Libur akhir tahun telah tiba. Untuk merayakannya, mending menuju lokasi wisata. Sebab cara-cara maintream misalnya niup terompet dan pesta kembang api seringkali ada yang mengharamkan.

Maka dari itu pemirsa, pergilah berwisata saja.

Karena sebagai orang-orang yang rendah pemahaman keagamaannya tapi masih takut jika masuk neraka sebab seketika terkena hukum ‘fahuwa minhum’~~tergolong kelompok/kaum orang-orang kafir~~,

Mending menghindari hal-hal yang digembor-gemborkan sebagai bagian menyerupai kaum non-muslim.

Yaa, kata-kata itu kelanjutan dari (mungkin salah satu) hadist paling popular di jagat maya Indonesia: ‘man tasyabbaha biqaumin….~~~

Selain itu, pariwisata kita juga sedang bergairah. Data menunjukkan jika kunjungan wisata kita terus peningkatan jumlah.

Misalnya untuk bulan yang sama, agustus, antara tahun 2016 dan 2017 berbeda secara signifikan. Pada tahun 2017, jumlah wisatawan mancanegara mencapai hampir 1,5 juta, sementara di tahun sebelumnya hanya di kisaran satu jutaan. (Kementrian Pariwisata, 2017)

Data yang menarik bagi penduduk pribumi, untuk mencintai objek wisatanya sendiri. Sebab warga mancanegara saja kesini, masak kita harus keluar. Merdeka..!!~~heuheu~~

(Cuma yaa kalau memang ada uang berlebih dan kesehatan yang baik, silakan saja keluar negeri. Lha uang-uang sampeyan juga kok….! Ke arab Saudi misalnya.)

Wisatawan lokal kita juga mengalami peningkatan. Data menunjukkan jika di pertengahan tahun saja jumlah wisatawan nusantara sudah mencapai 200 juta pergerakan wisata, dari target Kementerian Pariwisata yaitu 265 juta.

Berdasarkan fenomena yang diamati penulis, peningkatan jumlah wisatawan lokal ini disebabkan banyak faktor, misalnya:

Pertama,

Jumlah kelas menengah kita sangat tinggi. Masyarakat, terutama pemuda kita, pengeluarannya mencapai Rp. 1.500.000,- sampai dengan diatas Rp. 2.000.000,- perbulan (Survey CSIS: 2017).

Jumlah yang cukup setidaknya (untuk hitungan perorang/jomblo) untuk biaya hidup di kota semacam Malang, mulai biaya kos, makan, beli paket internet, rokok dan transportasi, lalu menabung sedikit untuk liburan ~~traveling~~

Kedua,

Media sosial mengantar kita untuk selalu connected dan eksis. Yaa, diakui atau tidak, 8 dari sepuluh mahasiswa tentu punya setidaknya 2 media sosial: Instagram dan facebook.

Beberapa malah terinstal lebih dari itu: ada Twitter, ada Path, dan akun Youtube ~nge-vlog~.

Kalau pemuda atau masyarakatnya pengikut FPI dan patuh pada fatwa FPI, maka guna boikot produk Amerika mereka akan pakai Redaksitimes.com sebagai pengganti Facebook, Geevv.com sebagai pengganti Google, dan Callind.com sebagai pengganti WhatsApp.

Ketiga produk tersebut adalah produk Indonesia.

Salah satu dampak Medsos pada kepribadian kita adalah keinginan untuk always connected ­a.k.a selalu terhubung.

Aneh rasanya kalu sehari saja tidak bikin snapgram atau Whatsapp Story. Atau aneh rasanya kalau seminggu sekali tidak posting foto di IG atau bikin status nyinyir di FB.

~~bahkan saking connectednya, nonton snapgram dengan segala aktifitas serta baper teman-teman IG telah bertransformasi menjadi hiburan yang lebih mennyenangkan daripada nonton TV apalagi ngantri Ayat-Ayat Fahri di bioskop~~

Ketiga,

Sumpek hidup jadi masyarakat urban. Rutinitas masyarakat modern-urban dengan segala tuntuntannya mengajak untuk selalu beraktifitas semaksimal mungkin.

Guna memenuhi kebutuhan hidup dan gaya hidup yang dicontohkan artis-artis atau influencer medsos. Sampeyan harus melakukan sebanyak mungkin hal supaya mendapatkan sebanyak mungkin uang dan keuntungan. Mulai jam setengah 7 pagi sampai ketemu dini hari.

Begitu terus setiap hari, mulai senin sampai jumat (kalau yang formal). Dan ini membosankan, jadi liburan jadi agenda yang penting.

Keempat,

Mengamalkan ayat ‘maka berjalanlah di muka bumi…………..’, Al Qur’an banyak merekomendasikan umatnya untuk berpergian di muka bumi.

Misalnya di QS. 67:15 supaya mencari rejeki, di Qs. 30:9 untuk belajar sejarah dari kaum terdahulu, di Qs. 27:69 untuk melihat akibat dari para pendosa, di Qs. 30:22 untuk memahami perbedaan warna kulit dan bahasa, di Qs. 13:4 supaya memahami keindahan penciptaan alam semesta oleh Allah SWT.

