Oleh Mawin Asif

Perkembangan IPTEK di Indonesia bersifat sekuler, menenggelamkan banyak kepercayaan masyarakat terhadap suatu peristiwa yang sudah diyakini sejak dulu dan akan terjadi sesuatu apabila tidak dilaksanakan. Akulturasi budaya yang meninggalkan bukti obyektif juga telah dianggap sejarah kuno bagi setiap masyarakat yang sudah terseret arus modernisasi.

Doktrin dari beberapa ideologi barat berhasil menyempitkan paradigma berbagai kalangan agar hidup dengan panduan rasionalitas. Diskriminasi atas masyarakat yang berusaha memegang teguh mitos adalah suatu budaya menganut kepercayaan cerita turun-temurun yang benar adanya, diklaim sebagai minoritas yang sesat. Problema yang telah terjadi itu perlu adanya pemahaman tentang klarifikasi agar tak ada keberagaman yang menjadi pertentangan publik.

Dalam pembagian terkait mitos ada beberapa pertimbangan untuk meluruskan dialektika yang sampai saat ini masih belum bisa diterima oleh umum :

Mitos dogma.

Mitos dogma bisa diartikan kepercayaan yang beredar disuatu daerah, identik berasal dari leluhur dengan pencapaian kebenaran melalui ajaran spiritual yang mengarah pada manfaat serta fungsi.

Kepercayaan pada setiap manusia umumnya dilandasi ajaran disekitar lingkungan khususnya keluarga, pada saat mereka masih kecil. Menanamkan pikiran agar mengambil hikmah dari upacara yang secara disiplin diterapkan pada masyarakat dalam beberapa momen sakral. Hal tersebut mendapat dedikasi dari beberapa pihak yang berhasil menangkap maksud mitos itu agar tetap dipertahankan.

Contoh kecil: budaya larungan di daerah Telaga Ngebel Ponorogo. Masyarakat disekitar telah menerima mitos itu sejak dahulu. Karena upacara itu menuai banyak manfaat didalamnya. Mendatangkan berkah untuk masyarakat di daerah Telaga Ngebel dalam segi ekonomi ataupun religius. Mempererat kerukunan masyarakat dalam membangun interaksi sosial dalam bentuk usaha, komunikasi, dan moral. Mengingatkan pentingnya wujud syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Disamping itu masih banyak masyarakat lain menilai hanya sebagai sebuah adat tahunan. Padahal banyak sekali manfaat dan fungsi jika kita mau memahami secara radikal.

Mitos realita.

Mitos realita adalah kepercayaan yang berlangsung di masyarakat, muncul akibat cerita turun – temurun dengan dibenarkan atas pembuktian nyata. Meskipun kadang kala memang tidak terjadi bila masyarakat tidak melakukan.

Kontradiksi pandangan atas fenomena yang didasarkan melalui pembuktian, membuahkan banyak persepsi dari masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah perbedaan bukti hasil dari mitos tersebut. Ada sebagian umum meyakini hal itu dengan alasan pernah ada masyarakat yang sengaja tidak melakukan sehingga mendapat akibat sesuai dengan yang diceritakan dalam mitos.

Ada pula masyarakat yang tidak percaya karena telah melakukan mitos tersebut berulang kali tetapi tidak terjadi apa – apa. Memang masih lemah kebenaran dalam jenis mitos yang kedua ini. Karena menyangkut fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat setiap fase peradaban. Contoh : proses cara merawat pertumbuhan bayi disetiap daerah.

Ada mitos yang sampai sekarang dilakukan, bisa dibilang suatu keharusan untuk dikerjakan dalam beberapa daerah. Seperti halnya ; Tedhak siten, bedong bayi, dan lain sebagainya. Namun mitos tersebut tidak berlaku pada sebagian masyarakat yang benar – benar apatis terhadap informasi mengenai kultur budaya yang dipercaya hingga saat ini, apalagi jika disangkutkan pada penelitian kesehatan. Dibalik itu semua, maksud laten dari masyarakat melakukan itu untuk regulasi terhadap komitmen mempertahankan budaya daerah, selagi tidak melanggar perspektif yang fatal.

Mitos wacana.

Mitos wacana merupakan kepercayaan yang diingat oleh kebanyakan masyarakat namun jarang yang mentaati atau menganggap keberadaan mitos itu.

Masyarakat di daerah yang masih kental budaya mungkin akan tetap mempercayai mitos yang bersifat irasionalitas. Bahkan sebagian memberikan alasan kepada anak atau orang lain karena hal itu kurang baik (pamali) jika dilakukan. Tapi lebih banyak yang menjadikan mitos tersebut hanya sebuah dongeng yang menarik untuk didengar dan dibuat sebagai bahan bercanda.

Seperti halnya : duduk diatas bantal akan menyebabkan bisulan, menyapu tidak bersih suaminya akan brewokan, membawa batu kerikil akan menghambat bab,dan masih banyak jenis mitos wacana yang telah diingat oleh masyarakat khusus pulau Jawa. Sebaiknya kita tetap menghargai mitos itu dengan maksud pengenalan ciri khas kultur yang ada di daerah kita. Mitos memang tidak boleh diimani namun tidak boleh juga disepelekan atau dibuat main – main.

Peradaban sekarang yang semakin liberal. Perlu adanya filter dari masyarakat pulau Jawa untuk menjaga budaya yang kian asing bagi generasi kita. Penggunaan gadget berlebihan akan menimbulkan kalangan muda bersifat subjektif tanpa melakukan pengamalan yang normatif terhadap bacaan yang diperoleh dari media sosial.

Keterlibatan individu untuk melestarikan budaya daerah kurang totalitas. Padahal dengan budaya dapat membukakan kita jalan dalam menempuh berbagai aspek. Seperti mengoptimalkan aspek sosial, ekonomi dan politik melalui kultur budaya dapat mempermudah jangkauan kita meraih kesuksesan. Oleh karena itu, lestarikan seni dan budaya didaerah kita dengan berpariwisata serta berkontribusi secara nyata.