Hari ini ikut menyimak Konferensi Kerja Daerah IKAPI Jawa Timur (18/5). Salah satu yang menjadi pembahasan krusial adalah pembajakan buku. Praktik ini ibarat kanker dalam tubuh ekosistem perbukuan.
Hal yang pertama perlu kita pahami adalah pada setiap buku melekat hak cipta milik penulisnya, yang “dititipkan” kepada penerbit buku. Hak cipta ini mengandung hak moral dan hak ekonomi penulis. Pembajakan jelas merugikan penulis, editor, penata letak, desainer sampul, distributor, hingga salesman industri buku.
Sangat disayangkan, masyarakat, penegak hukum dan platform loka pasar (e-commerce) kita seringkali masih permisif terhadap praktek pembajakan. Sebagian dibajak dalam praktek reproduksi ilegal, sebagian lagi sekadar dengan penggandaan ilegal (fotokopi). Semua jenis praktek ini merusak nilai kreatif pelaku industri perbukuan.
Nilai kerugiannya juga tidak main-main. Dari sampel 11 anggota IKAPI pada tahun 2019, ditemukan potensi kerugian Rp. 116-an milyar. Padahal total penerbit anggota IKAPI kurang lebih 2000-an, pada tahun 2022.
Kesulitan menyelesaikan masalah ini muncul sebab pembajakan masuk dalam kategori delik aduan pada UU no. 28/2014. Sehingga penegak hukum tidak bisa proaktif melakukan penindakan, di sisi lain penerbit juga enggan melapor dan berurusan dengan proses hukum sebab berpotensi berbiaya besar.
Fenomena yang patut disoroti adalah kemajuan teknologi digital menyebabkan praktek ini semakin inovatif dan menggiurkan. Platform lokapasar seperti Shopee, Tokopedia, Bukalapak, hingga Lazada jadi medium transaksi dan transfernya.
Sementara upaya paling realistis adalah menyadarkan pembeli atau pembaca buku. Sadar bahwa buku mengandung hak cipta, hak moril dan hak ekonomi dari penulis dan seluruh tim penerbit, maka harusnya memunculkan kesadaran moril pula untuk memastikan belanja buku yang original.
Mari melawan pembajakan dengan memutus permintaannya (demand). Jangan membeli buku dengan kategori non-original, mirip asli dan sejenisnya. Hindari tergiur harga murah.
Juga jangan membeli buku dalam file .pdf, sebab bisa dipastikan tidak ada satupun penerbit yang menjual buku dalam format .pdf seharga Rp. 2 ribu atau Rp. 3 ribu rupiah.
Ayo.!!