Kabar kurang menggembirakan datang lagi dari Amerika Serikat. Pentagon merilis sebuah kebijakan senjata nuklir baru dengan memperkenalkan sedikitnya dua jenis senjata baru Amerika Serikat.
Kebijakan baru ini mengakhiri kebijakan era Presiden Barack Obama untuk mengurangi ukuran, cakupan dan peran senjata nuklir dalam perencanaan pertahanan.
Pejabat pemerintahan Donald Trump dan militer AS berpendapat pendekatan Obama terbukti terlalu idealis, terutama karena hubungan dengan Moskow memburuk.
Rusia, Cina dan Korea Utara kini sedang berlomba menunjukkan kemampuan senjata nuklir mereka.
“Selama dekade terakhir, ketika Amerika Serikat memimpin dunia dalam pengurangan senjata nuklir, setiap musuh potensial kita telah mengejar strategi yang berlawanan,” kata Wakil Menteri Energi, Dan Brouillette, seperti dilansir Washington Post pada 3 Januari 2018.
“Kekuatan ini meningkatkan jumlah dan jenis senjata nuklir di gudang senjata mereka.” Berita ini juga dilansir Reuters dan USA Today.
Berita dan kebijakan tersebut mengantar kita untuk melihat mundur, bahwa perlombaan kepemilikan dan pengembangan senjata nuklir telah mewarnai ‘perang dingin’ antara dua negara adikuasa sejak perang dunia berakhir, Amerika dan Rusia (Uni Soviet).
Demikian persaingan diperparah dengan kehadiran Korea Utara dan Iran, juga beberapa negara lain.
Pemerintah Amerika Serikat, Rusia dan negara-negara pemilik senjata, meskipun berdalih kepemilikan senjata nuklir akan meningkatkan keamanan, sejatinya semakin sengitnya kompetisi tersebut hanya akan mengantar umat manusia menuju kerusakan secara global.
Masyarakat masing-masing negara pemilik senjata nuklir (bom atom) diajak untuk selalu curiga bahwa lawannya akan memulai perang akan lebih dulu.
Perang nuklir dahsyat yang keseluruhannya akan selesai tidak lebih dari tigapuluh sampai enam puluh menit, dan hampir tidak ada manusia dan makhluk hidup yang mampu bertahan dari konsekuensi yang ditimbulkannya.
Menurut F. Chapra (2014) ancaman perang nuklir merupakan bahaya terbesar yang dihadapi umat manusia saat ini, tentunya disamping banyak bahaya yang lain.
Begitu pula saat militer negara-negara adikuasa tengah memperkuat persenjataan nuklir, dunia industri sedang aktif membangun pembangkit tenaga nuklir, yang sama berbahayanya.
Dalih pemerintah Amerika Serikat bahwa penguatan senjata nuklir Amerika disiapkan guna antisipasi serangan awal dari negara lain jauh-jauh hari dibantah oleh penelitian Robert Aldridge. Seorang insinyur aeronautika yang semula bekerja untuk korporasi Lockheed, produsen senjata terbesar Amerika.
Setelah 16 tahun bekerja merancang rudal balistik yang diluncurkan oleh Angkatan Laut Amerika, dia sadar menyusun laporan bahwa kebijakan senjata nuklir telah beralih dari tujuan pembalasan menuju serangan pertama. (Chapra, 288: 2014)
Konflik-konflik lokal di Timur Tengah, Afrika atau belahan dunia lain ditengarai akan (dan bisa) jadi alasan kuat negara-negara pemilik senjata nuklir untuk memulai perang mati-matian dimana korbannya akan mencapai milyaran manusia.
Data menurut lembaga penelitian asal Swedia, Stockholm Peace Research Institute (SIPRI). menunjukkan negara dengan kepemilikan nuklir terbesar yaitu:
Rusia; Negara ini merupakan pemilik senjata nuklir terbesar, Rusia saat ini memiliki 8.000 hulu ledak nuklir. Negara ini pertama kali melakukan uji coba senjata nuklir pada tahun 1949.
