Beberapa hari yang lalu, seorang teman menyampaikan keluhan penyanyi idolanya. Seorang penyanyi indie. Dalam salah satu seni di kampus, karena kebetulan menjadi panitia, dia bisa ngobrol dekat dengan penyanyi tersebut. Seorang musisi lokal yang akrab dikenal dengan lagu-lagu berisi potret fenomena dan kritik sosial.

“Bangkrut pasar musikku lawan Via Vallen dan Nella Kharisma.”

Dangdut koplo memang sedang mendapat momentum kebangkitannya beberapa waktu terakhir. Di gawangi sederet nama bintang seperti Nella Kharisma, Via Vallen, Wiwik Sagita, Rena KDI, Ratna Antika dan Jihan Audi (juga yang lain tentu saja) dangdut koplo jadi hiburan yang sangat digemari. Bahkan mengantar mega bintangnya, Via vallen, beberapa kali masuk industri TV swasta nasional.

Tahu gak kalau berdasarkan viewer di Youtube, lagu ‘Jaran Goyang’-nya (110 M) Nella Kharisma dan lagu ‘Sayang’-nya (112 M) Via Vallen, jauh mengalahkan viewer-nya Agnez Mo yang ‘Long As I Get Paid’ (20 M) yang fenomenal itu, go internasional. Ya, meskipun Agnez Mo memang belakangan posting-nya. Tapi kelihatannya berat juga nyusul viewer dua superstar dangdut koplo tadi.

Video mbak Via dan dek Nella, tentu jauh melewati dibanding hasil nyambi nge-vlog Pak Jokowi. Pada video dengan viewer terbanyak, berjudul ‘Pak Jokowi & Ibu Iriana Dansa Mepago Saireri – Tinjau Pengembangan Bandara Marinda Raja Ampat’ di akun verified ‘Jokowi Presiden RI ke 7’, belio cuma mencapai viewer 29 K. Jauh bukan?

Arief Muhammad yang masuk penghargaan di ajang Influence Asia 2017, viewer-nya berkisar 2 M saja. Influencer itu orang-orang yang ditengah kemajuan media dan teknologi dianggap punya kemampuan mempengaruhi perilaku dan opinin orang lain. Seringkali digunakan dalam ranah pemasaran, endorsement. Jadi, dilihat dari viewer (di luar aspek yang lain), tahu kan kalau Nella dan Via lebih bisa mengubah perilaku dan pengaruhi opini orang lain?

Kadang kalah di kemampuan bahasa saja.~~~~~

Lalu apa sebenarnya yang membuat dangdut koplo melejit?

Pertama

Musiknya memang enak untuk joget. Kalau menurut Mas Nurani Soyomukti seni itu adalah perlawanan, dan musti memiliki unsur humanis maka dangdut koplo memilih rel yang lain: Seni itu ya hiburan dan jogetan, serta kata-kata khas: ‘hak-e hak-e’ dan ‘Jihaaaaan, goyang dong. ~~~ sudah papaaaaa.~~~~’, ‘Mas Malik, Gennddoooonggg…’. Ditambah ketukan gendang, lengkap sudah kesempurnaan telinga pendengar. Sisi humanis dan kerakyatan dangdut koplo ada juga kok, di nomor dua.

Kedua, Koplo mewakili cerita-cerita dan ironi di tengah masyarakat. Banyak lirik dalam dangdut koplo mengangkat ironi kehidupan masyarakat. Mereka yang lemah, yang pesisir, sub-urban, wong ndeso, yang miskin. Apakah untuk fondasi perlawanan? Tentu saja tidak, yaa sekedar ‘ayolah ironi hidup kita ini di bikin santai  saja, dan dibiking goyang.’

