Kita hidup bersama sekelompok generasi yang lahir pasca tahun 1980, manusia-manusia yang oleh peneliti Marc Prensky (2001) disebut sebagai masyarakat asli digital (digital native). Mereka yang sejak lahir dan hidup terbentuk dari adanya akses ke jaringan teknologi digital. Mereka adalah masyarakat yang tumbuh tanpa mengetahui cara hidup lain selain yang dimediasi oleh digital.
Maka tidak heran jika berdasar data dari lembaga riset Hoosuite (2019), ditemukan bahwa 150 juta atau sekitar 56 persen dari total penduduk Indonesia adalah pengguna internet. Kemudian 130 juta orang atau 48% dari seluruh populasi penduduk adalah pengguna media sosial via smartphone.
Aktifitas mobile mereka mulai dari mengirim pesan, menonton video online, beramain game, memanfaatkan m-banking dan terutama mencari produk, mengunjungi website toko dan tentu belanja-membeli secara online.
Maka transformasi digital adalah satu proses yang niscaya, tidak terbendung. Sebagian proses hidup dan aktifitas kita kini telah dimediasi oleh beragam perusahaan dan sistem digital-internet. Mulai pesan tiket kereta, pesan kamar hotel, belanja sayur, mengakses layanan kesehatan, mencari pacar, melakukan kampanye politik, berjualan kerajinan yang kita hasilkan, hingga mengurus izin usaha. Hampir semua.
Tranformasi ini yang juga terjadi pada organisasi profit atau beragam perusahaan yang kini masih eksis. Mengikuti istilah Prensky di atas, Perkin dan Abraham (2020) memilahnya menjadi dua jenis organisasi bisnis yaitu: organisasi asli digital dan organisasi imigran digital. Perusahaan imigran digital adalah mereka yang semula tumbuh dan berkembang pada era analog, kemudian mau tidak mau harus melakukan transformasi digital sebab menyesuaikan kebutuhan transformasi era teeknologi digital. Sedangkan perusahaan asli digital adalah beragam perusahaan rintisan (startup) yang kini banyak berkembang hingga sudah menjadi level Unicorn dan Decacorn.
Perkin dan Abraham (2020: 2) mencatat banyak perusahaan imigran digital saat ini telah berhasil merubah atau mentransformasikan diri. Perubahan yang dilakukan dalam hampir semua aspek dalam bisnis, mulai dari berinteraksi dan memenuhi harapan pelanggan, pemasaran dan komunikasi, pengelolaan penjualan, logistik hingga distribusi.
Lanskap dunia ketenagakerjaan dan kewirausahaan tentu berubah pula. Penggunaan intensif internet dan teknologi digital dalam industri mengubah profil tenaga kerja yang dibutuhkan dalam dunia kerja. Quintini (2017) dalam artikelnya di situs web medium.com menuliskan beberapa skill yang harus dikuasai untuk menjawab tantangan industri abad ke-21 mulai dari coding, mengembangkan aplikasi, mengelola jaringan (networks) hingga mengelola dan menganalisa data dan big data.
Di luar skil di atas, Quintini (2017) juga menuliskan bahwa tanaga kerja harus memiliki skil literasi yang solid, kemampuan numerik dan pemecahan masalah, juga kemampuan soft skill seperti koordinasi hingga kolaborasi. Serta secara terus menerus beradaptasi dengan perkembangan teknologi internet dan digital.
Dari perkembangan ekosistem tersebut, kita mengenal istilah bisnis digital (digital business). Berdasarkan artikel yang ditulis dalam situs web Liferay.com, bisnis digital adalah bisnis yang menggunakan teknologi untuk menciptakan nilai baru (new value) dalam model bisnis, mengelola interaksi dan pengalaman pelanggan (customer experiences), hingga kapabilitas internal yang mendukung kerja inti dari bisnis perusahaan.”
Banyak pihak telah ikut serta mengupayakan agar semakin banyak tenaga kerja memiliki kompetensi dan beragam skil yang dibutuhkan dalam proses transformasi digital ini. Salah satunya dilakukan oleh Politeknik Akbara Surakarta dengan adanya program studi Bisnis Digital.
Kurikulum program studi bisnis digital Politeknik Akbara memadukan berbagai mata kuliah yang dipelajari dalam jurusan manajemen bisnis seperti manajemen pemasaran, operasional, dan SDM, lalu akuntansi, riset bisnis dan sejenisnya dengan mata kuliah seperti pemrograman dasar, sistem basis data, media dan content marketing, komputasi desain grafis hingga pengantar A.I. Dengan demikian diharapkan mampu mengantar lulusannya siap masuk era transformasi digital, yang kedepan akan semakin cepat berlari di tengah masih terus berlangsungnya pandemi Covid-19. Pandemi yang membuat kita semakin intens menggunakan piranti teknologi digital dan internet.
Untuk membaca lebih detail profil program studi bisnis digital Politeknik Akbara dan mendaftar sebagai mahasiswa baru, silakan kunjungi www.akbara.ac.id
Referensi:
Hoosuite (2019). The Essential Headline Data You Need To Understand Mobile, Internet and Social Media Use.
Https://www.Akbara.ac.id
Perkin, Neil dan Abraham, Peter. 2020. Transformasi Digital demi Kelincahan Bisnis. Jakarta; PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
Prensky, M. 2001. Digital Natives, Digital Immigrants.
Quintini, Glenda. 2017. What Skill are Needed for Tomorrow’s Digital World. https://www.Medium.com..
What is Digital Business. https;//www.Liferay.com. (Diakses 08 Januari 2020)[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]