Penulis: Drs. H. Mustofa Alcahmdani, MSI
Manusia diciptakan oleh Allah SWT memiliki spesifikasi tersendiri dibandingkan dengan makhluk lain. Hal ini dijelaskan pula oleh sang maha pencipta bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang terbaik.
Akal dan hati serta nafsu yang ada pada diri manusialah yang membedakan dengan makhluk lain. Salah satu komponen dalam diri manusia yang paling berpengaruh terhadap sikap, tingkah laku, pola fikir dan karakter adalah hati.
Jika manusia baik hatinya, maka akan baik pula tingkah lakunya. Sebaliknya jika jelek hatinya, akan jelek pula perilakunya.
Oleh karena itu, agama islam menjadi solusi terbaik untuk memperhatikan, memperbaiki hati dan etika. Moral atau akhlak seseorang tidak hanya sekedar tuntunan-tuntunan lahiriah tetapi juga menembus batas-batas jiwa.
Nabi Muhammad bersabda:
Innamaa bu‘istu liutammima makaarimal akhlaaq.
Artinya: Sesungguhnya aku diutus (oleh Allah) hanyalah untuk menyempurnakan akhlaq.
Wujud ketaatan pada Rasulullah Muhammad SAW, adalah refleksi rasa cinta kita pada Allah SWT. Semakin mendalam rasa cinta pada Allah maka akan muncul ketaatan yang semakin baik. Sehingga semakin baik kwalitas ibadah seseorang, maka itu adalah cerminan cintanya pada Allah.
Imam Syafii memberikan gambaran dalam sebuah syair-nya:
Ta’shil ilaaha wa anta tuthhiru hubbahu # hadza muhaalun fil fi’aali badiiu.
In kaana hubbuka shaadiqan lattha’athhu # Innal muhibba liman yuhibbu muthi’u.
Artinya: “Kamu bermaksiat kepada Tuhan, sedang engkau mengaku mencintai Tuhan # Sungguh itu sesuatu yang muhal dan lucu.
Jika engkau benar cinta kepada Allah pasti engkau taat kepada Allah # Sesungguhnya orang yang cinta, pasti menuruti kehendak orang yang dicintai.”
Dari proses cinta ini akan memunculkan ketaatan, lalu dari ketaatan muncul ketekunan beribadah. Kemudian dari ketekunan beribadah muncul ketenangan dan kedamaian. Terakhir, akan muncul kebahagiaan yang sesungguhnya, yang berhias akhlakul karimah dalam setiap langkah menapaki kehidupan.