Indonesia tersusun atas 70 % laut dan 30 % daratan. Potensi laut yang dimiliki sangat melimpah, mulai dari ribuan spesies ikan dan ribuan spesies terumbu karang yang menjadi daya tarik wisata di indonesia.
Namun, disisi lain terdapat permasalahan yang luput dari pengelolaan pemerintah. Hal ini bukan tentang Pariwisata, namun mengenai sumber daya laut yang lain. Terdapat puluhan daerah peisir atau kita sebut sebagai masyarakat nelayan yang belum tahu atau bahkan tidak dapat mengoptimalkan sumberdaya yang terdapat di laut tempat tinggal mereka, yakni pengoptimalan dalam hal pengelolaan perikanan atau hasil laut.
Pengelolaan ditempat lain yang sudah termasuk dalam kelompk industri perikanan dapat dilakukan dengan cara mengolahnya dalam berbagai bentuk makanan olahan hingga termasuk komoditi ekspor.
Permasalahan lain yang timbul dari permasalahan ini adalah ketidakmandirian masyarakat dalam melakukan kegiatan pengolahan tersebut. Selain itu, Industri yang menjadi basis pengolahan bukan merupakan milik masyarakat maupun milik bersama.
Setelah dari sisi pengelolaan, masyarakat tidak memliki penghasilan yang relatif tetap karena pendapatan yang diperoleh hanya berdasarkan hasil tangkapan laut yang diperoleh saat itu. Hal ini, menimbulkan dampak besar lain yaitu kerusakan lingkungan secara besar besaran dikarenakan adanya eksploitasi sumber daya yang berlebihan dan menggunakan alat tangkap yang tidak diperbolehkan dalam UU yaitu peraturan menteri kelautan No. 2 Tahun 2015.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka solusi yang dapat diterapkan yakni Aplikasi “ BANK IKAN”.
Berikut penjelasannya:
Konsep “BANK IKAN” yaitu dijalankan dengan menyetorkan sepuluh persen hasil tangkapan, baik berupa ikan, kepiting, udang dan lainnya dalam sebuah tempat yang kita sebut “BANK IKAN”.
Dana yag ada di bank tersebut berasal dari dana alokasi khusus daerah untuk kelautan yang hampir mirip dengan koperasi. Setiap pemasok ikan akan dicatat sesuai dengan harga pasar berikut data pemasok anggota kelompok desa maupun dinas kelautan setempat.
Kemudian dilakukan pengolahan hasil pasokan ikan ke berbagai jenis masakan olahan, yang kemudian di pasarkan. Hasil penjualan dapat dibagikan setiap bulan, sehingga masing masing anggota memperoleh penghasilan tetap setiap bulan.
Pegolahan dapat dilakukan atau dapat memberdayakan para istri nelayan pesisir sekitar. Dari penerapan itulah diharapkan dapat membangun perekonomian pesisir yang berujung pada terjaminnya kemandirian ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, dengan berdirinya lembaga “BANK IKAN” tersebut masyarakat dapat terus meningkatkan hubumgan baik antara tetangganya.
Inilah penerapan konsep nilai dasar pergerakan PMII yaitu “hablum min an–naas”, selain keharmonisan sosial meningkat pesat, perekonomian mandiri dan terjamin, maka resiko untuk merusak alam dapat diminimalisir atau bahkan dapat tercegah karena masyarakat tidak lagi bergantung untuk mengeksplorasi alam.
Selain masyarakat, lembaga pemerintahan, peran pemuda daerah pesisir sangatlah dibutuhkan misalnya dalam hal penyuluhan mengenai pemasaran strategik, inovasi produk, hingga perhitungan dan pengelolaan keuangan “BANK IKAN” tersebut. Peran pemuda akan terlihat lebih nyata dalam pembangunan dan perekonomian yang mandiri di daerahnya, khususnya daerah pesisir dalam hal ini. (Rif. ZK)