiga sumber kemaksiyatan yakni : Takabur, tamak, dan hasud.
Takabur
Takabur atau sombong merupakan sumber kemaksiatan yang membahayakan kehidupan kita. Dengan sifat takabur seseorang tidak lagi menghargai, menghormati, menyayangi sesamanya, merasa dirinya paling mulia, paling berkuasa, paling kaya, paling pintar, paling benar.
Pokoknya hanya dia yang punya kelebihan dibandingkan orang lain, seolah dalam hidup ini tidak perlu bantuan lagi dari orang lain dan lebih parah lagi kalau sudah merasa tidak perlu bantuan sang Ilahi.
Inilah yang sering kita saksikan dalam realitas kehidupan sekarang , termasuk yang di tampilkan oleh para elit bangsa yang seharusnya bisa menjadi tauladan bagi rakyat.
Kita diingatkan kenapa setan sampai dilaknat oleh Allah SWT, sebabnya ialah setan takabur merasa lebih baik dari nabi Adam, sehingga dia tidak mau menghormati eksistensi nabi Adam AS.
Raja Fir’aun sampai mengaku sebagai tuhan karena kesombongannya. Ia merasa punya kelebihan dan kehebatan yang tidak dimiliki orang lain dan lupa bahwa yang memberi kekuasaan adalah sang maha pencipta, akhirnya Fir’aun meninggal ditenggelamkan oleh Allah SWT dalam lautan.
Puasa mendidik manusia untuk selalu ingat pada Allah SWT, hatinya bersih dan memahami betapa besarnya campur tangan Tuhan terhadap kehidupan, mulai nikmat kesempatan menikmati kehidupan ini, kemampuan untuk mempertahankan hidup, rizqi yang dilimpahkan pada manusia, amanat yang diberikan baik berupa harta, keluarga, jabatan, ilmu dan lain lain.
Kalau sudah demikian, manusia pasti merasa statusnya hanya sebagai makhluk atau hamba Alloh SWT yang tidak pantas berbuat sombong kepada sesama manusia, apalagi kepada sang Khaliq, karena merasa dirinya sangat dhoif dihadapan Alloh SWT.
Dalam sebuah hadits nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya:
“Jauhilah sifat sombong, sesungguhnya iblis itu menolak sujud hormat kepada Adam AS. Sebab terdorong oleh kesombongannya. Jauhilah sifat serakah, sebab Adam sampai memakan buah (khuldi) karena didorong oleh sifat keserakahannya yang tidak bisa dikendalikan.
Jauhilah sifat dengki, sesungguhnya kedua anak Adam (Qobil dan Habil) sampai hati melakukan pembunuhan akibat didorong rasa dengkinya. Semua itu adalah sumber perbuatan dosa“. (HR. Qusyairi, Ibnu Asyakir dan Ibnu mas’ud ).
Tamak
Sudah menjadi sifat manusia bahwa dirinya pasti mencintai harta benda di dunia ini, bahkan kebanyakan manusia memiliki sifat yang kurang terpuji yakni rakus jika tidak bisa mengendalikan dirinya dengan sifat qanaah, bahkan seandainya sudah mempunyai emas satu gunung, masih ingin punya emas dua gunung dan seterusnya.
Dicontohkan dalam hadits diatas nabi Adam AS sampai memakan buah khuldi karena rasa ‘keserakahannya’. Jika manusia ini dibiarkan liar hawa nafsunya menghadapi kemewahan dunia ini, maka dirinya akan merasa bahwa semua yang dimilikinya adalah untuk memenuhi nafsu duniawi.
Akan lebih parah lagi apabila sampai merasa bahwa kekayaan yang dimilikinya itu semata-mata karena kehebatan dan kemampuan dirinya sendiri tanpa ada campur tangan Allah SWT.
Kalau sudah demikian sebaiknya membaca peringatan Allah SWT tentang cerita Qorun dalam Alqur’an, dengan gambaran jelas bahwa Qorun dengan angkuhnya merasa kekayaan yang sangat melimpah berkat usahanya sendiri, maka Allah SWT menurunkan adzab dengan menenggelamkan harta benda Qorun ke dalam bumi.
Dengan berpuasa, kita akan merasakan rasanya haus dan dahaga. Kenikmatan yang dirasakan saat berbuka puasa akan memunculkan rasa syukur dalam hati atas rizqi yang diberikan Alloh SWT.
Dengan puasa pula, akan timbul rasa solidaritas terhadap sesama, memahami harta benda hanya titipan Ilahi, nikmat dan karunia dari sang maha Pencipta. Sehingga menjadi pribadi yang Qanaah dan jauh dari sifat tamak atau rakus terhadap harta benda.
Hasud
Dalam hadits diatas jelas di gambarkan betapa dahsyatnya akibat dari sifat hasud, yakni berakibat sampai tega membunuh saudaranya sendiri.
Memang kadang seseorang bila memandang saudaranya mendapatkan nikmat dari Allah SWT dalam dirinya muncul rasa iri dengki, kenapa nikmat itu tidak diberikan pada dirinya, baik berupa harta, jabatan dan kedudukan.
Sampai muncul sifat yang tidak terpuji yakni mencari jalan yang tidak diridhoi Allah SWT, menghalalkan segala macam cara tidak peduli halal atau haram, menyebarkan fitnah, menebarkan berita bohong, menghilangkan akal sehat, tidak bermoral dan menghasud orang-orang demi ambisi pribadi dan lepasnya kenikmatan dari Alloh yang diberikan kepada saudaranya, atau demi menduduki jabatan yang sebenarnya merupakan amanah dari sang maha kuasa yang di amanahkan pada saudaranya.
Puasa mendidik kita untuk berserah diri kepada yang Maha Agung, merasa bahwa hidup ini tidak akan berarti tanpa prestasi ibadah baik ibadah mahdhoh maupun ghoiru mahdhoh.
Sadar betapa pentingynya kedekatan diri pada sang Khaliq yang akan memunculkan ketenangan dan ketentraman hidup, dari hati yang bersih dan tenang berdampak merasa bahwa manusia adalah sama yang membedakan adalah kualitas taqwanya, sesama manusia.
Perlu saling menghargai, menolong, mengerti saling menghormati dan ikut merasakan kebahagiaan tatkala saudaranya mendapatkan nikmat, inilah akhlakul karimah yang seharuskan tercermin dari orang orang yang dapat melaksanakan puasa dengan baik dan mampu merefleksikan hikmah puasa dalam realitas kehidupan.
Sehingga dijauhkan oleh Allah SWT dari sifat hasud yang sangat membahayakan dampaknya bagi kehidupan baik secara pribadi, keluarga, masyarakat, bahkan dalam berbangsa dan bernegara.