Penulis: Atha NRD.*

Interviewer: Have you made a lot of money out of your music? (Sudahkah anda menghasilkan banyak uang dari musik?)

Bob Marley: Money? How much is a lot of money for you? (Uang? Banyak uang itu seberapa banyak menurutmu?)

Interviewer: That’s a good question. Have you made millions of dollar? (pertanyaan yg bagus. Sudahkah anda menghasilkan jutaan dolar?)

Bob Marley: No.(tidak)

Interviewer:  are you rich man? (Apakah anda orang kaya?)

Bob Marley: when you mean rich? What you mean? (kapan menurutmu orang itu disebut kaya? Gimana Maksudmu?)

Interviewer: do you have a lot of possessions, a lot of money in the bank? (Apakah anda punya banyak barang (asset), uang yang banyak di bank?)

Bob Marley: Possession make you rich? I don’t have that type of riches. My riches is life forever. (banyak asset buat mu jadi kaya? Saya tidak punya jenis kekayaan seperti itu. Kekayaan saya adalah hidup selamanya.)

********************

Tepat setelah prosesi pelantikan presiden dan wakil presiden, Indonesia akan menghadapi babak baru pemerintahan pusat. Namun, babak baru bukan berarti pemimpin dengan jajaran yang benar-benar baru. Karena konstitusi mengatur bahwa jabatan presiden maksimal 2 periode, dan yang terpilih masih beliau lagi (dengan orang-orang ‘kaya’ di sekitarnya yang masih itu-itu saja).

Tetapi persoalan itu tidak lah menjadi penting, jika pemerintah memahami dan menjalankan esensi dibentuknya sebuah pemerintahan. Bahwa pemerintahan tugasnya adalah menjaga agar kebebasan dan hak setiap warga negara dilindungi, sebagaimana termaktub dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang sejalan dengan falsafah Negara.

Namun fenomena yang terjadi akhir-akhir ini, sebagian masyarakat dituduh melakukan upaya delegitimasi pemerintah karena masyarakat menggelar aksi demonstrasi. Pertanyaannya adalah: kenapa Pemerintah tidak mendapatkan legitimasi dari rakyat?

Penulis akan memulai tulisan ini dengan mengutip pernyataan Perdana Mentri Inggris pada tahun 1852. William Gladestone mengatakan: “Sejak saya bertugas disini, saya mulai menyadari ternyata pemerintah tidak berkuasa atas finansial. Mereka memang tidak direncanakan berkuasa, pekerjaan mereka sebenarnya adalah melindungi dan menutupi ‘Kekuatan Kaya’.”

Sebelum kita ghibahin tentang “si Kaya”, penulis ingin mengajak pembaca mengabstraksikan tentang apa yang kita sebut dengan “Kaya”.

Dialog singkat di atas, antara Bob Marley (seorang musisi berkebangsaan Jamaika dengan yang kita sebut saja interviewer, sebagai suntikan awal untuk memahami arti “kaya”. Jika kita berpijak pada jalan pikirannya Robert Nesta Marley (nama asli Bob Marley), maka kekayaan bukanlah sesuatu yang bersifat materil.

Sebab ia tidak perlu memiliki banyak asset dan uang untuk menyebut dirinya seorang yang kaya. Lalu manusia seperti apa yang disebut “kaya” di tengah sistem saat ini? Ternyata, kita terbatas oleh ruang dan waktu jika ingin memberikan pengertian tentang kekayaan, karna itulah mungkin tidak ada pengertian jelas secara definitif.

Apakah kita menafikan “Uang”? Tentu tidak.

Uang adalah salah satu kosa kata yang sangat tidak asing dari sentuhan panca indera kita, bahkan sedekat urat nadi. Segala bentuk aktivitas kehidupan manusia berujung pada pemenuhan kepemilikan akan uang.

Setiap orang bekerja untuk mendapatkan uang yang berlimpah agar bisa sejahtera. Uang menjadi objek dari tujuan tiap aktivitas individu manusia. Sebagaimana pendapat Georg Simmel, seorang filsuf Jerman, dalam bukunya berjudul ‘Philosophy of Money’, bahwa uang merupakan sebuah komponen kehidupan yang mampu membantu manusia memahami totalitas kehidupan mereka.

