Zaki Najib Mahmud, salah seorang pakar filsafat kontemporer Mesir, mengutip penelitian seorang guru besar Universitas Harvard yang melakukan penelitian pada sekitar 40 negara, berkaitan dengan kemajuan dan kemunduran negara-negara itu dalam sejarahnya. Salah satu faktor utamanya adalah materi bacaan dan sajian yang disuguhkan kepada generasi muda.

Di keempat puluh negara yang diteliti, ditemukan bahwa dua puluh tahun menjelang kemajuan atau kemunduran  tersebut, generasi muda dibekali dengan bacaan yang mengantarkan mereka pada kemajuan atau kemunduran masyarakat. (Quraish Shihab, 259: 2013)

Mengapa setelah duapuluh tahun?

Yaa sebab generasi muda negara, setelah masa tersebut, yang akan berperan dalam berbagai aktifitas, sedangkan peranan mereka ditentukan oleh bacaan dan sajian yang disuguhkan yang kemudian membentuk pandangan hidup dan nilai-nilai yang dianut.

Kita tentu optimis jika seluruh kalangan masyarakat bisa senang membaca. Lebih optimis lagi akan kemajuan negara jika bahan bacaan dan tontonan kita diisi dengan hal-hal yang berkualitas dan bermanfaat, serta tentu saja mampu merangsang pembaca juga penontonnya untuk selalu berpikir kritis.

Sementara itu, membudayakan kegemaran membaca bukan hal yang mudah. Banyak tantangannya. Diantaranya kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pentingnya buku. Hal ini dibuktikan (juga sebagai bahan evaluasi diri kita) bahwa setelah kebutuhan pokok terpenuhi, kita jarang menyisihkan uang untuk membeli buku. Atau dengan kata lain, sangat sulit menjadikan buku sebagai kebutuhan utama.

Beda kalau beli pulsa, aksesoris, kosmetik, baju-fashion, nongkrong di kafe dan sejenisnya.

Maraknya berita bohong (hoax) ditengarai juga sebab masyarakat kurang wawasan-pengetahuan sebab kurang membaca. Atau mereka membaca dari sumber yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Dari blog, dari grup whatsapp sebelah atau dari yang lain-lain. Otoritas keilmuan memang sedikit terpinggirkan akhir-akhir ini, maka tidak heran juga jika muncul istilah ‘zaman sekarang ahli tambah banyak, tapi masalah juga malah semakin ribet.’

Hoax sendiri sudah muncul sejak awal keberadaan manusia, bahkan sejak nabi Adam A.S masih menjadi penduduk surga. Adam A.S terperdaya informasi palsu dari iblis yang bukan hanya salah, tapi juga menyesatkan; “Hai Adam, maukah aku tunjukkan pohon kekekalan dan kekuasaan abadi.?” (QS 20: 120)

Sejak itulah nabi Adam turun ke bumi dan sejarah peradaban manusia dimulai. Sebab hoax. Dan dari ayat tersebut bisa diambil hikmah bahwa memberi informasi palsu-menyesatkan adalah tabiat juga kerja setan. Maka jangan bangga menjadi produsen dan buzzer (orang yang memanfaatkan akun sosial media miliknya guna menyebar luaskan info ) hoax.

Bukan apa-apa, sebab jika menyebarkan berita palsu sudah diampil alih tupoksinya oleh manusia, setan yang juga makhluk Allah mau ngapain?

Kita perlu khawatir juga jika sampai tua tertanam dalam pikiran bahwa Johny Sins yang bintang film porno itu bakal dikenal sebagai Dr. Bernard Mahfoudz, seorang dokter Amerika yang anti-vaksin. Seperti diedarkan di Facebook dan grup Whatsapp.

Selain itu, dikutip dari salah satu artikel Tirto.id, Vilenius-Tuohimaa (et.al) dalam “The Association between Mathematical Word Problems and Reading Comprehension” (2008) menjelaskan bahwa murid-murid sekolah dengan kemampuan mencerna teks yang rendah cenderung tidak sanggup mengerjakan urusan-urusan yang menuntut mereka berpikir logis.

Satu-satunya cara untuk melatih kemampuan mencerna teks ialah membaca. Semakin banyak seseorang membaca dan semakin ia terbiasa memahami teks-teks yang kompleks, ia akan menjadi pembaca yang lebih baik.

 

Salah satu faktor juga yang membuat kita enggan atau terbatas aksesnya terhadap bahan bacaan yang berkualitas sebab harga buku mahal. Buku tipis saja di took buku ‘branded’ harganya bisa ditukar dengan sekarung beras 5 kilogram. Bukti juga jika harga buku-buku di pasar kita mahal adalah maraknya buku-buku bajakan. Logikanya, barang bajakan otomatis lebih murah harganya tentu dengan kualitas lebih buruk juga. Tapi, jika uang saku pas-pasan dan daripada tidak punya bahan bacaan, yaa mending beli bajakan. Malang, Surabaya, Jogja dan Bandung punya semua kawasan jual buku-buku murah dengan status ‘bisa dipertanyakan’.

Jadi, bisa juga fenomena ini dijadikan bahan kampanye Pilkadal (l=langsung) besok, bagi para kandidat untuk memberikan subsidi harga buku. Diambilkan dari APBD atau uang pribadi silakan dan terserah, toh mahar kampanye juga ratusan milyar. Tawaran kampanye yang menarik, ditengah mulai tumbuhnya kembali spirit di kalangan kelas mengengah-mahasiswa kita akan kebutuhan membaca, tapi terbatas uang saku ~~memurahkan harga buku di wilayah kuasanya bisa jadi faktor penentu kemenangan~~.

 

Jadi, sedikit-sedikit dan pelan-pelan, apapun kendalanya mari mulai membaca dan mengajak yang lain ikut membaca.