Anda pernah nonton film filosofi kopi, baik yang pertama ataupun yang kedua?

Dari film tersebut, seolah kita hendak diajari sedikit pamahaman baru, bahwa ngopi bukan hanya proses kita minum perlahan secangkir kopi. Lebih dari semuanya, ngopi adalah tentang story telling. Bagaimana tercipta interaksi ‘harmonis’ antara barista atau peracik kopi dengan penikmatnya.

Seberapa sedap aroma kopi yang kita minum juga tergantung seberapa imajinasi kita menikmati perkebunan kopi di dataran yang tinggi, dengan tanah yang basah dan keceriaan ibu-ibu petani kopi dimasa panen. Dari siklus itulah nilai estetis kopi dimunculkan.

Warung kopi, entah yang murah ataupun yang menyasar kelompok high end, dihadirkan sebagai ruang bercerita. Sadar bahwa minum kopi tidak bisa dilakukan sekali tegukan, maka otomatis kita perlu berlama-lama di dalamnya. Momen intim yang seharusnya dialokasikan untuk bercerita.

Kalau kita mau mundur beberapa abad lalu, warung kopi pertama (coffee house) didirikan di Oxford, sekitar tahun 1650 (Versi media BBC). Fungsi awalanya adalah sebagai tempat pertemuan untuk melakukan debat dan diskusi intelektual.

Pada masa itu, anda masuk ke dalam warung kopi, dan uang yang anda bayarkan sudah termasuk koran serta beberapa orang yang secara khusus menghadirkan stimulus untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan menarik.

(Beberapa potongan video ceramah di Instagram mengisahkan bahwa kopi adalah minuman kesukaan beberapa wali dan kaum sufi. Seberapa akurat kisahnya? Wallahu a’lam.)

Masihkah ada diskusi intelektual di dalam warung kopi saat ini?

Jawabannya bisa iya, bisa tidak.

*****

Seringkali saat ini orang-orang yang masuk ke warung kopi guna asyik dengan wifi di smartphone mereka sendiri, atau laptop. Jarang kita menjumpai suasana yang terjadi di abad 17 tadi. Tapi bagaimanapun, pemilik warung kopi juga tidak mau mengambil resiko dengan mematikan wifi supaya pelanggannya bisa saling berbincang satu sama lain.

Intensitas ngopi saya cukup tinggi. Di Malang dulu, sehari saya bisa pindah dua sampai tiga warung kopi. Tentu ada hal-hal yang perlu saya bicarakan dan ada orang-orang berbeda yang perlu saya temui. Apa yang membuat warung kopi satu dan lainnya beda, bagi saya cuma suasananya.

Seberapa bagus ventilasi udara, sehingga suasanya bisa tetap nyaman ketika setiap meja menyalakan rokok. Terkait rasa kopi, hampir semuanya sama. Yaa begitu-begitu saja. Mulai yang secangkir kopi hitam hanya seharga Rp.4000,- sampai yang secangkir kecil berharga Rp.20.000,- an, yang sesekali saya pernah coba.

Seberapa nikmat kopi tergantung seberapa asyik guyonan yang tercipta dengan sahabat anda ketika anda perlu bercanda, tergantung seberapa serius koordinasi dengan tim ketika anda perlu membahas job organisasi.

Juga seberapa tenang suasana ketika anda perlu menulis dan mengerjakan tugas serta seberapa khusyuk atmosfer ketika anda perlu saling berbicara dari hati ke hati saat ada banyak hal yang gagal.

Baik kopi ireng gresikan biasa, kopi susu, kopi lethek, kopi dampit, espresso, caffe latte atau apapun, hampir semuanya sama. Momen yang tercipta, orang disamping serta depan anda, buku yang anda baca, diskusi dan debat yang anda lakukan, itu lebih dari segalanya.

Jadi, sudahkah anda ngopi hari ini?