Semakin hari, sinetron religi bertema Azab dan Dzalim di TV swasta nasional semakin ngawur. Ini bisa dilihat dari judul dan cuplikan-cuplikan adegan yang ditampilkan.

Pesan moral-reigius berupa anjuran hidup dengan berbuat baik sesuai perintah Tuhan, hampir sempurna tertutup fantasi kejadian konyol yang menimpa jenazah.

Kalau saya ndak salah ingat, etika memandikan jenazah ini sebaik mungkin sekaligus menjaga rahasia (aib)-nya. Orang menyentuh jenazah juga musti dengan hati-hati, juga pelan, beberapa menganjurkan menggunakan bagian luar telapak tangan, supaya jenazah gak merasakan kesakitan.

Sebab konsepnya, mereka hidup, hanya pindah ke alam kubur, sebelum nantinya pindah lagi ke akhirat.

Percaya akan kehidupan setelah mati jadi salah satu fondasi agama. Kepercayaan ini jadi muara adanya perintah dan larangan Tuhan, bagi manusia di dunia. Berhubungan erat dengan konsep dosa dan pahala, surga neraka, azab dan nikmat kubur.

Tujuan TV bisa saja murni mengejar rating, sebab hal-hal semacam itu lagi nge-tren pun unik. Disisi lain Tuhan juga punya kuasa menampakkan kejadian jauh diluar nalar guna peringatan bagi manusia.

Mungkin juga banyak penonton TV yang keimanan dan kehendak berbuat baiknya meningkat setelah nonton sinetron konyol semacam itu. Bagi saya pribadi, hiburan gak bisa sebercanda itu.

Ke-taat-an macam apa yang hadir dari adegan jenazah masuk mesin pengaduk semen, atau tertimpa gelindingan elpiji 3 kg, atau ‘tampak’ sengaja dilempar ke empang?

Atau azab-azab  ini bagian integral dari nafsu merendahkan sesama saudara kita, hidup atau mati.

Sama dengan seringnya terminologi azab jadi stempel bagi musibah yang menimpa lawan politik.

‘Ngunu ya ngunu, tapi ojo ngunu.’