Salah satu permasalahan dunia usaha kita saat ini adalah bahwa selama kurang lebih 3 dekade terakhir kita mempercayai untuk dapat bersaing, kita harus memproduksi lebih banyak dan mencari biaya (produksi) yang lebih murah. Guna mencapai tujuan tersebut, kita kemudian mengurangi jumlah tenaga kerja dan menekan biaya produksi dengan material yang salah. Dan hasilnya ternyata jadi semakin sedikit negara yang mampu bersaing secara kompetitif dan kita memiliki lebih banyak pengangguran serta pemuda pencari kerja. Sehingga berarti globalisasi ekonomi tidak mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat dan malah menghasilkan kemiskinan. Jadi, intinya masalah lingkungan sudah menjadi masalah utama bagi dunia. Hal itu menjadi perhatian bagi para pakar lingkungan untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Oleh karena itulah, Kemudian kita mulai harus memikirkan bagaimana menghadirkan nilai tambah dan keuntungan ekonomi yang stabil untuk jangka panjang.

Merubah Sistem Ekonomi

Prof. Dr. Gunter Pauli, Chairman of Zero Emission Research and Initiative, mengajak untuk merubah sisitem ekonomi secara drastis. Ambil contoh dalam produksi dan konsumsi kopi. Dalam setiap konsumsi kopi, konsumen hanya mengkonsumsi 0,2% saja dari bahan. Sementara 99,8% persen bahan dibuang dan kita tidak memikirkannya. Prof. Gunter dengan konsep Blue Economy-nya menyatakan mampu mengelola 3000 kebun kopi sekaligus menjadi kebun jamur. Hasil Limbah dari jamur juga menjadi pakan ternak. Artinya dengan satu produk kopi dapat diambil 3 manfaat dan mempekerjakan empat kali lebih banyak pekerja. Sehingga menurutnya kita harus punya prinsip: “Kita tidak memaksa bumi untuk memproduksi lebih, tapi kita yang melakukan lebih sementara bumi tetap memproduksi yang sama.” Blue Economy sendiri menurut Dr. Sri Woro Harijono, M.Sc memiliki beberapa prinsip, yaitu: Pertama, jangan membuang sisa produksi baik ke udara, maupun ke laut. Kedua, harus menjaga sustainability atau keawetan. Sehingga penggunaan energi dalam produksi harus mempertimbangkan kebutuhannya pada masa yang akan datang. Ketiga, menggunakan minimum waste management, atau usaha supaya barang sisa bisa menjadi produk lagi. Dengan penekanan pada inovasi, pembaharuan yang murah dan juga melibatkan masyarakat di dalamnya. Yang membuatnya berbeda dengan green economy ialah, blue economy mencegah terjadinya limbah dari awal sedangkan green economy hanya mengurangi pencemaran yang sudah ada.

Penerapan

Sebagaimana tadi inovasi Prof. Gunter dalam pengolahan limbah kopi, beberapa praktisi dalam seminar yang di selenggarakan Kementrian Kelautan dan WWF pada tahun 2012 lalu memunculkan beberapa ide: Di antaranya skema bisnis untuk pengelolaan kawasan laut yang mempertimbangkan ekologi, ekonomi dan sosisal wilayah, pengelolaan limbah perut ikan dari industri masyarakat di pantai selatan Gunung Kidul menjadi Silae, pengelolaan limbah buah kelapa dari industri hotel dan restoran di Denpasar menjadi cocofiber, dll. Dari perspektif konsumen, Yunus Fransiscus, M.Sc., selaku ketua Pusat Studi Lingkungan (PSL) Ubaya, mengajak kita untuk merubah mindset. Secara sederhana kita harusnya memilih produk yang sedikit lebih mahal namun tidak merugikan lingkungan. Kita harus menjadi konsumen yang lebih cerdas dalam memilih. Memang daya beli masyarakat Indonesia belum setinggi itu hingga dapat memilih produk yang lebih mahal, namun dengan adanya MEA dan AFTA, kita juga terseret dalam perubahan paradigma sehingga hal itu bisa dilakukan. Yunus bahkan mengatakan bahwa kemungkinan 5 atau 10 tahun lagi, sudah banyak industri di Indonesia yang menerapkan blue economy. Yang terpenting sekarang adalah adanya sukarelawan industri yang menerapkanya dan menciptakan success story, sehingga lebih banyak lagi industri yang melihat kemudian menerapkannya. Pemerintah juga diharapkan memberi ruang lebih luas dan framework regulasi seperti keringanan pajak, sehingga akan membuat proses penerapan blue economy menjadi semakin cepat.Tahap awal sendiri agar lebih banyak lagi bantuan dana, teknis dan manajemen sehingga mempercepat terbentuknya kesuksesan penerapan blue economy.