Oleh Umi Firdausiyah

Ini sharing cerita dari teman saya.

Beberapa kali dia berhubungan dengan bank untuk urusan pinjaman modal, investasi atau pembiayaan. Hampir semuanya tidak berbuah kesepakatan karena satu hal : ketiadaan agunan.

Sesuatu yang telah saya ketahui sejak lama, yakni: Bank hanya akan meminjami payung saat cuaca cerah, dan meminta kembali payungnya saat cuaca hujan. Jika kita tidak butuh uang,justru bank akan berlomba menawari kita uang.

Misalnya kartu kredit. Cuma fotocopy KTP aja tanpa mengisi apapun, kartu bisa dikirim beberapa hari kemudian. Tapi saat kita butuh banget, mereka balapan menutup pintunya lantaran ketakutan pinjamannya takkan kembali.

Dari asal muasalnya, menurut manajemen perbankan yang saya pelajari, agunan berfungsi membuat bank lebih percaya pada yang meninjam. Jika ada masalah, agunannya akan dilelang untuk menyelamatkan pinjaman. Tapi jika kita  percaya atau dipercaya, maka garansi sering tidak diperlukan. Misalnya pinjam meminjam personal dengan teman dekat atau saudara sekeluarga.

Sayangnya, urusan percaya tidak percsaya ini harus berhenti pada hal-hal yang sifatnya fisik belaka. Padahal kepercayaan itu hal yang abstrak. Saya membayangkan jika besok-besok giliran saya ditanya saat akan mengajukan pinjaman, kira-kira dialognya seperti ini:

Bank  : “Mbak, agunannya untuk pinjaman apa ini?

Saya  : “Agunan fisik saya tidak punya. Tapi saya punya Tuhan yang menjamin bahwa saya tidak akan menyalahgunakan pinjaman ini. Tuhan saya itu pemilik alam semesta, termasuk semua kekayaan bank ini.

Saya menyakini bahwa bank tidak akan pernah mengucurkan kredit pada orang yang penjaminnya adalah Tuhan , meskipun direktur banknya orang islam. Tuhan tidak laku dalam transaksi bisnis.

Bank karena sifatnya yang kapitalis, sangat wajar jika tidak percaya pada Tuhan. Atau minimal, tidak percaya pada kata-kata saya dan menganggapnya aneh. Bank tidak akan memberi pinjaman pada orang-orang aneh. Dan celakanya, mengikutsertakan Tuhan dalam membimbing langkah kita untuk membangun bisnis yang diridhoi-Nya bagi sebagian orang adalah hal yang aneh.

Seperti kata Nabi : Kelak ada suatu zaman dimana mempertahnkan kebenaran islam itu ibarat mengenggam bara api. Jika di genggam tangan terasa sangat panas bahkan terbakar, jika dilepaskan maka lepaslah islam sebagai pedoman hidup.

Saya kira zaman itu sudah tiba, sudah kita alami sehari-hari. Kita semestinya bersyukur jika bank tidak meminjami modal, karena dianggap aneh. Sungguh berbahaya sebenarnya buat bank dan mereka yang tidak dianggap aneh, jangan-jangan bara api itu sudah dibuang entah kemana.