Oleh : Faizul iqbal

Segerombol mahasiswa semester tua melingkar membentuk suatu forum ngopi santai. Sesekali mereka terdengar agak nyaring membicarakan carut marutnya demokrasi negeri ini. Sambil menghisap dalam-dalam rokok kreteknya, mereka terlihat sangat antusias bak komentator sepakbola: bung ‘Ahaaaaay……’, yang sedang terkenal saat ini.

Obrolan tampaknya masih berlarut membahas sistem ideal bagi bangsa ini, bak Soekarno yang merumuskan ideologi bangsa, segerombolan mahasiswa itu tampak lebih cepat menghisap batangan tembakaunya. Nampaknya ada satu anggota forum yang menjelaskan mengenai tulisan bapak ekonomi indonesia, bung Hatta. Buku itu nampaknya cukup ringkas untuk menjelaskan mengenai sistem demokrasi indonesia yang sebenarnya.

Jadi, sistem demokrasi  yang diperjuangkan oleh pahlawan pergerakan terdahulu dianggap sebagian sejarawan terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran barat, terutama revolusi Prancis, revolusi Tiongkok dan revolusi Bolshevik di Rusia. Hal ini tak dipungkiri mengingat gerakan perlawanan terhadap kaum penjajah saat itu yang paling getol dan terdepan adalah kaum kiri-Marxis.

Di Indonesia, awal abad 20 merupakan cikal bakal tumbuhnya perlawanan dari pemuda-pemudi pribumi. Hal ini ditunjukkan dengan berdirinya Budi Oetomo, ISDV dan SDI yang membentuk suatu perkumpulan oposisi yang paling keras menyerukan kemerdekaan.

Walaupun sistem demokrasi yang dianut Indonesia adalah peninggalan sistem Hindia- Belanda, bukan berarti kita langsung mengadopsinya secara mentah-mentah. Moch. Hatta dalam bukunya yang berjudul Demokrasi Kita membedakan antara demokrasi ala Rosseau yang cenderung bercorak individualisme yang akhirnya menjunjung tinggi kapitalisme (free fight freedom) dengan sistem demokrasi khas Indonesia yang bercorakkan kekeluargaan serta gotong royong. Sebagai prinsipnya.

Reformulasi konsepsi bangsa ini ternyata digali dan dikembangkan dari demokrasi perdesaan Indonesia yang sudah ada jauh sebelum bangsa ini dijajah oleh kaum kapitalis Eropa. Rekam jejak demokrasi desa terdahulu adalah adanya musyawarah, gotong royong  dan saling tolong menolong yang justru tumbuh dan berkembang di era feodalisme Majapahit dan Mataram.

Walaupun terkungkung oleh keadaan feodal, sistem demokrasi cukup efektif diterapkan untuk seluruh lapisan masyarakat perdesaan yang cenderung terkelompokkan sebagai kaum proletar.

Dan sebab masih bertahan dalam cengkraman dinamika kultur, demokrasi yang ada di desa masih cenderung statis, stagnan dan pragmatis. Hal ini disinyalir dampak dari berkuasanya kaum feodal dalam strata masyarakat yang tertinggi. Inilah yang mengilhami jiwa kaum pergerakan untuk membuat formula baru demokrasi Indonesia yang terangkum dalam ideologi umum bangsa,pancasila.

Corak sekularis dalam demokrasi pada umumnya membuat para pakar sejarawan memiliki persepsi mengenai pengaruh barat dalam konsep bernegara bangsa ini. Sistem sekuleris dinilai lebih cocok dengan relevansi zaman saat ini dengan berubahnya paradigma spiritualitas keagamaan menuju paradigma materialis kebendaan (Asnawi : 2017). Inilah dasar utama para ekonom kontemporer untuk memasukkan sistem demokrasi kapitalisme dalam sistem kenegaraan

Diperlukan gerakan penyadaran kepada segenap rakyat mengenai arti penting demokrasi bagi bangsa ini, terlebih kepada kaum yang terlanjur keblinger utopis pada sistem khilafah seperti  gerakan islam radikal, ekstrimis, serta kelommpok fundamentalis agama. Karena ketika kita berbicara mengenai demokrasi, maka kita hakikatnya sedang membicarakan diri kita sendiri.

Inilah ciri bangsa ini, demokrasi merupakan bagian dari nilai-nilai yang lahir ditengah sanubari bangsa ini. mari kita hayati dan resapi dengan mempertahankan sistem demokrasi Pancasila sebagai sistem kebernegaraan bangsa ini.