Penulis: Luthfi Hamdani

Yayasan Lentera Anak (YLA) melaporkan Djarum Foundation dalam bhakti olah raga berupa audisi pencarian bakat atlet bulu tangkis kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) di Jakarta, pada Jumat, 15 Februari 2019. (Gatra.com)

YLA menuduh adanya audisi tersebut, sebagai bentuk tindakan ekploitasi anak dan pencitraan perusahaan.

Secara lebih lengkap, Lentera Anak meminta, Djarum tidak memanfaatkan tubuh anak sebagai media promosi brand image produk tembakau tertentu. Termasuk mengharuskan peserta mengenakan kaos dengan tulisan Djarum, yang merupakan brand image produk zat adiktif yang berbahaya.

Menurut Lisda Sundari, Ketua Yayasan Lentera Anak, pemanfaatan tubuh anak sebagai media promosi merupakan salah satu bentuk eksploitasi secara ekonomi seperti yang tertuang di Pasal 66 UU Perlindungan Anak No. 35/2014.

Lisda menilai, taktik promosi dengan kaos dapat meningkatkan kesadaran terhadap brand produk Djarum. “Sementara itu, anak-anak tidak menyadarinya dan mengikuti audisi hanya untuk mengembangkan dirinya sebagai atlet bulutangkis,” katanya.

Dampak dari polemik gugatan tersebut, pada tanggal 7 september 2019, melalui akun Twitter @PBDjarum, diumumkan bahwa Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis yang telah mereka adakan sejak 2006, akan diakhiri pada tahun ini.

Keputusan ini tentu mendapatkan berbagai bentuk respon, namun sejauh saya baca-baca di reply posting tweet tersebut, mayoritas netizen menyayangkan keputusan PB Djarum. Netizen juga merasa kesal dengan tindakan atau gugatan yang dilayangkan oleh Yayasan Lentera Anak, hingga berdampak jauh.

Tentu simpati netizen pada PB Djarum dilandasi track record dari PB Djarum yang telah banyak memberikan kontribusi kepada dunia olahraga Indonesia, terkhusus bulutangkis.

Mengutip dari situs web djarumfoundation.org, dijelaskan bahwa Djarum Beasiswa Bulutangkis merupakan satu dari lima jenis program CSR yang dimiliki oleh Djarum Foundation. Dijabarkan pula bahwa 11 atlet PB Djarum mempersembahkan medali olimpiade untuk Indonesia yaitu Alan Budikusuma, Ardy B. Wiranata, Eddy Hartono, Rudy Gunawan, Antonius Budi Ariantho, Denny Kantono, Minarti Timur, Eng Hian, Maria Kristin, Tontowi Ahmad, dan Liliyana Natsir”

Djarum Foundation memiliki filosofi “Lahir Dari Dalam Dan Berkembang Bersama Lingkungan” semenjak didirikan 30 April 1986 oleh Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono. Mereka berdua memiliki misi memajukan Indonesia menjadi negara digdaya yang seutuhnya.

Sementara itu, Mohammad Haqqi dari Komunitas Smoke-Free Bandung memberikan dukungan pada gugatan dari Yayasan Lentera Anak, ia menyatakan:

“Penyelenggaraan audisi Djarum telah melanggar Peraturan Walikota Bandung No. 315 Tahun 2017 Pasal 8. Pasal ini menyebutkan, setiap orang dilarang untuk mengiklankan, mempromosikan dan memberikan sponsor di seluruh kawasan tanpa rokok.” (Gatra.com, 2019)

Haqqi berharap Walikota Bandung turun tangan mencegahan terjadinya eksploitasi anak pada audisi ini.

“Salah satu indikator Kota Layak Anak, berkomitmen melindungi anak-anak dari target (pemasaran) industri rokok, dengan melarang segala bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok,” katanya.

 

POLEMIK CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY

Keberadaan Djarum Beasiswa Bulutangkis yang menjadi bagian dari Corporate Social Initiative PT. Djarum tentu bisa diperdebatkan, hal ini terutama sebab produk rokok dinilai oleh banyak kalangan, terutama medis, memiliki berbagai dampak buruk bagi kesehatan masyarakat. Berbagai zat yang terkandung dalam rokok ditegarai berpotensi menimbulkan berbagai macam penyakit.