  1. Koplo mengajarkan cinta bukan sebab harta: ‘tiwas tuku ninja jebule milih vespa, roso tresno kui duduk amergo bondho…. Syalalala…’ (Nella: Ninja Opo Vespa)
  2. Koplo mengajarkan kejujuran dan to the point: ‘yen kowe gelem tak saying, yo ojo di gawe bimbang, ojo kakean alasan…’ (Via Vallen: Pikir Keri)
  3. Koplo mengajarkan kerja keras: ‘pingine sugih bondho, neng ragelem rekoso, pengen uripe mulyoooo, kerjoooooo……!’ (Nella K: Stel Kendo)

Ketiga

 Masyarakat malas dengan musik yang isinya berat-berat. Itulah kenapa lagu Efek Rumah Kaca dan Banda Neira gak sebanyak dangdut koplo viewer-nya. Rakyat kita itu butuh hiburan, capek kerja, capek hidup capek beribadah~~~solusinya yaa dangdut koplo. Kalau diajak kritik sosial, mendengarkan lirik sastrawi atau penyanyi perempuan yang sopan-sopan. Yaa malas.

Walaupun segmen yang begitu-begitu ada juga. Santai saja mbak Rara Sekar….

Keempat

 Indonesia adalah negara dengan pengguna internet tertinggi nomer empat di dunia. 112 juta penduduk kita adalah pengguna internet aktif, yang tentu saja di masing-masing hape mereka ada aplikasi Youtube. Lalu mayoritas penduduk kita tinggal dan merupakan orang Jawa. Jadi tahu kan kenapa begitu tinggi jumlah viewer dangdut koplo yang identik (atau identitas) dengan masyarakat Jawa?

Kelima

Dangdut koplo itu mewakili segmen konsumen pencari ‘murah meriah’, sehingga ramai di Indonesia. Masuk tanpa tiket. Tanpa perlu minder masuk hall atau graha, paling pol di lapangan TNI atau lapangan kampong. Tanpa HTM. Tahu kan Indonesia surga ‘produk’ murah meriah? Surga bonus dan potongan harga……

Biar yang punya hajatan nikahan, bersih desa dan pesta rakyat yang bayar gaji Via Vallen dan Nella Kharisma.

Keenam

 (Ini yang paling penting) dangdut koplo menyediakan wadah untuk melampiaskan ego kelompok dan konflik antar kelompok. Indonesia ini surganya ormas. Surga bagi kelompok-kelompok yang bisa menguasai massa: lewat fans club, lewat kecintaan pada reptile, lewat semboyan ‘paling pancasila dan paling Indonesia’, atau lewat perguruan bela diri.

Kalau tesis Prof. Erani Yustika, pakar ekonomi-politik Universitas Brawijaya (sementara di kampus islam sebelahnya, jarang ada pakar, tapi banyak petualang politik) menyatakan kemajemukan, keberagaman atau etnisitas inilah yang juga faktor penyebab lembatnya pembangunan ekonomi-politik kita. Lebih dari itu, bagi penulis:

ego kelompok ini yang bikin kita kisruh gak selesai-selesai. Disengaja atau gak disengaja. Iseng-iseng atau serius. Mulai sebab hukum memilih pemimpin beda agama, sebab bid’ah sampai senggolan pas nonton dangdut koplo.

Semuanya bisa punya potensi bentrokan dan konflik horizontal.

Yang hari-hari ini kita khawatirkan sebab pertengkaran atau konflik itu cuma diekspresikan lewat fitnah hoax, sindiran di status Facebook, di caption Instagram, di Snapgram, di Whatsapp story. Akumulasi kebencian dan permusuhan yang dikhawatirkan jadi bahaya laten jika meledak sewaktu-waktu.

Lha, dangdut koplo menyediakan arena untuk menyelesaikan urusan yang belum selesai seperti itu. Di sebuah lapangan terbuka. Secara jantan pula, ketemu langsung dan mukul langsung, bukan virtual. Benci yaa di lampiaskan disana, setelah itu wallahu a’lam. Pukul-pukulan, digiring TNI dan polisi, selesai.

Besok ketemu lagi di warung kopi dengan hati yang lebih plong. Atau setidaknya bisa gagah-gagahan ke adik tingkat perguruan adalah suatu kebanggaan, sebab kemarin bisa mukul lebih banyak ke lawan dari perguruan beladiri sebelah. Ya, pas nonton konser dangdut koplo.

Jadi tahu kan kenapa dangdut koplo ini budaya arus utama masyarakat yang terus naik daun pemerintah perlu perhatikan?

,Yaa, benar. Sebab viewer vlog Presiden masih kalah jauh dengan penonton video klip Jaran Goyang…. ‘hak-e, hak-e………………… Goyang dong, sudah papa…… Syudaaahhhh..!