Penulis: Ibrahim (Kontributor dari Malang)

10 Dzulhijjah 1440

Taman Ayu merupakan nama salah satu desa di Kecamatan Pronojiwo, ujung dari Kabupaten Lumajang. Secara geografis, desa ini berada di lereng gunung Semeru bagian selatan. Pada tahun ini saya berkesempatan merayakan hari raya qurban di desa ini.

Perjalanan ke desa ini di tempuh kurang lebih 2 jam dari Kota Malang. Tidak sendirian, saya memilih mengajak rekan seperjuangan untuk menemani perjalanan. Setibanya di tempat kami menginap, suasana petang dan hawa dingin datang menyambut.

Seperti di tempat-tempat lain ketika malam idul adha, usai sholat maghrib kalimat takbir semarak dikumandangkan. Kami menghabiskan malam di desa Taman Ayu dengan takbiran di masjid bersama beberapa masyarakat sekitar.

Saking asyiknya tak terasa sudah larut malam, kopi dan teh yang disuguhkan oleh takmir masjid juga habis. Salah satu takmir mengingatkan kami untuk bergegas tidur, sambil melontarkan sedikit guyonan

“le ndang turuo wes dalu, ilingo mene sholat ied iku sunnah sing wajib iku sholat shubuh, hehe”.

(Nak, segera tidur saja. Ingat besok shalat Ied itu sunnnah, tapi shalat subuh tetap wajib.)

Esok harinya tepat pada pukul 06:30 wib sholat ied dilaksanakan. Usai sholat khotib naik ke atas mimbar untuk menyampaikan materi khutbah. Diawali wasiat dari khatib kepada jama’ah sholat ied untuk bertaqwa kepada Allah SWT.

Dari sini saya mulai sadar kenapa disetiap khutbah sholat, khatib harus menyampaikan wasiat tentang taqwa. Secara arti taqwa sendiri adalah melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya (mungkin pembaca sudah lebih paham apa arti dari taqwa sendiri).

Taqwa sendiri bagi saya merupakan hal yang paling berat. Mungkin sebagian kita sudah biasa dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya.

Tapi bagaimana dengan larangan-Nya, apa kita sudah sepenuhnya menjauhi segala larangan-Nya?. Itulah mengapa menurut saya kenapa taqwa sendiri adalah hal yang sangat berat.

Seusai sholat ied, seperti biasa proses penyembelihan hewan qurban dilaksanakan. Alhamdulillah,  masjid tersebut mendapatkan sumbangan hewan qurban untuk disembelih dan dibagikan ke masyarakat sekitar.

Tradisi menyembelih hewan qurban ini sudah ada sejak zaman dahulu. Sejarah awal peristiwa diperintahkan untuk setiap muslim yang mampu untuk mengurbankan hartanya, adalah ketika Nabi Ibrahim AS dan sang istri yaitu siti Hajar dan putranya Nabi Ismail sedang melakukan perjalan ke kota Makkah.

Perjalanan tersebut ternyata sangat menguras tenaga sehingga Nabi Ibrahim dan keluarganya memutuskan untuk beristirahat di Muzdalifah (tempat dimana jamaah haji diperintahkan untuk bermalam seusai melaksanakan salah satu rukun haji yaitu wukuf di Arafah).

Di tempat ini Nabi Ibrahim di perintah oleh Allah SWT untuk menyembelih anaknya yaitu Nabi Ismail. Dengan penuh ketaqwaan Nabi Ibrahim menyampaikan perintah ini kepada Nabi Ismail, Nabi Ismail pun menanggapi perintah tersebut dengan penuh keihklasan.

Dari peristiwa ini Allah Swt tidak memerintahkan ibrahim untuk membunuh Ismail, tetapi Allah meminta ibrahim membunuh ‘rasa memiliki’ terhadap anaknya yaitu ismail.

Sama halnya dengan sekarang kita sebagai umat muslim tidaklah pantas untuk menyombongkan apa yang kita miliki dan bagi umat muslim yang mampu diperintakan untuk mengorbankan sebagian hartanya, karena hakikatnya semuanya adalah milik Allah dan kita tidaklah pantas sedikitpun untuk menyombongkannya.

Idul adha ini merupakan tanda syukur bagi umat islam atas karunia nikmat yang diberikan oleh Allah SWT. Melalui idul adha ini, islam mengajarkan untuk melepaskan sifat duniawi dan senantiasa memberikan manfaat terhadap sesama.

Di desa ini mayoritas masyarakatnya berstatus buruh dan petani perkebunan salak. Bisa dibilang tingkat ekonomi masyarakt disini adalah menengah ke bawah. Bagaimana tidak, desa yang letaknya di lereng gunung ini dan jauh dari perkotaan yang masyarakatnya dengan penghasilan yang bisa dibilang masih kurang.

Apalagi di musim kemarau seperti ini, petani hanya bisa mendapatkan penghasilan sebesar Rp. 700.000,- perbulannya dari hasil panen kebunnya dimana harga 1 kg salak adalah Rp 7.000 dan petani hanya bisa mendapatkan 1 kwintal salak di setiap panennya.

Penghasilan tersebut belum dipotong biaya-biaya lainnya. Saya rasa momen idul adha ini adalah salah satu moment yang sangat dinantikan oleh masyarakat di sini. Terlihat antusias dari masyarakat untuk datang membantu atau menyaksikan proses penyembelihan hewan qurban kali ini. Dikarenakan sangat jarang pastinya, dengan berpenghasilan yang minim masyarakat disini bisa memakan daging bersama keluarganya.

Idul adha ini merupakan representasi kemenangan kaum muslim, dan pada hari idul adha adalah hari tasyrik dimana umat muslim dilarang untuk berpuasa dan dianjurkan untuk minum dan makan.

Islam telah membuktikan bahwa daging mewah tidak hanya bisa dinikmati oleh kaum borjuis (kaya) saja, tetapi di hari ini kaum proletar pun bisa menikmatinya.

Islam juga membuktikan kapitalisme dalam dunia makanan juga bisa diruntuhkan tanpa harus menunggu ‘internationale’.

Semoga kita senantiasa mendapatkan pelajaran dari moment ini, ketaqwaan serta keimanaan kita bertambah.

Amiin