Penulis: Luthfi Hamdani

Empat bulan terakhir jadi waktu yang ribet bagi kita, bagi Jokowi, juga tentu bagi semua warga dunia. Berbagai gejala klinis yang disebabkan penularan virus corona jadi ancaman yang merubah cara kita hidup sehari-hari. Mulai keluar rumah untuk keperluan santai, ibadah, sampai bekerja. Kemana-mana memakai masker dan harus selalu memperhatikan jarak tubuh kita dengan orang lain jelas tidak nyaman. Ke masjid musti bersegera beranjak setelah rampung doa, atau interaksi yang menyenangkan di kedai kopi ketika akhir pekan jadi hampir tidak ada lagi, atau mungkin masih bisa tapi tetap kurang nyaman. ⁣

Bukan cuma itu, batas atas proyeksi ekonomi Juni lalu oleh menteri keuangan diubah jadi mentok di kisaran satu persen, membuat kita tetap dihantui resesi (untung proyeksi batas bawah gak sampai minus, ini juga yang kapan hari tak lihat di proyeksi dari The Economist). Pertumbuhan rendah atau bahkan resesi lalu ndak ada proses produksi serta masyarakat ndak ada duit untuk melakukan konsumsi, lalu kredit macet, inflasi, ya wassalam. Ribuan bahkan jutaan buruh sudah kena lay-off atau PHK, sementara jutaan mahasiswa yang lulus beberapa bulan terakhir musti menunggu sedikit lama atau bersaing lebih ketat untuk mengakses dunia kerja. Angka pengangguran dan kemiskinan drastis meningkat. ⁣

Angka penambahan jumlah kasus dan korban meninggal yang setiap hari dirilis pemerintah tampaknya juga belum menunjukkan tren ‘bersahabat’. Tapi saat melihat penambahan jumlah kasus positif pastikan selalu kurangi dulu dengan jumlah yang sudah sembuh — jadi ketemu selisih kasus aktifnya. Trik ini tentu menipu dan bisa menimbulkan ‘rasa aman palsu’, tapi lumayan memberikan optimisme bahwa orang-orang yang tertular bisa dan kebanyakan bisa sembuh. ⁣

Resiliensi, ketangguhan dan kemampuan kita beradaptasi dengan situasi tentu tengah diuji. Disrupsi atau perubahan dunia kerja dan model bisnis yang disebabkan keberadaan teknologi digital dan internet saja sudah bikin bingung, banyak yang kompetensinya ndak masuk, eh ada faktor disruptif yang lebih ekstrem: wabah covid dan pola hidup baru yang jadi efek sampingnya. ⁣

Tapi entah kelak situasi membaik atau semakin buruk, salam #HidupWajibBahagia