Amerika Serikat; Negara ini merupakan satu-satunya yang pernah menggunakan bom atom dalam perang. Saat ini, Ameriika Serikat masih memiliki 7.300 bom atom.
Perancis; Setelah Rusia, Perancis merupakan negara Eropa yang terbanyak menyimpan senjata nuklir. Negara ini mulai mengembangkan senjata nuklir pada tahun 1960, dan saat ini memiliki 300 hulu ledak nuklir.
Disusul Cina, Inggris, Pakistan, India, Israel dan Korea Utara.
Ditengah persaingan senjata nuklir negara-negara tadi dengan ancaman yang demikian mengerikan, dunia industri juga tengah berlomba menggunakan tenaga nuklir guna menutupi defisit energi.
Sejak akhir abad 20 lalu, dunia mulai sadar akan kehabisan bahan bakar fosil dan dengan kemerosotan sumber-sumber energi konvensional yang mulai kelihatan itu, negara-negara industri terkemuka mulai melakukan kampanye untuk menggunakan nuklir sebagai tenaga alternatif.
Semula nuklir diidentikkan dengan bahan bakar yang murah, bersih dan aman. Sementara kemudian berkembang dan diketahu bahwa nuklir tidak semurah yang semula dikampanyekan.
Nuklir jadi semakin mahal sebab banyaknya tolok ukur yang harus dipenuhi oleh industri sebab protes masyarakat, kecelakaan nuklir mengancam kesehatan dan kecaman dari banyak pihak, dan zat-zat radioakif terus menerus meracuni lingkungan kita.
Pabrik tenaga nuklir pasti mengeluarkan zat radioaktif yang mencemari lingkungan dan mempengaruhi semua organisme hidup, termasuk manusia.
Pengaruh yang tidak bersifat seketika namun akan terjadi bertahap dan akan terus menumpuk nemuju kondisi yang lebih berbahaya setiap waktu. Kanker misalnya baru berkembang setelah sepuluh hingga empat puluh tahun, dan penyakit genetik dapat muncul pada generasi yang akan datang.
Terkait industri tenaga nuklir, Indonesia misalnya telah memiliki pembangkit listrik bertenaga nuklir di Batan di Bandung dengan daya 60 MW, sedangkan satunya ada di Jakarta tepatnya di Serpong dengan daya 2 MW
Sehingga, sudah waktunya masyarakat dunia sadar dan mulai menekan pemerintah global untuk mengurangi persaingan kepemilikan senjata nuklir.
Bagaimanapun, dalam perang nuklir, tidak akan ada pihak yang menang atau kalah. Semua rusak dan musnah. Istilah jawa Mati siji mati kabeh cukup presisi untuk menggambarkan kondisi yang bisa ditimbulkan jika suatu hari terjadi perang tersebut.
Sadar mengurangi penggunaan energi. Dengan semakin tipisnya sumber energi di bumi, sudah selayaknya sesering mungkin di kampanyekan penghematan energi, oleh korporasi juga masyarakat umum.
Hal ini penting, sebab peralihan teknologi menggunakan energi matahari (surya) yang diketahui lebih aman masih belum sempurna terealisasi.
Atau menunggu datang superhero seperti di film-film Hollywood. Misalnya Ethan Hunt (Tom Cruise) yang dalam film Mission: Impossible – Ghost Protocol (2011) dan timnya, mereka menjadi tersangka pengeboman di Kremlin.
Mengatasnamakan IMF, Hunt dan timnya dianggap memicu sumbu perang antar dua negara adidaya. Rusia dengan segera menganggap pengeboman itu sebagai pernyataan perang AS.
Bersama-sama mereka berusaha membersihkan nama IMF dan mencegah teroris bernama Hendricks meluncurkan nuklir ke AS.
Dengan keberadaan agen super seperti Hunt atau Iron Man, kita bisa santai saja jika suatu ketika terjadi perang nuklir.