Penulis: Muhammad Izzudin*
Ketegangan dan gesekan kembali terjadi di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang. Pada Kamis (21/11) pagi di Dusun Bokorsari, keributan antara Penjaga Kebun (PK) PTPN XII Pancursari dengan petani warga Desa Tegalrejo (berinisial B, Sh, dan W) kembali meletus di lahan garap yang sudah diusahakan betahun-tahun lamanya.
Keributan antara kedua belah pihak ini terjadi di lahan yang sampai saat ini dipersengketakan oleh Warga Desa Tegalrejo dengan PTPN XII Pancursari. Tepatnya pada pukul 09.15 WIB, saat tiga petani hendak melakukan aktivitas pertanian di lahan mereka yang berdekatan dengan lahan PTPN XII Pancursari, tiba-tiba ketiga petani tersebut didatangi oleh empat Penjaga Kebun (PK) PTPN XII Pancursari.
Setelah itu, salah satu dari empat PK tersebut (berinisial Su), langsung melayangkan tuduhan sebagai pelaku pembakar rumput di area lahan PTPN XII Pancursari yang berupa tegakan karet kepada ketiga petani penggarap.
Tuduhan PK tersebut merupakan pernyataan ngawur atau asal-asalan hanya dengan dasar bahwa lokasi yang sedang digarap oleh ketiga petani tersebut berdekatan dengan (bekas rumput terbakar) area tegakan karet PTPN XII Pancursari.
Seketika ketiga petani penggarap tersebut melakukan reaksi melawan dengan langsung mencela pernyataan atas tuduhan yang dilayangkan oleh Penjaga Kebun. Karena situasi tersebut, cekcok atau adu mulut tak dapat dihindari.
Sampai pada akhirnya, keempat PK pulang atau kembali ke tempatnya masing-masing dan disusul oleh Wakil Manajer PTPN XII Pancursari dengan dibarengi dua Brimob yang juga menuju ke tempat S (salah satu PK yang menuduh ketiga petani penggarap).
Tak lama seusai PK kembali ke tempat asalnya masing-masing, sebanyak kurang lebih empat puluhan (40) warga Desa Tegalrejo yang lain merapat ke lokasi tempat cekcok/adu mulut untuk mengetahui dan membela rekan sesama petani penggarap.
Setelah didapat cukup keterangan dari ketiga petani yang didatangi PK, lantas keempat puluh petani penggarap lainnya hendak berencana mendatangi PK tersebut untuk memperjelas situasi dan menyatakan ketegasan sikapnya atas penolakan aktivitas atau kegiatan PTPN XII Pancursari di area lahan garap petani Desa Tegalrejo. Namun, niat tersebut diurungkan karena dikhawatirkan akan rentan terjadi kegaduhan larut yang melibatkan kedua belah pihak.
Ketiga petani penggarap tersebut (B, Sh, W) merupakan anggota dari Serikat Perjuangan Petani Tegalrejo (SPPT) yang kini sedang memperjuangkan hak atas tanahnya yang sedang diklaim oleh PTPN XII Pancursari. Situasi gaduh dan tegang semacam itu kerapkali terjadi di Desa Tegalrejo lantaran konflik agraria antara petani dengan PTPN XII Pancursari tak kunjung terselesaikan.
Bahkan belum lama ini (7/11/2019), telah terjadi pengrusakan dan pencabutan tanaman petani Desa Tegalrejo oleh 30 orang pegawai PTPN XII Pancursari yang dikawal aparat Brimob dan Preman bayaran.
Tak hanya pengrusakan, petani Desa Tegalrejo saat itu juga diancam atau diintimidasi dengan hunusan senjata tajam oleh sejumlah preman bayaran dan aparat brimob agar petani meninggalkan lahan garapannya yang sudah diusahakannya selama bertahun-tahun. Padahal lokasi yang sudah diusahakan petani dan warga berupa lahan garap, pemukiman, fasilitas umum-fasilitas sosial, dan bahkan fasilitas Adminisratif Pemerintahan Desa Tegalrejo ini merupakan hak warga Desa Tegalrejo.
