Penulis: Rizal Al Hadqi

Malam ini seperti biasanya saya bersama seorang teman berniat minum kopi di jalan arteri Sidoarjo-Pasuruan samping tol Japanan. Satu alasan kami berangkat sebab kerisauan sepanjang hari berada di rumah. Selain itu, seminggu terakhir kami melakukan hal sama, dan hari ini kami mengulanginya teruntuk kedua kali di tempat yang sama.

Sebuah warung kopi tak sengaja kami temukan ketika kami mencari warung kopi, café dan semacamnya di daerah Gempol sekitarnya. Malam itu kami telah mencari beberapa opsi tempat minum kopi, namun alhasil sesaat setelah parkir, tiba-tiba sirine mobil polisi terdengar dari kejauhan. Sebab itu kami pun harus mencari tempat minum kopi yang lain.

Di sepanjang perjalanan mata tak lekas memejam walau waktu hampir menunjukkan pukul 12.00 WIB, mata begitu awas memandang kiri kanan untuk mencari tempat yang kami maksud. Pas disamping Tol Japanan, kami menemukan sebuah warung yang amat sangat sepi, hanya ada beberapa motor yang parkir.

Hanya ada beberapa orang yang bercengkrama dengansesamanya. Mungkin ini efek dari media yang gencar memberitakan pandemi Covid-19. Selama 1-2 Minggu setelah pemerintah mengumumkan siaga Covid-19. Kulihat Tol juga tak terlalu ramai berlalu lalang kendaraan roda empat. Pintu keluar tol juga sepi kendaraan yang mengantri untuk melakukan pembayaran tol.

Satu kopi saya pesan malam ini tanpa basa-basi, sedang temanku memilih es capucino sebagai pengisi meja. Suasana yang berbeda dibandingkan seminggu yang lalu. Saat itu suasana sangat berbeda, ramai banyak orang hingga ternyata saya pun tak kebagian kursi.

Saya melihat fenomena yang tak biasa, bagaimana bisa orang orang itu dan tentu saya sendiri, bisa pergi untuk minum kopi keluar rumah, padahal dilain sisi (pemerintah) sangat menganjurkan untuk tetap di rumah saja. Angka pasien positif Covid-19 terus bertambah setiap hari.

Fenomena yang sungguh unik yang mungkin perlu dibahas, apakah kebijakan yang dibuat pemerintah adalah seuatu kebohongan? Apakah keputusan dari pemerintah tidak berpengaruh pada rakyatnya? Apakah sudah hilang rasa kepercayaan pada pemerintah? Apakah manusia tidak takut pada covid-19?.

Pertanyaan pertanyaan tersebut tentu akan sangat berat jika tidak diiuraikan secara ilmiah. Sederhanya saja, minum kopi dan main game di warung kopi, di kerumunan banyak orang, tentu itu bukan bagian dari perilaku social distancing ataupun physichal distancing yang merupakan anjuran pemrintah saat ini.

Mungkin bagi mereka warung kopi merupakan cara paling ampuh untuk menhilangkan kepenatan di Rumah saja atau menjaga mood agar tetap tenang dan senang, dengan begitu imunitas tubuh akan semakin kuat.

Kemudian selain itu, mugkin minum kopi, keluar malam, nongkrong merupakan suatu tren budaya kaum muda yang tak bisa dihilangkan. Jika seminggu lalu sepi dan hari ini ramai, faktor apa yang merubah suasana warung kopi?

Jika beberapa premis sederhana diajukan sebagai uraian logika sederhananya seperti ini: kebiasaan anak muda pergi minum kopi malam hari, taanpa pergi ngopi anak muda bisa terserang stress dan kepenatan parah, banyak warung kopi buka di malam hari selama wabah corona. Dari premis yang disebutkan, bisa saja ditarik sebuah keimpulan: Karena minum kopi adalah kebiasaan yang tidak bisa ditinggal, maka anak muda pergi minum kopi di warung kopi meskipun tengah ada wabah corona.

Melihat keadaan hari ini bagi anak muda minum kopi bertemu dengan banyak orang, bercengkrama, canda tawa, main game sambil mengumpat merupakan obat terbaik untuk menghilangkan penat, nongkrong adalah kebahagian yang meningkatkan stimulus imun tubuh.

Karena jika kita tengah dalam kondisi merasakan kebahagiaan, maka terlukapun  sering tak berasa. Pengalaman saya waktu kecil begitu senangnya bermain bola sampai tidak merasakan sakit ketika jempol berdarah tersandung batu. Berbahagialah anak muda yang minum kopi.

Pemerintah mungkin tak melihat kebahagian masyarakatnya dengan cara sederhana itu. Yang ditunggu adalah kebijakan pemerintah yang akan muncul melihat warung kopi – warung kopi banyak yang dibuka kembali, dan masyarakat sudah mulai jenuh di rumah.