Menurut Simmel, pertukaran ekonomi merupakan salah satu bentuk interaksi sosial yang menggantikan bentuk transaksi barter menjadi transaksi keuangan. Dengan ini, maka terjadi perubahan penting dalam bentuk interaksi antar pelaku sosial.

Simmel melihat bahwa uang merupakan bentuk impersonal yang diwarnai dengan ciri kalkulatif, dan kondisi ini tidak ditemui dalam transaksi barter.

Uang telah menjadi tujuan dan telah mampu mengukur berbagai jarak sosial antar individu. Dan uang memberikan kekuatan pada siapa yang memilikinya.

Dengan penjelasan di atas, dapat kita katakan bahwa manusia mengalami perkembangan peradaban, terkhusus dibidang ekonomi. Sesuatu yang disebut sebagai “Revolusi Kognitif” oleh Yuval Noah Harari, seorang sejarawan Israel, dalam bukunya ‘SAPIENS: A Brief History of Humankid’.

Harari mengatakan bahwa sekitar 5000 tahun yang lalu, manusia mengalami perkembangan menjadi masyarakat yang terstruktur dan predator puncak. Manusia dahulu menghabiskan waktu untuk mencari makan, kemudian kemampuan organisme tubuh untuk mengalihkan energi dari otot ke otak. Dengan demikian, atas dasar perkembangan otaknya, manusia dapat mempengaruhi cara mereka memenuhi kebutuhannya.

Manusia akan memiliki cara pandang baru dalam melihat realitas kehidupan seiring dengan perkembangan pengetahuannya. Selain itu, persaingan pasar ekonomi yang semakin tinggi akan mempengaruhi cara pandang tiap-tiap manusia dalam mengartikulasikan usahanya dalam memperoleh uang.

Begitupun manusia dalam menafsirkan tentang kekayaan. Uang merupakan simbol dari kekayaan dan kemapanan. Dengan kata lain, uang merubah nilai dari sebuah proses kehidupan serta penguasaannya terhadap manusia.

Bisakah anda bayangkan ada dunia tanpa uang? Lantas apakah “Uang” mengarah pada “si Kaya”? Dan siapa sebenarnya “si Kaya”?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis akan mengilustrasikan dengan sebuah cerita fiktif.

Selama puluhan generasi, masyarakat terbiasa dengan sistem perdagangan barter. Seseorang akan menghidupi keluarganya dengan cara memproduksi semua kebutuhan hidupnya, separuh untuk dikonsumsi dan selebihnya akan dipertukarkan dengan barang lain yang diproduksi orang lain, yang sebelumnya manusia memenuhi kebutuhan hanya untuk dikonsumsi dan bukan untuk dipertukarkan, namun kondisi ini berubah seiring meningkatnya kebutuhan .

Sementara itu, pasar adalah pusat dimana masyarakat melakukan perdagangan barter. Secara umum, masyarakat relatif bahagia dengan menikmati buah dari hasil kerja keras mereka.

Ambil kisah begini: Lucifer adalah seorang tukang emas, ia mengukir emas dan perak menjadi perhiasan. Dia selalu menginginkan kekayaan dan kekuasaan agar dapat merasakan kesenangan hidup.

Dan dia  memulai rencananya di saat muncul masalah di tengah perdagangan pasar. Masyarakat terlihat melakukan pertengkaran mempersoalkan “apakah seekor sapi senilai dengan seekor ayam”. Pada akhirnya, masyarakat menginginkan sistem perdagangan yang lebih baik.

Ditengah keriuhan pasar, Lucifer lantas mengambil panggung seraya berkata, “saya punya solusi atas masalah barter yang kita alami”. Kemudian ia pun berpidato didepan publik bak seorang pengusaha kelas kakap. Lucifer menjelaskan kepada masyarakat tentang konsep ‘uang’. Masyarakat yang mendebgarkan pun tampak terkesan dengan apa yang disampaikannya.

Dalam pidatonya, Lucifer berkata: “Emas yang saya produksi adalah logam yang luar biasa, ia bisa bertahan sangat lama. Saya akan membuat emas dalam bentuk koin yang akan kita sebut dengan dolar”.