Klaim PTPN XII Pancursari ini menyebabkan terjadinya tumpang tindih dengan area Desa Tegalrejo yang berdampak langsung pada sendi-sendi kehidupan warga Desa Tegalrejo. Selain pada sejarahnya perusahan plat merah ini yang telah merampas tanah-tanah warga Desa Tegalrejo, berdasarkan informasi yang didapat, PTPN XII Pancursari telah melakukan perbuatan yang mencederai proses hukum yang berlaku.
Hal ini dikarenakan tidak dilaksanakannya kewajiban terkait penyelesaian atas adanya tanah-tanah garapan rakyat oleh pihak PT. Perkebunan XIII yang kini atas nama PTPN XII Pancursari yang tercantum SK Menteri Dalam Negeri No. 35/HGU/DA/88 tentang Pemberian HGU PT. Perkebunan XXIII.
Pun perusahaan plat merah ini tidak melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana tercantum dalam SK Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3-VIII-1996 tentang Kebijaksanaan Penataan Kembali Areal Perkebunan dalam Perusahaan PT. Perkebunan XXIII serta SK Menteri Agraria/Badan Pertanahan Nasional No. 4-VIII-1996 tentang Pembatalan Secara Parsial Keputusan Pemberian HGU Kepada PT. Perkebunan XXIII Berdasarkan SK Menteri Dalam Negeri No. 35/HGU/DA/88.
Hal tersebut senada dengan putusan Pengadilan Negeri Kepanjen yang memenangkan gugatan perdata warga Desa Tegalrejo atas PTPN XII dengan nomor perkara 93/Pdt.G/PN.Kpn pada 31 Oktober 2019 yang menyatakan bahwa (1) sertifikat HGU No. 2 tahun 2010 di Desa Tegalrejo atas nama PTPN XII Pancursari Tidak Sah dan Tidak Mempunyai Kekuatan Hukum Mengikat, sampai PTPN XII Pancursari memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana tercantum dalam SK Mendagri No. 35/HGU/DA/88 tentang Pemberian HGU PT. Perkebunan XXIII, ketentuan dalam SK Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3-VIII-1996 tentang Kebijaksanaan Penataan Kembali Areal Perkebunan dalam Perusahaan PT. Perkebunan XXIII, dan ketentuan dalam SK Menteri Agraria/Badan Pertanahan Nasional No. 4-VIII-1996 tentang Pembatalan Secara Parsial, (2) bahwa PTPN XII Pancursari yang ada di Desa Tegalrejo telah secara sah melakukan perbuatan melawan hukum.
Berdasarkan situasi-situasi diatas, Ludi Antoko selaku Ketua Serikat Perjuangan Petani Tegalrejo (SPPT) mengharap agar konflik agraria yang terjadi di Desa Tegalrejo antara petani dengan PTPN XII Pancursari segera mendapat perhatian dan segera mengambil kebijakan untuk penyelesaian konflik dari Pemerintahan Lokal maupun Pemerintahan Pusat, Karena situasi riskan semacam ini dikhawatirkan dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan bahkan muncul korban, terlebih apabila Pemerintah tidak segera mengambil sikap.
Kekhawatiran tersebut sangat mungkin terjadi karena PTPN XII Pancursari kerapkali menggunakan aparatur Brimob dan Preman bayaran untuk terus melakukan represi, intimidasi, bahkan terror terhadap Petani Desa Tegalrejo (yang merupakan anggota SPPT) dalam melakukan aktivitas produksi pertaniannya.
Dalam hal kaitannya dengan konflik yang terjadi di Desa Tegalrejo, Kab. Malang antara petani Desa Tegalrejo dengan PTPN XII tentunya harus menjadi perhatian Pemerintahan Provinsi, khususnya Gubernur Jawa Timur. Bahwa tindakan represif dan intimidatif sebagai upaya pengusiran atau penggusuran terhadap petani oleh pihak PTPN XII merupakan tindakan yang bertentangan dengan visi misi Gubernur yang termaktub dalam Nawa Bhakti Satya yang salah satunya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat Jatim, khususnya petani.
Dalam merespon Konflik yang terjadi di Desa Tegalrejo ini, tentu stakeholder-stakeholder pemerintahan harus bersikap tegas untuk menengahi konflik yang ada, apabila tidak ingin hal-hal yang tak dikehendaki sampai terjadi. Karena situasi yang terjadi tentu sangat riskan bagi kehidupan warga di Desa Tegalrejo.
