Oleh: Haris Febriansyah. R
Sampai ketika reportase ini ditulis, warga Dusun Junggo, Desa Tulungrejo, kota Batu masih resah dan takut akan adanya rencana penggusuran lahan mereka. Hal ini lantaran tanah seluas 8,6239 (Ha) yang mereka tempati, masih belum ada kejelasan status dari pemerintah setempat, dimana tanah tersebut diklaim sebagai milik dari PT Bukit Selekta Mas.
Warga kawatir, dengan ketidak jelasan status tanah ini akan berdampak kembali disegelnya lahan seperti dua tahun silam. Penyegelan yang berarti siapapun dilarang melakukan kegiatan di atas lahan tersebut.
Hal ini yang menjadi alasan kuat pengurus PMII Komisariat Sunan Ampel Malang memilih dusun Junggo untuk mengadakan Sekolah Gerakan Berbasis Masyarakat Desa, dengan tema “PMII Sebagai Pelopor dalam Pembangunan Masyarakat Desa”.
Agenda yang terlaksana pada tanggal 04-06 Oktober 2019 tersebut yang bertujuan agar kader-kader PMII tahu betul betapa banyak permasalahan di tengah masyarakat yang memang harus segera di selesaikan, demi terciptanya cita-cita kemerdekaan Indonesia yang semestinya.
Alasan lainnya yaitu supaya kader PMII tidak hanya berfokus pada pengawalan permasalahan dalam lingkup kampus atau hanya cenderung tersandera pada isu-isu elit yang menyetir media massa saja.
Hari pertama, sahabat Edi Purwanto M.Si (Averroes Malang) memberikan materi Analisa Sosial kepada peserta. Beliau berpesan untuk menggali masalah layanan dasar di masyarakat seperti halnya pendidikan, kesehatan dan ekonomi.
Meskipun dusun Junggo merupakan daerah yang mengalami konflik agraria, namun sudah di dampingi oleh KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria).
Sahabat Edi berharap kepada peserta untuk mencari ruang-ruang kosong permasalahan yang belum ditangani. Keesokan harinya, peserta diterjunkan langsung ke masyarakat untuk mengaplikasikan materi yang diperoleh tentang Analisa Sosial. Dengan metode, peserta ditugaskan untuk mencari data dan permasalahan yang ada di masyarakat dari pagi sampai siang hari.
Sore harinya, materi tentang pengorganisiran dan pemberdayaan masyarakat oleh narasumber kedua yang disampaikan oleh sahabat Dr. M. Mahpur, M.Si yang merupakan salah satu Founder Kampus Desa.
Beliau menyampaikan bahwa misi utama dalam pengorganisiran dan pemberdayaan masyarakat yaitu dapat berbaur dalam masyarakat atau bisa dikatakan tidak canggung ketika bertemu, agar masyarakat dapat menceritakan seluruh keluh kesah yang dirasakan tanpa ada yang disembunyikan.
Jika itu berhasil, secara tidak langsung akan mempermudah dalam proses pengorganisiran dan pemberdayaan masyarakat desa. Materi tersebut dipaparkan pada hari sabtu pukul 14.00 – 17.00 dan disusul pada pukul 19.00 berkumpul dengan seluruh lapisan masyarakat yang ada di sekitar lokasi mulai dari RT, Serikat Petani Gunung Biru, serta beberapa perwakilan dari pemuda dan penduduk sekitar.
‘Rapat terbuka’ ini bertujuan supaya warga menceritakan segala hal yang ada, mulai dari aspek sejarah berdirinya daerah tersebut, permasalahan yang ada, sampai dampak yang muncul akibat adanya konflik kepemilikan tanah.
Pada hari terakhir agenda sekolah gerakan, materi diisi oleh sahabat Hasan Abdillah yang merupakan pengurus cabang Ansor kota Batu tentang manajemen networking. Materi ini bertujuan agar peserta sekolah gerakan dapat melakukan pemecahan masalah melalui pengembangan strategi kerjasama. Setelah itu kegiatan ditutup dengan sowan atau berkunjung ke beberapa warga sekaligus berpamitan.
Dengan adanya sekolah gerakan berbasis masyarakat desa ini, diharapkan alumni sekolah gerakan dapat memberikan kontribusi nyata terhadap penyelesaian persoalan masyarakat demi terciptanya masyarakat yang makmur, adil dan sejahtera. Baik selagi para peserta masih berada di Malang atau ketika kelak kembali ke kampung dan daerah masing-masing.