Dan Lucifer menjelaskan tentang nilai, bahwa uang akan menjadi medium pertukaran barang. Dia pun meyakinkan masyarakat bahwa sistem ini akan lebih baik daripada barter. Ditengah pidatonya, ada suara ricuh di belakang.

Ternyata pertengkaran dua orang antara si petani dan si pembuat lilin, mereka meributkan siapa yang berhak mendapatkan lebih banyak. Lucifer pun mendamaikan keduanya dengan berkata: “karena saya yang suplai uang, saya yang akan menentukan angkanya buat anda. Tidak ada batasan koin yang akan anda dapatkan dari saya, semua tergantung kemampuan anda membayar karna saya berhak mendapatkan bayaran. Untuk setiap 100 koin, anda akan membayarkan sebanyak 105 koin tahun depannya. 5 koin sebagai bayaranku yang saya akan sebut dengan bunga”.

Kedengarannya tidak banyak, hanya 5%. Mereka pun sepakat dan siap menjalani sistem baru ini. setelah Lucifer mengakhiri pidatonya, salah seorang pemerintah bertanya:

“Tetapi bukankah orang tertentu bisa menambang emas sendiri dan membuat koin untuk mereka sendiri?“.

“itu tidak boleh, hanya koin-koin yang disetujui pemerintah saja yang boleh digunakan” kata Lucifer.

Lucifer menghabiskan siang dan malan untuk membuat koin emas. Kemudian koin-koin yang telah dibuatnya disetujui dengan stempel pemerintah. Setelah resmi, koin-koin itu diedarkan kepada masyarakat.

Masyarakatpun berbondong-bondong antri untuk meminjam koin itu dan mereka segera pergi ke pasar mencoba sistem baru ini. Masyarakat menilai harga setiap barang dengan dolar pada dagangannya sesuai dengan usaha untuk memproduksi barang tersebut.

Masyarakat saling bersaing memproduksi barang dengan kualitas terbaik. Para pembeli pun memilih transaksi yang menguntungkan bagi mereka. standar hidup masyarakat mulai meningkat.

Kemudian lama-lama orang-orang pun tidak bisa membayangkan sebuah sistem perdagangan tanpa uang.

Setahun kemudian, Lucifer mendatangi orang-orang yang berhutang kepadanya. Orang-orang yang memiliki koin membayar bunga 5% kepada Lucifer. Kemudian meminjam lagi padanya untuk melanjutkan perdagangan di tahun mendatang.

Sebagian orang mulai menyadari untuk pertama kalinya mengenal hutang. Dan tak seorang pun menyadari bahwa sekalipun mereka mengembalikan hutang koin, tetap tidak bisa melunasi hutang mereka kepada Lucifer, karena kelebihan 5% kewajiban mereka tidak pernah diedarkan olehnya kecuali koin yang dibuat untuk dirinya sendiri.

Di dalam toko emasnya, Lucifer memiliki ruang penyimpanan yang sangat kuat. Dan orang-orang yang memiliki koin akan lebih merasa aman jika menitipkan koin-koin mereka kepada Lucifer.

Tentu tidak dengan sukarela, Lucifer akan menagih bayaran atas jasa penyimpanan. Sebagai bukti atas deposit koin mereka, Lucifer memberikan selembar kertas kwitansi. Orang-orang menerima kwitansi deposit sama seperti koin emas itu sendiri.

Dan orang-orang pun tidak jarang menggunakan kertas kwitansi itu untuk membeli barang.

Ketika seorang pembeli ingin membayar, mereka tinggal menuliskan memo kepada Lucifer untuk memindahkan koin dari rekeningnya kepada rekening pedagang. Lucifer memiliki sebuah buku catatan yang menunjukkan debit dan kredit dari setiap orang.

Lama-kelamaan kertas-kertas kwitansi itupun beredar sebagai gantinya koin emas. Sistem ini pun menjadi sangat populer dan mulai dikenal dengan sebutan cek.

