Industri buku tengah dihadapkan pada disrupsi. Perubahan perilaku pembeli (pembaca), perkembangan teknologi dan kondisi ekonomi (daya beli) dituding menjadi penyebabnya. Situasi yang juga dialami oleh beragam sektor industri lain.
Faktor pertama dan kedua jelas bisa kita amati dan berdampak besar pada jenis buku cetak. Masyarakat mulai beralih ke buku-buku digital. Baik yang diakses via platform legal maupun buku-buku bajakan dengan format .pdf yang banyak tersebar gratis di grup-grup WhatsApp dan Telegram.
Buku digital jadi pilihan menarik. Hemat tempat, biaya dan bisa diakses dari mana saja. Bagi yang terdistribusi legal, hasil kerjasama antara platform buku digital dengan penerbit, jelas tidak ada masalah. Ini menjadi bentuk adaptasi bagus dari pelaku industri buku atas disrupsi teknologi.
Baca juga: Kuliah bisnis digital terbaik di Solo Raya
Masalah muncul bagi buku bajakan. Sekarang buku bajakan dijual berupa file .pdf yang dijual sangat murah lalu bisa dikirimkan ke email atau WhatsApp pembelinya.
Beberapa pekan terakhir, rekan-rekan penerbit di grup Ikatan Penerbit Indonesia Jatim mengeluhkan kondisi serupa. Tapi belum ada tindakan memuaskan dari pengelola e-commerce maupun penegak hukum.
Minat baca masyarakat masih saja rendah. Survey Perpusnas (2017) menemukan rata-rata orang Indonesia membaca buku kurang dari satu jam per hari. Selain itu, buku belum menjadi prioritas dalam anggaran belanja rumah tangga. Keterbatasan daya beli membuat buku ada di antrian belakang dibanding kebutuhan sandang, pangan, papan, bahkan belanja internet dan item gaya hidup.
Namun industri buku akan tetap hidup. Selagi ada lembaga pendidikan dari level yang paling dasar hingga pendidikan tinggi. Juga selama pemerintah maupun pegiat non-pemerintah terus berupaya memperbaiki literasi kita, yang tertinggal jauh dari Amerika dan China.
Pelaku industri buku juga dituntut semakin kreatif, seperti yang dilakukan Toko Buku Akik di Jogja. Mereka berhasil memadukan toko buku dengan perpustakaan serta ruang publik. Ditambah suasana yang unik menjadikan minat berkunjung dan berbelanja meningkat.
Di bagian hulu, penulis, perusahaan penerbit buku, serta Perpustakaan Nasional perlu terus melanjutkan upaya perbaikan kualitas buku.