Pemerintah tentu juga harus melaksanakan Reforma Agraria dalam rangka untuk mengurangi ketimpangan penguasaan atas sumber-sumber agraria di Jawa Timur dan lebih memprioritas pada kebermanfaatannya bagi petani dan masyarakat di pedesaan.
KRONOLOGI KONFLIK AGRARIA DESA TEGALREJO, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN, KABUPATEN MALANG
1. Pada masa penjajahan, tanah di Desa Tegalrejo tersebut merupakan lahan pertanian rakyat yang kemudian direbut oleh Penjajah dengan melalui sistem tanam paksa.
2. Pasca 1945 (Agresi Militer Belanda) Tanah Hak Erfpacht verponding nomor 982, 983, 1032, 1034, 1036, 1038, 772, 784, 984, 985, 1187 yang termasuk dalam Perkebunan Belanda NV. Oost Java Rubber Mij (berakhir 3 Desember 1957), NV. Koffie Cultuur Mij Sumber Kerto (23 Januari 1958), dan NV. Cultuur Mij Malang (18 Juli 1958) seluruhnya kembali dikuasai oleh rakyat.
3. Pada Tahun 1949 di bentuk Desa Darurat Tegalrejo berdasarkan SK Nomor : 5703 / 13 BB Tanggal 31 Desember 1949 sebagai upaya efisiensi dan efektivitas serta penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan wilayah tersebut.
4. Sesuai Undang-Undang Nomor 86 tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1959 bahwa tiga perkebunan Belanda yang masing-masing NV. Oost Java Rubber Mij (berakhir 3 Desember 1957), NV. Koffie Cultuur Mij Sumber Kerto (23 Januari 1958), dan NV. Cultuur Mij Malang (18 Juli 1958) ditetapkan sebagai obyek Nasionalisasi yang kemudian dikuasai langsung oleh Negara, juga nantinya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sebagaimana UUD 1945 pasal 33 ayat 3.
5. Pada Tahun 1966 s/d 1968 bersamaan dengan meletusnya peristiwa G30S/PKI Tanah bekas Hak Erfpacht yang telah dikuasai oleh Masyarakat Desa Tegalrejo di rampas secara Paksa oleh Militer dengan dalih pengamanan asset Negara dari gerakan pemberontakan pada saat itu, yang kemudian tanah-tanah tersebut diberikan untuk dikelola PPN ANTAN XII.
6. Pada Tahun 1980 sesuai Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor : 414 / 12 / 011 Tahun 1980 secara defintif/resmi dibentuk Desa Tegalrejo dan Desa Ringin Kembar.
7. Mulai tahun 1980 masyarakat mulai melegalisasikan tanah-tanah yang sudah diduduki dan diusahakannya sesuai Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor : DA/218/SK/HM 1980 Tanggal 18 Oktober 1980 tentang Pemberian Sertifikat Hak Milik Kepada Warga Masyarakat Desa Tegalrejo.
8. Pada Tahun 1985 Tanggal 28 Pebruari 1985 sesuai data Tanah Obyek Landerform di Kabupaten Malang, bahwa luas Desa Tegalrejo ± 2.014 Ha.
9. Pada Tahun 1988 tiba-tiba Menteri Dalam Negeri menerbitkan SK. No. 35/HGU/ DA/88 Tanggal 19 April 1988 Tentang Pemberian Hak Guna Usaha PT. Perkebunan XXIII seluas ±2.370,22 Ha dan seluruh wilayah Desa Tegalrejo masuk dalam SK HGU tersebut. Dimana beberapa poin SK tersebut ialah untuk luasan 506,36 Ha dialokasikan untuk tanah garapan rakyat yang memang sudah diusakan sejak lama, dan agar pihak pemegang HGU ini segera menyelesaikan dengan sebaik-baiknya tanggung jawab terkait pendudukan/penggarapan rakyat yang sudah ada sejak lama tersebut. Apabila tidak dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang termuat dalam diktum-diktum didalam SK HGU tersebut, maka SK HGU ini dengan sendirinya batal.