Namun di sisi lain, inisiatif CSR perusahaan telah dirasa memberikan banyak kontribusi bagi masyarakat, dalam berbagai bentuk.

Corporate social responsibility bisa dipahami sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komuniti lokal dan masyarakat secara lebih luas (Sankat, Clement K, 2002).

Berikutnya menurut Dougherty (2003), tanggung jawab sosial merupakan perkembangan proses untuk mengevaluasi stakeholders dan tuntutan lingkungan serta implementasi program-program untuk menangani isu-isu sosial. Tanggung jawab sosial berkaitan dengan kode-kode etik, sumbangan perusahaan program-program community relations dan tindakan mematuhi hukum.

Tujuan dari CSR adalah (Saputri, 2011):

Untuk meningkatkan citra perusahaan, biasanya secara implisit, asumsi bahwa perilaku perusahaan secara fundamental adalah baik.

Untuk membebaskan akuntabilitas organisasi atas dasar asumsi adanya kontrak sosial di antara organisasi dan masyarakat.

Sebagai perpanjangan dari pelaporan keuangan tradisional dan tujuannya adalah untuk memberikan informasi kepada investor.

Ada beberapa kritik terkait motif CSR perusahaan. Apalagi jika penilaian hanya berbicara soal Corporate Social Responsibility yang merupakan sebuah skema, di mana untuk menutupi eksploitasi, maka perusahaan akan membagikan sedikit bantuan untuk masyarakat. Perlu diketahui, CSR itu ada karena perintah undang-undang dan bukan jaminan akan suatu indikasi kesejahteraan. CSR itu sendiri ibarat kamuflase atas tindakan eksploitasi yang dijalankan.

Menurut Sheehy (2015) dalam ‘Defining CSR: Problem and Solutions’, menurutnya merupakan regulasi diri bisnis swasta internasional yang sebagai perkembangan dari situasi sosial politik. Karena CSR sendiri dapat dimaknai sebagai tindakan filantropis bagian dari pengorbanan keuntungan korporasi dan melampaui kepatuhan. Karena munculnya aneka pelanggaran HAM oleh eksploitasi, maka secara internasional menyepakati membentuk aturan lunak ini.

Aguinis dan Glavas (2012) dalam jurnal berjudul ‘What We Know and Don’t Know About Corporate Social Responsibility: A Review and Research Agenda’ melakukan tinjauan komprehensif dengan mengkaji literatur tentang CSR, yang mencakup 700 sumber akademik dari berbagai bidang termasuk perilaku organisasi, strategi perusahaan, pemasaran dan HRM.

Ditemukan bahwa alasan utama bagi perusahaan untuk terlibat dalam CSR adalah manfaat keuangan yang diharapkan terkait dengan CSR, daripada termotivasi keinginan untuk bertanggung jawab kepada masyarakat. Artinya ada motif bisnis dan politik yang berkaitan dengan akumulasi profit.

Melihat definisi dan tujuan CSR tersebut, kita bisa berdebat panjang tentang apakah seharusnya tetap berjalan atau tidak Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis dari PB Djarum. Selain itu, memang sejak dulu, perdebatan terkait industri rokok ini telah berlangsung sengit dan memiliki cakupan multidimensi; ekonomi, kesehatan, agama, sosial, lingkungan dan sebagainya. Juga tidak pernah bisa ada titik temu.

Kalau saya berpendapat, seharusnya Audisi Umum Beasiswa Bulutangkis dari PB Djarum tetap diadakan. Karena prestasi dan komitmennya telah teruji, hingga alumninya memenangi berbagai ajang bulutangkis dunia dan bulutangkis jadi salah satu cabang olahraga kebanggan Indonesia.

Selain itu, memutus secara dadakan kaderisasi atlit di cabang olahraga ini kurang menguntungkan bagi Indonesia, kecuali ada lembaga lain yang mampu dan bersedia melakukan proses yang sama sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh Djarum.

Bahwa rokok berbahaya bagi kesehatan masyarakat dan menjebak mereka dalam konsumsi yang nir-faedah, tentu saya juga sepakat. Namun perlu upaya panjang untuk menyelesaikan masalah secara bijaksana.