Penulis : Haris F.R

Dalam rapat paripurna pada tanggal 17 September 2019 DPR mengesahkan revisi UU KPK yang memicu banyak protes dari berbagai lapisan masyarakat dan mahasiswa. Meskipun sebagian juga ada yang setuju dengan adanya revisi UU KPK tersebut.

Hal tersebut yang menjadi dasar Dewan Eksekutif UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menggelar diskusi di gedung D pada hari Sabtu, 12 Oktober 2019. Diskusi berjudul “Maliki Public Discussion” tersebut mengangkat tema “Menyikapi Pro dan Kontra Revisi UU KPK” .

Diskusi diikuti oleh ratusan mahasiswa dari berbagai organisasi yang dibuka dengan sambutan dari saudari Silvi, Presiden Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Secara keseluruhan, acara berjalan dengan lancar.

Dalam sambutannya, Silvi berpendapat bahwa ia sangat setuju dan mendukung penuh untuk diadakannya Judicial Riview UU KPK.

Pada acara tersebut, DEMA UIN Malang mengundang empat ahli hukum sebagai pemateri yaitu: Wiwik Budi W,S.H.,MH (Dosen Hukum Acara MK UIN Malang sekaligus mantan Panitera Pengganti di MK), Haidar Adam,S.H.,LLM (Human Rights Law Studies (HRLS) Universitas Airlangga Surabaya), Fajar Santoso, S.H., M.H (Dosen Hukum Pidana sekaligus LBH UIN Malang), Mohammad Afif M. (Malang Corruption Watch).

Selain membahas UU KPK, panitia juga tidak melupakan pembahasan beberapa RUU yang sempat membuat ‘geger’ berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Sebagai bukti kesungguhan dan kepedulian civitas akademik UIN Malang terhadap permasalahan Undang-Undang tersebut, acara ditutup dengan adanya surat pernyataan sikap yang berisi sebagai berikut:

  1. Mengapresisasi langkah Presiden Dan DPR yang telah menunda 4 RUU (RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Minerba, Dan RUU Pemasyarakatan) yang dianggap masih banyak pasal-pasal kontroversial dan tidak berpihak kepada rakyat.
  2. Mendesak kepada Presiden Dan DPR untuk segera memberikan solusi atas polemik di masyarakat terkait penyikapan terhadap revisi UU KPK serta meminta kepada masyarakat untuk tidak terjebak dalam pro dan kontra dengan tetap mengedepankan aspek hukum dan jalur
  3. Meminta kepada KPK tetap menjalankan fungsinya dengan baik, independen, dan professional sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
  4. Presiden tidak perlu menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU). Berbicara penerbitan Perppu terdapat 3 syarat kegentingan yang menjadikan Presiden harus menerbitkan Perppu sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi pada tahun 2009. Pertama, adanya keadaan yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum berdasarkan UU. Kedua, adanya kekosongan hukum terkait hukum tersebut belum ada atau UU yang sudah ada dirasa tidak memadai. Ketiga, terjadinya kekosongan hukum tersebut tidak dapat diatasi dengan menerbitkan UU secara prosedur biasa sehingga membutuhkan waktu yang lama. Sedangkan posisi UU KPK saat ini tidak sedang berada dalam ketiga situasi tersebut, upaya pemberantasan korupsi tidak akan terhenti dengan adanya revisi UU KPK dan juga tidak terjadi kekosongan hukum, sehingga tidak terdapat urgensi bagi Presiden menerbitkan Perppu.
  5. Meminta kepada Presiden dan DPR dalam melakukan perancangan peraturan perundang-undangan kedepan, agar supaya lebih arif dan bijaksana serta mendengarkan aspirasi rakyat untuk dituangkan di rancangan peraturan perundang- undangan.

Berikut lampiran lengkap dari naskah pernyataan sikap DEMA UIN MALANG