10. Pada Tahun 1993 Telah terbit surat Menteri Dalam Negeri kepada Menteri Keuangan dan Menteri Pertanian Tanggal 10 Maret 1993 No. 593 / 706 / SJ, perihal Penataan ulang areal PT. Perkebunan XXIII di Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Dati II Malang. Inti surat tersebut Menteri Dalam Negeri menyampaikan kepada Menteri Pertanian selaku Pembina tekhnis PT. Perkebunan XXIII dan Menteri Keuangan sebagai pemegang saham serta Pembina kekayaan Negara “ Kiranya saudara berpendapat dengan kami sudah tiba saatnya diadakan penataan ulang areal PT. Perkebunan XXIII.
11. Terbit Surat Menteri Dalam Negeri kepada Menteri Keuangan Nomor : 590/3941/PUOD sifat rahasia tanggal 25 Oktober 1993. Perihal “Masalah tanah Kebun Pancursari PTP XXIII”, inti isi surat pada butir dua (2) “dengan adanya dua (2) SK Menteri Dalam Negeri tersebut butir satu (1) diatas, maka pada areal PT. Perkebunan XXIII terjadi ENCLAVE – ENCLAVE yang seharusnya menjadi tanah garapan bagi masyarakat dua desa dimaksut. apabila hal ini atau penataan ulang tidak dilaksanakan, maka belum ada kepastian hukum bagi lahan kebun PT. Perkebunan XXIII dimaksud dan oleh karenanya belum dapat diterbitkan SERTIFIKAT HGU – nya dan keadaan ini tidak menguntungkan bagi kelangsungan usaha PT. Perkebunan XXIII maupun kesetabilan wilayah setempat.
12. Terbit Surat dari Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia kepada Menteri Pertanian tanggal 06 Desember 1994 Nomor : 590/3941/PUOD sifat rahasia. perihal : ‘’ Penataan ulang areal PTP XXIII di Kecamatan Sumber Manjing Wetan Kabupaten Malang Jawa Timur. inti suarat tersebut menjelaskan isi surat Menteri Keuangan kepada Menteri Dalam Negeri Nomor S.482/MK.016/1994 tanggal 24 Juni 1994 dan tembusannya disampaikan kepada Menteri Pertanian, pada prinsipnya menyatahkan bahwa pengukuran ulang tanah kebun Pancursari dapat disetujui.
13. Tanggal 17 Juni 1996 ditetapkannya oleh Presiden PP Nomor 40 tahun 1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai Atas Tanah. tentang HGU bagian ke dua (2) tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Usaha.
Pasal 4
a. Ayat (3): Pemberian Hak Guna Usaha Atas Tanah yang telah dikuasi dengan hak tertentu seseuai dengan ketentuan yang berlaku, pelaksanaan ketentuan Hak Guna Usaha tersebut baru dapat dilaksanakan setelah terselesaikannya pelepasan hak tersebut sesuai dengan tatacara yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Ayat (4): Dalam hal diatas tanah yang akan diberikan dengan Hak Guna Usaha ini terdapat tanaman dan atau bangunan milik pihak lain yang keberadaannya berdasarkan atas hak yang sah, pemilik bangunan dan tanaman tersebut diberi ganti kerugian yang dibebankan pada pemegang Hak Guna Usaha baru.
c. Ayat (5): Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) ditetapkan dengan keputusan Presiden.
Bagian kedelapan Hapusnya Hak Guna Usaha
Pasal 17
d. Ayat 1. Hak Guna Usaha hapus karena : Pada huruf (b) dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena tidak terpenuhi kewajiban-kewajiban pemegang hak.
14. Terbit SK Menteri Agraria/Kepala Badan Petanahan Nasional tanggal 28 Maret 1996 Nomor 3-VIII-1996 dan Nomor 4-VIII-1996.
a. SK Nomor 3/1996 tentang kebijaksaan penataan kembali areal perkebunan dalam perusahaan PT. Perkebunan XXIII, yang telah memperbolehkan Hak Guna Usaha berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35/HGU/DA/88, terletak di Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur.
Pada diktum pertama SK Nomor 35/HGU/DA/88 tanggal 19 April 1998 atas nama Perkebunan PTP XXIII yang sampai saat ini belum terdaftar. Pada diktum kelima
I. Pada bagian ketiga pelepasan hak milik warga masyarakat Juli 1996.
II. Pada bagian keenam pembongkaran bangunan tempat tinggal di areal bekas kantong dan pemukiman kembali di areal obyek Landreform Desember 1996 – Januari 1997.
b. SK Nomor 4-VIII-1996 tentang Pembatalan Secara Parsial Keputusan Pemberian Hak Guna Usaha Kepada PT. Perkebunan Bedasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 35/HGU/DA/88.