Dan masih banyak lagi, maka dari itu ~~menjamurlah hotel dan wisata syariah termasuk Kota Batu, untuk menangkap peluang dari wisatawan yang pengen menerapkan kehidupan agamis namun juga up to date~~

Kelima,

Sekalian rombongan ziarah wali. Ini juga alasan kenapa banyak pengunjung lokasi-lokasi wisata. Biasanya kalau di Wisata Bahari Lamongan (WBL), di Wanawisata Pemandian Air panas Guci Tegal dan beberapa tempat lain sampeyan ketemu:

bapak-bapak memakai batik-berpeci-dan bersarung dan ibu-ibu dengan barang bawaan yang bermacam-macam sedang bergerombol ada disana,

bisa dipastikan mereka adalah jamaah ziarah wali-habaib yang oleh agen bis-wisatanya diajak sekalian masuk lokasi wisata. ~~Hebat bukan karamah wali-wali kita, bahkan di persemayamannya masih bisa meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar makam dan lokasi wisata~~

*****

Ketika libur tahun baru tentu saja terjadi peningkatan jumlah wisatawan. Secara dadakan lokasi-lokasi wisata yang sebelumnya sepi-sepi saja berubah jadi ramai.

Sampai macet berkilo meter di daerah-daerah puncak. Ketika terlampau ramai, jalannya wisata yang rencana awal pengen senang-senang seringkali terganggu.

Sehingga bagi calon wisatawan, kami punya beberapa rekomendasi ketika berencana pergi wisata:

(Rekomendasi saja, bukan fatwa. Diikuti monggo, tidak diikuti yaa tidak masalah.)

Jangan berwisata saat liburan panjang.

Ini penting sebab hampir semua orang mencari waktu-momentum pas liburan panjang (kalau gak natal-tahun baru ya pas Idul Fitri).

Dampaknya parah, kemacetan bisa mengular sampai berkilo meter, dalam posisi tanjakan terutama yang bahaya bagi sopir yang kurang ahli.

Atau dampaknya juga lokasi wisata jadi sangat padat pengunjung, misalnya kalau mau ke pemandian air panas guna santai-santai refreshing ternyata penuh sama ibu-ibu, sama nenek-nenek dan bocah-bocah yang lari-larian atau berenang kesana kemari, sensasinya jadi beda.

Bukan refresh~~pegel iya. Jadi carilah waktu yang sepi (dengan cuti atau izin kerja atau kuliah misalnya), atau cari hotel yang privat atau lokasi yang jarang pengunjung.

Cari lokasi wisata yang instagramable

Jangan ke lokasi wisata yang mainstream. Yaa, ini bagi mereka yang mengartikan aktifitas wisata untuk berbagi kebahagiaan di media sosial ~~bikin snapgram, berbagi foto, atau bikin tulis-tulisan ‘Fulan/ Fulanah Kapan Kesini, From JatimPark 3’ hehehe.

Kalau lokasi yang dikunjungi sudah mainstream dan gak instagramable, khawatir saja di balas sama si fulan/fulanah: “Ah, gausah di iming-imingi kesana, aku udah pernah. From kamar kos.” hehehe

Sebisa mungkin, kenal penduduk lokal.

Kenal dengan penduduk lokal ini penting. Maksudnya penduduk yang dekat dengan lokasi wisata adalah teman-teman kita. Setidaknya mempermudah banyak hal, misalnya:

masuk lokasi tanpa tiket atau kalau tetap pakai tiket dia yang bayar, dapat penginapan dan makan gratis, diajak ke lokasi yang orang-orang dari luar kota jarang mengunjungi, sambil ngobrol macam-macam merangkap tour guide.

Enak bukan?

Akhir-akhir ini, wisata alam lebih digemari. 

Jika diamati, beberapa tahun terakhir  jumlah lokasi wisata kita berkembang cukup pesat. Terutama yang memanfaatkan keindahan lanskap alam.

Eksplotasi pantai baru ~~maksudnya ditebangi dan dibikin suasana lebih cerah, lalu diperbaiki akses jalannya, bukan me-reklamasi~~ atau lokasi waduk dan telaga yang semula cuma tempat pemancingan dan tempat pertapaan terpencil di buka,

dipasangi jalan setapak dan beri huruf-huruf atau beberapa wahana bandulan, tempat foto dan sejenisnya. Simsalabim, dengan dibantu keinginan warga negara maritime yang ingin eksis, ramailah lokasi-lokasi wisata alam tersebut.

Jaga sampah. 

Ini rekomendasi penting, cukuplah kita ‘memperkosa’ alam dengan menebanginya dan memasang berbagai atribut supaya Instagramable tadi jadi bagian eksploitasi kita,

jangan di tambah-tambahi dengan buang sampah sembarangan atau nulis-nulis di pohon “Fulan Love Fulanah” atau pisuhan-pisuhan. Itu berlebihan  dari tujuan awal menikmati wisata.

Wisata berdampak pada perkembangan ekonomi penduduk sekitar

 jadi jangan ke luar negeri. Ini penting juga, adanya aktifitas dari warga luar kota akan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut, sehingga membantu Pemda/Pemkot memenuhi biaya operasionalnya.

Juga berpengaruh pada masyarakat sekitar yang bisa buka warung makan, warung kopi, persewaan ban renang, tukang parkir, tukang copet dan sebagainya. Maka berwisata saja dalam negeri.

Kecuali memang punya uang yang cukup dan kesehatan yang memadai, silakan ke luar negeri. Lha uang-uang sampeyan juga.~~~heuheu

Jadi, selamat berwisata dan semoga bermanfaat….