Ada banyak cara memprediksi masa depan umat manusia. Namun pendekatan yang dilakukan oleh ilmuwan fisika mungkin jadi yang terbaik. Kalau senggang, anda bisa sempatkan diri membaca buku Fritjof Chapra (2014) berjudul ‘Titik Balik Peradaban’ atau buku DR. Michio Kaku (2011) salah satunya berjudul ‘Physics of the Future’.
Kita mungkin gak paham masalah kalkulus diferensial, teori kuantum, perihal atom, atau relativitas Einstein dan banyak persamaan matematika dalam fisika.
Tapi kedua ilmuwan itu mampu memadukan narasi bagaimana fisika bekerja dan realitas sekitar kehidupan kita sehari-hari, sehingga jadi mudah dipahami. Oleh orang awam.
Chapra mencoba menguliti semua aspek peradaban dan menemukan kesimpulan bahwa peradaban kita tengah merosot, lalu dengan perspektif fisika, dia ngajukan solusi supaya peradaban bisa lahir kembali dan tumbuh (growth). Dia pakai kerangka keruntuhan dan kebangkitan peradaban ala Arnold Toynbee.
Sementara Michio Kaku lebih provokatif dan kuat imajinasi dalam narasinya. Kalau baca di bab 9 berjudul ‘A Day in the Life in 2100’, Michio Kaku menggambarkan kehadiran program Software bernama Molly, yang muncul pada layar di tembok kamar, di HP, bahkan di mobil, yang memudahkan ngatur semua agenda, semacam sekretaris pribadi. Atau ngontrol mobil, AC, muter musik, main internet cuma lewat lensa yang dipasang di retina.
Futurolog seperti mereka tentu beda dengan ahli ramal. Eksplorasi prediksi mereka dibangun dari riset dan realita yang berkembang dan bisa diamati saat ini. Disisi lain, kitab suci agama mungkin memberi informasi yang sama, namun sering ada ruang kosong yang dibiarkan tanpa penjelasan detail.
Pendekatan yang ditawarkan ilmuwan seperti mereka bisa jadi jawaban yang lebih rasional, memberi jawaban bagi naluri klausal nalar kita: ‘kalau ada akibat, ya harus ada sebab’.
Meskipun tetap Tuhan yang ngatur segalanya.