I. Pada bagian diktum pertama membatalkan sebagian areal HGU PTP. XXIII atas tanah Sumber Jeru seluas kurang lebih 1.863,86 ha terletak di Desa Ringin Kembar dan Desa Tegalrejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Propinsi Jawa Timur.
II. Pada diktum kedua dalam rangka kelak setelah Hak Milik tersebut dilepaskan oleh pemilik-pemilikanya, dan kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara dapat dimohon Hak Guna Usaha oleh PTP. XXIII.
III. Pada diktum keenam pendaftaran pemberian Hak Guna Usaha yang tidak dibatalkan tersebut dilaksanakan setelah selesainya penataan kembali seluruh areal tumpang tindih.
15. Karena PTP. XXIII tida mengganti rugi bangunan dan atau tanaman milik warga Desa Tegalrego dan Desa Ringin Kembar sesuai dengan PP Nomor 40 tahun 1996 tanggal 17 Juni 1996 bagian kedua pasal 4 ayat 3,4,5 maka pelaksanaan di SK Nomor 3 diktum kelima pada bagian ketiga pelepasan hak milik warga masyarakat Juli tahun 1996 dan bagian keenam pembongkaran bangunan tempat tinggal di areal bekas kantong dan pemukiman kembali di areal obyek Landreform tidak bisa dilaksanakan sehingga areal Hak Guna Usaha yang tidak dibatalkan tidak bisa didaftarkan karena sebagian Hak Guna Usaha masih tetap tumpang tindih atau masih ada areal yang berstatus Hak Milik warga Desa Tegalrejo dan Desa Ringin Kembar.
16. Sesuai dengan PP Nomor 40 tahun 1996 bagian kedelapan pasal 17 ayat 1 huruf b maka SK Hak Guna Usaha Nomor 35/HGU/DA/88 tanggal 19 April 1988 atas nama PT. Perkebunan XXIII telah hapus karena PT. Perkebunan XXIII sebagai penerima hak tidak memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai penerima hak.
17. Terbit Surat Menteri Sekretaris Negara kepada Menteri Pertanian tanggal 15 Mei 1997 Nomor B.99/M.Sesneg/05/1997 perihal masalah Tanah Negara Bekas Perkebunan “Ringin Kembar” di Kabupaten Malang. Dengan terbitnya surat ini maka status tanah Negara di Desa Tegal Rejo dan Desa Ringin Kembar menjadi tanah yang langsung dikuasi oleh Negara.
18. Karena SK Hak Guna Usaha Nomor 35/HGU/DA/88 atas nama PT. Perkebunan XXIII telah batal sesuai diktum kesepuluh dan telah hapus sesuai PP 40 bagian kedelapan pasal 17 ayat 1, maka Menteri Keuangan tidak lagi menangani tanah Hak Erfpacht di Wilayah Desa Tegal Rejo.
19. Terbit surat Menteri Sekretaris Negara kepada Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 19 Pebruari 1998 Nomor : B-64/M.Sesneg/02/1998 perihal “Perkembangan rencana penataan kembali tanah eks Hak Erfpacht di Desa Ringin Kembar dan Desa Tegal Rejo Kabupaten Malang’’. dan surat ini diterima oleh Menteri Agraria tanggal 03 Maret 1998. Pokok inti surat ini bersama ini dengan hormat kami beritahukan bahwa Bapak Presiden menyetujui langkah-langkah penataan tanah eks Hak Erfpacht di Desa Ringin Kembar dan Desa Tegalrejo Kabupaten Malang. Surat ini membuktikan pada pokok intinya Menteri Keuangan sudah tidak mempunyai kewenangan lagi untuk menangani Tanah Hak Erfpacht di Wilayah Desa Ringin Kembar dan Desa Tegalrejo dikarenakan sudah menjadi kewenangan Presiden.
20. Pada Tahun 1998 terbit Surat Keputusan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Malang Nomor : SK . 460. 353. 0 – 177 menetapkan untuk memberikan hak milik kepada Masyarakat Desa Tegalrejo atas tanah seluas 535.2490 Ha untuk ( 598 KK / 929 Bidang ) di areal bekas Hak Erfpacht Verponding Nomor 982 dan 983 di Wilayah Desa Tegalrejo.
