Belasan tahun lalu, ketika orang seumuran saya masih duduk di bangku TK dan bangku SD, maka lagu serta shalawat Hadad Alwi dan Sulis ibarat lagu wajib putar setiap bulan ramadhan, setiap ada acara-acara TPQ di masjid atau sebagai pengisi waktu senggang sebelum dimulai seremonial peringatan maulid nabi di sekolah. Lagu shalawat yang mereka sampaikan ke publik dengan beragam aransemen musik yang cukup modern, menjadi idola anak-anak pada masanya. Kebanyakan menampilkan keceriaan, kebahagiaan dan bangga bisa menyampaikan shalawat kepada Nabi Muhammad. Beberapa tahun kemudian Hadad Alwi pecah kongsi dengan Sulis. Semacam boyband One Direction membubarkan diri. Berbeda dengan Zayn Malik yang memutuskan keluar duluan sebab merasa bosan dengan keterkenalannya dan ingin hidup sebagaimana remaja seusianya, Hadad Alwi berpisah duet dengan Sulis sebab Sulis mulai tumbuh dewasa. Kurang bagus bekerjasama dengan perempuan yang sudah cukup dewasa. Namun duetnya tetap menjadi kenangan tersendiri, termasuk sebab kesuksesan mereka di dunia musik tanah air. Hadad Alwi dan Sulis menyabet beberapa penghargaan dari industri musik Indonesia dan merupakan nominator dalam Malaysia Music Award. Wikipedia melansir bahwa album “Cinta Rasul” adalah salah satu album terlaris sepanjang sejarah musik Indonesia. Kalau anda berasal dari generasi yang sedikit lebih tua, maka akan akrab dengan kelompok musik Nasida Ria. Di era tahun 80-90 an mereka adalah ‘rajanya’. Termasuk lagu yang paling terkenal baitnya berbunyi: “Perdamaian, perdamaian, perdamaian………  Banyak yang cinta damai, tapi perang makin ramai… Bingung, bingung…..” Saya ingat betul, dulu ketika SMP membaca buku  berjudul ‘Kyai Bejo, Kyai Untung, Kyai Hoki’, penulisnya Emha Ainun Najib memuji kelompok musik Nasida Ria ini. Intinya seperti ini: ‘Ketika banyak pihak masih meributkan musik itu halal atau haram, kelompok musik Nasida Ria sudah dan tetap keliling ke berbagai kota untuk berdakwah dan mengajak masyarakat bershalawat.” Kini dua nama fenomenal tersebut sudah jarang terdengar karyanya. Hadad Alwi sejak pisah dengan Sulis, kemudian datang kepadanya tuduhan syiah. Tuduhan syiah kepada Hadad Alwi datang dari kelompok tertentu dan secara terkoordinir disebarkan melalui blog, medsos, maupun website. Sebenarnya bukan hanya ke Hadad Alwi, banyak tokoh ulama dituduh syiah oleh kelompok ini. Termasuk misalnya ketua PBNU, KH. Said Aqil Sirajd. Sedangkan Nasida Ria, saya tidak tahu pasti kapan mereka mulai tidak populer, atau sebenarnya masih populer dan anak-anak mereka yang meneruskan shalawat dalam acara-acara off-air. Namun kerinduan akan grup musik shalawat yang mampu mengisi semangat jaman itu sudah terobati. Beberapa waktu terakhir mulai terkenal grup musik shalawat bernama Sabyan Gambus. Kelompok musik shalawat yang satu ini memiliki vokalis, yang kalau boleh saya tuliskan berperan sebagai: daya tarik utama. Ya vokalis bernama Nissa. Nama lengkapnya saya kurang tau, sebab profilnya memang kurang dipublikasikan. Beberapa pencarian di Google search tentang profil Sabyan juga malah bikin ‘kesel’. Coba anda cek sendiri. Namun, jika berkaca dari dua pendahulunya, duet Hadad Alwi-Sulis dan grup Nasida Ria, kelompok musik Sabyan punya prospek yang cukup cerah untuk beberapa tahun yang akan datang, bahkan bisa lebih lama lagi. Hal ini sebab tiga alasan, yaitu: Pertama, belum ada satu kelompok pun yang menyatakan kalau grup musik ini menyebarkan ajaran syiah, apalagi Yahudi. Sebagaimana fitnah yang dihadapi Hadad Alwi sebab menghilangkan nama sahabat Abu Bakar, Umar dan Utsman ra dalam lagu Yaa Thaiba-nya. Juga sebab menghadiri undangan menyanyi dari jamaah Syiah Madura, beliau di tuduh bagian kelompok Syiah. Dan anda tahu konsekuensinya bagi mereka yang tertuduh syiah di Indonesia. Cobaan paling ringan mendapat banyak cacian dan ujaran kebencian di komentar Youtube, Facebook atau Instagram, yang berat bisa sampai pengusiran dari tempat tinggal.
Sejauh yang saya baca-baca di kolom komentar video Sabyan, mereka masih sangat aman dari tuduhan-tuduhan yang menimpa Hadad Alwi.
Saya berbaik sangka Nissa dengan shalawat yang disyairkannya mampu menjadi jeda iklan yang menyejukkan bagi santri Youtube, ditengah mereka ngaji dari kitab-kitab berjudul bombastis, misalnya: ‘Heboh Ilmuwan A bilang kitab suci adalah fiksi’, ‘Tokoh A bilang ada Partai setan dan partai Tuhan’ dan segala jenisnya. Kedua, Salah satu faktor kenapa Nasida Ria tidak lagi digemari, ya sebab mereka tampil dengan semangat era 80-90 an. Mulai dari aransemen musik, tarian sederhana yang ditampilkan, sampai dengan dandanan dan kostum mereka. Maka  tidak heran beberapa cuplikan video mereka yang diposting oleh netizen, ya jadi bahan bercandaan saja, tidak lebih. “wah ini kesukaan ibu saya.” Kata beberapa warganet yang tidak mau disebut nama aslinya. Sedangkan Nisa Sabyan, datang dengan suasana yang baru. Tampilan lebih segar dan kekinian, namun tetap sopan dengan kerudung. Menutup aurat-lah intinya. Yaa, sejak orde baru gulung tikar, orang mulai mengekspresikan keberagamaannya dengan memakai busana-busana muslim yang sesuai anjuran, namun tetap kekinian. Seorang teman yang berjualan kerudung online kecil-kecilan menggunakan media Instagram saja, sehari bisa dapat 3 order. Dengan minimal pemesanan tiga item dalam satu paket 100 ribuan. Meriah bukan. Dan Nisa Sabyan tentu endorser terbaik untuk produk semacam itu. Ketiga, Sebab Nisa Sabyan adalah Nisa Sabyan. Dengan segala bakat, penampilan enerjik dan ekspresinya yang ceria.