Dr. Suharnomo, Msi, seorang pengajar Manajemen, dalam sebuah presentasinya di Semarang, menyampaikan statement:

“Pengalaman nyata saya, ketika pendaftaran PNS dengan kuota cuma belasan orang, pendaftarnya mencapai ratusan. Kuota yang diperkecil oleh budaya nepotisme yang masih membandel di negeri ini. Sementara jika ada lowongan dari multinasional company, jika kuota sekitar 10 saja, pendafarnya Cuma belasan.”

Lanjut beliau, fenomena ini tentu disebabkan beberapa faktor, tentu yang paling utama adalah kualifikasi dalam kompetensi manusia kita (qualified workers), tidak mampu mengimbangi gerak dunia kerja. Atau juga sebab sudah cukup kompeten dalam bidangnya tapi lemah dalam kemampuan bahasa Inggris. Sehingga peluang bersaing dalam ruang global jadi terhambat.

Sehingga jika dikumpulkan, ada beberapa isu utama yang muncul dalam dunia kerja kita saat ini, yaitu:

  1. Shortage of Qualified Worker (kekurangan pekerja berkualitas)
  2. Compliance with Government regulation (penyesuaian dengan kinerja pemerintah)
  3. Increasing cost of Benefits (peningkatan biaya manfaat)
  4. Rising Taxes (kenaikan pajak)

Beberapa isu tersebut muncul beriringan dengan tranformasi dunia industri kita yang dampaknya begitu terasa. Saat ini, dunia industri kita sedang masuk pada era yang akrab disebut Industrial Revolution 4.0 dan kita begitu akrab dengan istilah disruptive Innovation.

Jika mau ditelusuri ke belakang, setidaknya kita telah melampaui empat periode atau fase dari Revolusi Industri,

Pertama, (1.0) Periode ini terjadi ketika James Watt menemukan mesin uap, sekitar tahun 1700. Mulailah dunia industri akrab dengan istilah efisiensi. Pada periode ini muncul juga nama Frederick Winslow Taylor (1856 – 1915). Dalam era ini mulai ramai perbudakan, warga kulit hitam banyak ditempatkan di perkebunan sementara warga China banyak di bidang kereta api.

Kedua, (2.0)  dengan ditemukannya listrik oleh James Watt dan kawan-kawannya.

Ketiga, (3.0) Komputerisasi atau penggunaan komputer seara massal.

Keempat (4.0) dimana kita masuk pada era Internet of thing. Seperti saat ini.

Peubahan Peran manajer sumberdaya manusia juga berubah, atau mngalami proses perubahan besar (dramatic shift) yang semula fungsi awalnya sebagai tenaga administratif berubah menuju peran dan fungsi yang lebih menekankan pada strategi dan penting HRM System.

Secara lebih rinci, peran dan fungsi manajemen SDM yang semula dijabarkan dalam beberapa fungsi berikut:

  1. The Personnel Perspective: dimana perusahann hanya melakukan rekrutmen dan membayar upah tanpa melakukan pengembangan kualitas.
  2. The Compensation Perspective: Perusahaan punya beberapa strategi seperti bonus, insentif dan pola penggajian yang berbeda untuk membedakan karyawan yang berkinerja tinggi atau rendah.
  3. The Alignment perspective: Perusahaan jarang meu berinvestasi untuk memahami dan mengoptimalkan kemapuan departemen SDM.
  4. The High performance perspective: Eksekutif melihat manajemen SDM sebagai fungsi yang melekat di dalam fungsi yang lebih besar yaitu implementasi stretegi. Perusahaan mengelola dan mengukur hubungan antara sistem manajemen SDM dengan sistem prusahaan dan hubungannya dengan kinerja perusahaan. (Becker,2001)

Berubah atau bertransormasi menjadi:

  1. Becoming a partner ini strategy exeecution: Bersama CEO menyusun strategi perusahaan.
  2. Becoming an administrative expert: dimana fungsi-fungsi administrasi harus dijalankan dengan baik untuk meningkatkan efisiensi, bermuara pada pengurangan biaya.
  3. Becoming an employee champion: dalam fungsi ini, departemen SDM mempunyai tugas membuat nyaman semua komponen perusahaan. Atau menjembatani aspirasi karyawan kepada CEO.
  4. Become a change agent: Melakukan penyesuaian diri dengan perubahan atau transformasi organisasi.

Dalam perspektif baru ini, HR function dilihat sebagai bagian integral perusahaan selain pemasaran, produksi, keuangan, legal, dan sebaginya. Pada strategic HR Approah, wakil direktur MSDM jadi bagian dari management team. (Anthony dan Parrewe, 1999)

Dalam paradigma Sumberdaya Manusia versi Levi Strauss, diakui atau tidak saat ini aset utama lembaga profit maupun non-profit adalah manusianya (people).

Lalu manusia yang bagaimana?

Karakter manusia dalam perspektif Manajemen (jika dilihat dari involvement-nya) sumberdaya manusia dikelompokkan jadi empat, yaitu:

  1. Super Keeper: adalah mereka yang bekerja sangat memuaskan. Apabila diibaratkan, ketika instansi membutuhkan 8 poin kerja darinya, dia memberikan sepuluh poin. Selain itu, mampu menjadi contoh dan motivasi bagi yang lain sebab kemurah hatian untuk sharing dan berkomunikasi.
  2. Keeper: Pekerjaan mereka sangat baik (excellent), namun berbeda dengan yang super keeper, tipe keeper masih dominan memntingkan diri sendiri. Atau berhitung scarcity/ kelangkaan, : “kalau saya kasih informasi dan ilmu ke mereka, mereka bakal jadi kompetitor saya.”
  3. Mereka yang biasa-biasa saja. Atau memiliki kemapuan dan kinerja yang rata-rata. Tipe ini biasanya mendominasi jumlah 80% orang dalam isntansi
  4. Misfit: Adalah mereka yang memiliki masalah. Penanganannya jika tidak bisa di bina, maka harus dihentikan. Jumlah ambang batas maksimal jumlah orang bermasalah dalam instansi adalah setidaknya dua orang, sebab akan merusak kondusifitas jika tidak diambil tindakan tegas.

Sehingga, menghadapi persaingan industri yang semakin terbuka di tengah era internet, selain kompetensi tentu perusahaan perlu memiliki atau menumbuhkan karakter super keeper pada diri semua anggotanya.