21. Pada Tahun 2010 tiba-tiba Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Malang menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 02 Tanggal 24 Juni 2010 yang mana seluruh Wilayah Desa Tegalrejo termasuk SHM Tahun 1980 milik warga dimasukan pada HGU tersebut, atas nama PT. Perkebunan Nusantara XXIII seluas 13.213.520 m2 di Wilayah Desa Tegalrejo berlaku sampai dengan Tahun 2012 dasar terbitnya Sertifikat Hak Guna Usaha 2010 tersebut adalah Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor : 35 / HGU / DA / 88 tanggal 19 April 1988 yang telah batal berdasarkan diktum 10 di SK. Menteri Dalam Negeri Nomor : 35 / HGU / DA / 88 dan telah hapus sesuai PP 40 bagian kedelapan pasal 17 ayat 1. dan bertentangan dengan surat Menteri Dalam Negeri Kepada Menteri Keuangan tanggal 25 Oktober 1993, yang isinya pada butir dua ( 2 ).
“Dengan adanya dua (2) SK Menteri Dalam Negeri tersebut butir satu (1) diatas, maka pada areal PT. Perkebunan XXIII terjadi ENCLAVE – ENCLAVE yang seharusnya menjadi tanah garapan bagi masyarakat dua desa dimaksud. apabila hal ini atau penataan ulang tidak dilaksanakan, maka belum ada kepastian hukum bagi lahan kebun PT. Perkebunan XXIII dimaksud dan oleh karenanya belum dapat diterbitkan SERTIFIKAT HGU-nya dan keadaan ini tidak menguntungkan bagi kelangsungan usaha PT. Perkebunan XXIII maupun kesetabilan wilayah setempat” dan diperpanjang pada Tahun 2015 Tanggal 09 Juni 2015 – 2037 Atas Nama PT. Perkebunan Nusantara XII berkedudukan di Surabaya.
22. Pada tahun 2014 terjadi sengketa/konflik lahan antara warga Desa Tegalrejo dengan PT. Perkebunan Nusantara XII yang secara kondisi faktual Warga Desa Tegalrejo telah menguasai kurang lebih 300 Hektar. Hal tersebut didasarkan Sertifikat Hak Guna Usaha PTPN XII cacat hukum.
23. Pada tanggal 28 Juni 2018 Warga Desa Tegalrejo menggugat secara Perdata Nomor : 115/Pdt.G/2018/PN KPN., kepada PT. Perkebunan Nusantara XII atas kepemilikan sertifikat Hak Guna Usaha yang di dalamnya masih terdapat Sertifikat Hak Milik Warga Desa Tegalrejo, sesuai Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Timur Nomor : DA/218/SK/HM 1980 Tanggal 18 Oktober 1980 tentang Pemberian Sertifikat Hak Milik Kepada Warga Masyarakat Desa Tegalrejo,, dan putusan Perdata Nomor : 115/Pdt-G/2018/PN Kpn., tanggal 28 Mei 2019 baik penggugat maupun yang di gugat sama-sama banding.
24. Pada tanggal 10 September 2019 Kementerian Sekretariat Negara menerangkan Nomor Surat B-99/M.Sesneg/05/1997 tanggal 15 Mei 1997 hal Masalah Tanah Negara Bekas Perkebunan Ringin Kembar di Kabupaten Malang, adalah benar dikeluarkan oleh Menteri Sekretaris Negara.
25. Hingga saat ini, lokasi tersebut masih digarap dan diusahakan sebagai area lahan pertanian produktif (komoditas tebu, jagung, kopi, ubi-ubian) dan pemukiman warga. Namun disatu sisi PTPN XII terus menggunakan cara-cara intimidatif dan represif dalam kaitannya upaya untuk berdialog dan mendorong penyelesaian konflik agraria tersebut.
———————————————————–
Dokumentasi Kejadian 21 November 2019
Pos Brimob
Kejadian 7 November 2019 (Peggrusakan dan Intimidasi)
________________________
*Penulis adalah Korwil Konsorsuim Pembaruan Agraria (KPA) Jawa Timur.
Tautan untuk informasi terkait, bisa diakses di alamat berikut: