Datangnya era ekonomi digital memberikan banyak kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan transaksi berbasis internet. Konsumen juga dimudahkan dengan peluang untuk melakukan kurasi, berbagi dan berkolaborasi dengan sesama konsumen tentang pendapat, pengalaman, keinginan dan kebutuhan mereka secara instan. Terutama melalui forum online dan media sosial.

Kondisi ini selain memberikan kemampuan bagi konsumen untuk menguasai pasar, juga telah memaksa perubahan perilaku penjual. Saat ini penjual dengan mereknya harus transparan ketika melakukan proses pelayanan pada konsumen yang semakin cerdas. Sehingga terjadi hubungan timbal balik yang saling menguntungkan.

Sebelumnya, tahukah anda apa yang dimaksud ekonomi digital?

Ekonomi digital didefinisikan oleh Amir Hartman sebagai: Arena virtual di mana bisnis dilakukan, nilai dibuat dan dipertukarkan, transaksi terjadi, dan hubungan antara berbagai pihak (konsumen, pasar dan pembeli) dilakukan dengan menggunakan internet sebagai media pertukaran.” (Hartman, 2000).

Keberadaannya ditandai dengan semakin maraknya berkembang bisnis atau transaksi perdagangan yang memanfaatkan internet sebagai medium komunikasi, kolaborasi, dan kooperasi antar perusahaan atau pun antar individu. Bisa dilihat  bagaimana maraknya perusahaan-perusahaan baru maupun lama yang terjun ke dalam format bisnis elektronik e-business dan e-commerce.

Lalu, bagaimana tren belanja online di Indonesia?

Berdasarkan laporan Tim Edisi Khusus Outlook Ekonomi Digital 2018 Majalah Tempo, tahun 2015 lalu, orang yang berbelanja online baru 7,4 juta jiwa dengan transaksi Rp 48 triliun. Di tahun 2017, angka itu naik menjadi 11 juta dengan total transaksi Rp 68 triliun. Meski belum diketahui persisnya, taksiran total transaksi tahun ini mencapai Rp 95,48 triliun. [1]

Riset Google bersama A.T. Kearney yang dirilis pada September 2017 menunjukkan nilai investasi di perusahaan-perusahaan rintisan berbasis digital menyentuh angka Rp 40 triliun sampai semester pertama tahun ini.

Kelompok generasi mana yang dominan terdampak ekonomi digital?

Dominasi pengguna internet di Indonesia adalah remaja usia13-18 tahun. Mereka yang seharusnya masih mendapat bimbingan dari orangtua atau saudara dalam menggunakan perangkat telepon pintar, internet apalagi untuk melakukan transaksi online.

Ini sesuai dengan survei dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2017 bahwa pengguna internet di Indonesia kedatangan pengguna baru didominasi oleh Generasi Z atau generasi yang lahir ditahun 90-an. Menurut riset penetrasi pengguna Internet pada umur 13-18 tahun mencapai angka 75.50% dan generasi dibawahnya menyusul yang sering disebut generasi Y dengan rentan umur 19 sampai 34 tahun mencapai angka 74.23%.

Masih ada banyak penipuan, berhati-hatilah sebagai konsumen..!

Sebuah lembaga bernama Experian dan IDC, firma penelitian pasar ICT dan advisory terkemuka dunia, menerbitkan Digital Trust Index atau Indeks Kepercayaan Digital yang juga bagian dari laporan Fraud Management Insights tahun 2017. Laporan tersebut menyebut tingginya tingkat penipuan di Asia Pasifik.

Managing Director Asia Tenggara dan Pasar Berkembang Experian Asia Pasifik, Dev Dhiman mengatakan, setidaknya terdapat satu dari lima orang pernah mengalami penipuan langsung, sementara satu dari tiga orang atau kerabat terdekat mereka pernah terkena dampaknya.

Sedangkan berdasarkan data YLKI, konsumen kerap mengeluhkan lambatnya respon komplain (44%), belum diterimanya barang (36%), sistem merugikan (20%), tidak diberikannya refund (17%), dugaan penipuan (11%), barang yang dibeli tidak sesuai (9%), dugaan kejahatan siber (8%). Adapula keluhan mengenai cacat produk (6%), pelayanan (2%), harga (1%), informasi (1%), dan terlambatnya penerimaan barang (1%).[2]

Dari seluruh keluhan tersebut, 86% keluhan ditujukan kepada toko online penyedia aplikasi. Lazada merupakan toko online yang mendapatkan aduan terbanyak dari konsumen.