Seiring beredarnya kertas kwitansi itu, Lucifer berpikiran bahwa kebanyakan orang tidak akan menukarkan kembali kwitansi deposit itu dengan koin emas mereka. Dan dalam hatinya ia berkata:

“Saya memiliki semua koin emas di sini, lalu kenapa saya harus bekerja sebagai tukang emas. Sedangkan ada ribuan orang yang akan membayarkan bunga kepada dirinya atas koin-koin emas yang dititipan bahkan tidak mereka tukarkan, saya tidak perlu membuat koin lagi karna saya bisa menggunakan koin-koin yang dititipkan kepadaku walaupun itu bukan milikku tetapi ada di gudangku, dan itulah yang penting.“

Dengan kata lain, Lucifer bisa meminjamkan koin emas kepada orang sambil mempertahankannya di gudangnya sendiri. Segalanya akan baik-saik saja selama orang-orang tidak menukarkan kwitansi deposit mereka kepada Lucifer.

Banyak masyarakat yang meminjam koin dan menitipkan kembali pada Lucifer. Bisnis simpan-pinjam ini benar-benar sangat menguntungkan baginya.

Namun perjalanan sistem cek itu tidak berjalan mulus, karena sebagian kwitansi itu telah dipalsukan oleh beberapa orang. Lucifer tidak tinggal diam. Ia pun mengundang pemerintah untuk mengadakan rapat.

Para anggota pemerintah pun khawatir. “Apa yang bisa kami lakukan” tanya mereka.

Lucifer memberikan solusi kepada pemerintah agar dapat mencetak uang kertas yang ditandatangani oleh Gubernur. Dan mereka pun setuju karna dirasa masuk akal dengan perjanjian Lucifer harus membayar biaya cetaknya.

Lucifer menyambutnya dengan senang hati karna juga akan menghabiskan banyak waktunya jika harus menuliskan kwitansi untuk ribuan masyarakat.

Ide itu pun dijalankan. Pemerintah mulai mencetak uang kertas baru. Biaya cetak akan dibayarkan oleh Lucifer dengan harga rendah. Kebanyakan orang mengira suplai uang adalah operasi pemerintah.

Tidak sampai hanya disitu, Lucifer membuat skema baru yakni dengan melakukan penawaran kepada depositor akan memberikan 3% bunga atas emas titipan mereka. Hal ini dilakukan agar menarik lebih banyak emas di gudangnya.

Kemudian volume tabungan meningkat dengan cepat di gudang Lucifer. Dengan ini Lucifer berhasil menciptakan kredit tanpa modal. Satu-satunya biaya Lucifer adalah ongkos cetak uang yang sangat murah.

Sampailah pada kondisi dimana pedagang dan pengusaha meninggikan harga dagangan dengan mengendalikan upah pegawai dan kontrol biaya agar mereka bisa menutupi bunga dari uang yang mereka pinjam dari Lucifer.

Dan pada suatu ketika, orang-orang akhirnya mulai berdemontrasi.  Karyawan memprotes karena mereka dibayar murah, ibu rumah tangga merasa tidak puas dengan harga barang di pasar terlalu tinggi dan petani tidak mendapatkan harga jual yang adil.  Situasi ekonomi terus memburuk.

Para pegawai mulai menyadari bahwa bos mereka mendapatkan keuntungan yang banyak. Dan masalah kemiskinan mulai muncul.

Setelah Lucifer memiliki jauh lebih banyak uang dari yang ia sanggup gunakan, apalagi yang akan menyenangkan hatinya sekain memiliki mentalitas menguasai. Secara tidak langsung dialah yang mengendalikan pemerintah. Baginya tidaklah penting siapa yang menjadi pemimpin pemerintahan karna dia yang memegang kendali atas uang.

Cerita yang diilustrasikan di atas kendatipun fiksi, namun bisa jadi mendekati pada kehidupan nyata. Anda tentu sudah bisa menebak bahwa Lucifer-lah yang dimaksud penulis dengan Si Kaya.

Terminologi yang digunakan untuk melukiskan sistem finansial di atas adalah “Fractional Reserve Banking”.

Titik mulai untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang cerita diatas adalah para tukang emas di Inggris pada abad 16 dan 17 Masehi, sebagai contoh Bank of England.

************

Referensi:

Masa Lalu Uang dan Masa Depan Dunia

The World Around Money

SAPIENS: A Brief History of Humankind

 

­­­­­­­________________________________

*Penulis berasal dari Palembang dan kontributor juga salah satu founder IndonesiaImaji.com