Lazada mendapatkan 18 aduan selama 2017. Angka itu disusul oleh keluhan terhadap Akulaku (14 aduan), Tokopedia (11 aduan), Bukalapak (9 aduan), Shopee (7 aduan), Blibli (5 aduan), JD.ID (4 aduan), dan elevenia (3 aduan).

Semoga, rekapitulasi data transaksi digital yang sedang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), bekerjasama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA), bisa digunakan pemerintah menyusun regulasi untuk melindungi hak konsumen.

Bagaimana cara menjadi konsumen yang cerdas di era ekonomi digital?

Di tengah kemudahan transaksi digital saat ini, kita sebagai konsumen cenderung terus mencari cara untuk menghemat waktu, uang dan energi serta supaya tetap terlindungi ketika melakukan pembelian.

Untuk menjadi konsumen yang cerdas, kita harus memahami apa yang kita butuhkan, apa yang dapat kita bayar, bagaimana mempertahankan anggaran kita dan memiliki kemauan untuk tidak melakukan pembelian yang boros.

Disisi lain, kita juga perlu banyak mempelajari segala hal tentang ekonomi digital, terutama yang berkaitan dengan hak dan kewajiban konsumen, berbagai review  dan pengalaman dari konsumen lain baik yang positif maupun negatif dan memahami segala ketentuan yang berlaku sebelum melakukan transaksi.

Pada peringatan Hari Konsumen Nasional 2018  ini, perlu lebih sering dikampanyekan pentingnya menjadi konsumen yang cerdas, ditengah semakin mudahnya akses masyarakat pada ekonomi digital.

Sebagai konsumen, kita bisa mengambil inspirasi dan pelajaran dari gambar kancil, SI KONCER,  sebagai ikon konsumen cerdas. Kancil dalam beberapa cerita masyarakat Indonesia,   terkenal dengan kecerdasan, identik dengan sikap lincah dan cepat dalam mempertimbangkan beberapa opsi sehingga bisa terhindar dari penipuan dan bahaya.

Berikut tips menjadi konsumen cerdas di era digital:

Pertama, Membuat prioritas dan membandingkan harga.

Putuskan apakah Anda benar-benar membutuhkan barang yang akan anda beli. Sebagai konsumen, Anda mungkin tergoda untuk membeli barang secara impulsif, terutama jika produk ditampilkan dengan bagus.

Tetapi Anda harus mencoba memahami cara membelanjakan uang Anda dan menghindari membeli sesuatu hanya karena sedang diobral. Sebaliknya, pastikan barangnya sesuai dengan anggaran Anda dan tidak akan membahayakan keuangan Anda.

Selain itu, sebelum Anda membeli suatu barang, Anda harus memastikan bahwa penjualan tersebut bagus untuk anda. Anda dapat mengambil keputusan pembelian dengan terlebih dulu membandingkan harga barang di beberapa pengecer berbeda secara online atau di toko.

Carilah harga terendah untuk barang tersebut, karena beberapa pengecer mungkin memiliki penjualan yang lebih baik daripada yang lain.

Baik online maupun off-line, hemat adalah prinsip terbaik bagi seorang konsumen.

Kedua, Perhatikan image penjual di toko online.

Sebagai upaya kehati-hatian, anda perlu mengetahui image toko online tujuan anda dengan beberapa cara. Misalnya melihat testimoni konsumen, rating dari pelanggan (biasanya dengan logo bintang) dan bisa juga berdasarkan review yang bisa ditemukan di internet.

Namun anda perlu hati-hati juga sebab ada beberapa e-commerce dan toko online yang membuat testimoni dan review palsu atau hasil rekayasa di media sosial dan forum mereka.

Intinya adalah: cari informasi sebanyak dan se-berkualitas mungkin sebelum membeli.

Ketiga, pilih belanja di toko online atau di marketplace? Pahami keunggulan dan kekurangannya.

Ketika ingin melakukan belanja online, anda bisa memilih menggunakan toko online atau marketplace. Marketplace dapat disebut dengan pasar online. Beberapa contoh marketplace yang populer di Indonesia saat ini seperti; Tokopedia, BukaLapak, Lazada dan Elevenia.

Pada prinsipnya, marketplace atau pasar online akan mempertemukan banyak penjual dengan banyak pembeli. Marketplace menyediakan tempat, fasilitas dan infrastruktur agar penjual dengan pembeli bisa dengan mudah melakukan transaksi.

Salah satu keunggulan marketplace misalnya uang yang anda bayarkan belum bisa diterima penjual sampai anda menyatakan proses pembelian selesai. Ketika barang sampai dan Anda merasa barang tidak sesuai dengan deskripsi, bahkan tidak sesuai yang Anda cari, bisa komplain dan barang dikembalikan ke penjual dan uang dikembalikan ke Anda sepenuhnya.

Sementara kekurangannya yaitu kemudahan menjual barang di marketplace tanpa harus membangun brand juga rentan akan penjualan barang-barang palsu.

Sedangkan toko online adalah sebuah toko yang menjual barang-barang yang direalisasikan dalam tampilan sebuah website yang dapat diakses saat terhubung dengan jaringan internet. Anda bisa menjumpai banyak nama toko online baik yang memiliki website sendiri atau hanya menggunakan media sosial seperti Instagram.

Keunggulan toko online misalnya kualitas barang lebih dapat dipercaya karena penjual toko online biasanya punya produk sendiri, atau kerjasama dengan produsen secara lebih khusus. Selain mereka harus membangun dan menjaga brand supaya tetap bisa tumbuh berkelanjutan.

Keempat, pahami hak dan kewajiban anda sebagai konsumen.

Gambar berikut membantu mempermudah anda memahami hak dan kewajiban sebagai konsumen.

Kita dan konsumen Indonesia lainnya, dinilai masih memerlukan edukasi dan pemberdayaan agar mengerti hak dan kewajiban sebagi konsumen. Ketidakpahaman kita sebagai konsumen terhadap hak dan kewajiban menyebabkan masih sangat rendahnya keberanian kita untuk melapor apabila dirugikan pelaku usaha.

“Konsumen Indonesia harus didorong agar berani melapor bila dirugikan. Tidak usah takut karena ada undang-undang yang menjamin,” ujar Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi ketika dihubungi, kemarin.

Konsumen Indonesia dilindungi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.[3]

Kelima, Lindungi data pribadi anda.

Terbongkarnya penyalahgunaan data pengguna Facebook oleh lembaga bernama Cambridge Analitica untuk kepentingan politik, mengingatkan kita untuk selalu berhati-hati dan cerdas terkait data pribadi kita.

Menteri Komunikasi Rudiantara, sebagaimana dikutip dari cnnindonesia.com meminta masyarakat waspada dan memiliki kesadaran terhadap keamanan data pribadi mereka. Hal ini diperlukan untuk mengantisipasi pencurian dan penyalahgunaan identitas.

Rudiantara juga meminta agar masyarakat tak memberi data pribadi pada badan yang tak memiliki otoritas dan menyarankan untuk membiasakan diri mengganti PIN dan password untuk setiap akun yang dimiliki.[4]

Keenam, Mengutamakan membeli produk lokal berstandar nasional.

Dengan membeli produk lokal di era ekonomi digital yang begitu terbuka ini, kita sebagai konsumen setidaknya memberikan beberapa kontribusi positif, misalnya:

  1. Memperluas lapangan kerja
  2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat
  3. Meningkatkan kualitas produksi
  4. Memperkuat rasa bangga akan produk dalam negeri.

Sehingga, kemudahan melakukan transaksi di tengah perkembangaan ekonomi digital, bisa sebaik mungkin kita manfaatkan. Iya, konsumen cerdas seperti SI KONCER.

 

REFERENSI:

[1] (https://investigasi.tempo.co/193/ekonomi-digital-di-indonesia-raksasa-asia-tenggara)

[2] https://katadata.co.id/berita/2018/01/19/ylki-keluhan-terbanyak-konsumen-selama-2017-soal-toko-online

[3] http://www.mediaindonesia.com/read/detail/96523-konsumen-jangan-takut-lapor-bila-dirugikan

[4]https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20180308144406-213-281463/menkominfo-minta-masyarakat-waspada-lindungi-data-pribadi