Oleh: Fariz Syafiq
Hampir berusia 5 tahun, film Samin vs Semen tayang di kanal youtube Watchdoc Image. Film Samin vs Semen ini menceritakan tentang ketidakadilan yang dilakukan oleh negara terhadap masyarakat Samin di Rembang. Negara berada di posisi pabrik semen, bukan pada posisi masyarakat Samin. Ketidakadilan tersebut direpresentasikan melalui beberapa aspek seperti aspek hukum, lingkungan, dan hak asasi manusia.
Dalam aspek hukum, ketidakadilan terwujud dengan adanya perlakuan koersif atau yang dikenal sebagai istilah pengendalian sosial berupa sifat kekerasan. Terwujudkan dalam perlakuan intimidasi, diskriminasi, dan kekerasan itu sendiri.
Perlakuan intimidasi ini dijelaskan oleh Joko Prianto, seorang petani asal Rembang yang ada dalam film, bercerita tentang adanya ancaman-ancaman yang diperolehnya selama melakukan perlawanan pada rencana pendirian pabrik semen. Pada sebuah scene yang menunjukkan adanya diskriminasi tersirat dari adanya perpecahan di kelompok masyarakat daerah antara pendukung pabrik semen dan yang menolak pabrik semen.
Kemudian perlakuan kekerasan dirasakan oleh para petani perempuan ketika melakukan demonstrasi pada saat peletakan batu pertama pembangunan pabrik semen.
Dalam aspek lingkungan, ketidakadilan diperlihatkan dengan adanya rencana pembangunan pabrik semen yang seharusnya tidak dilakukan di daerah Rembang, karena bertentangan dengan kondisi alam di kawasan tersebut.
Kabupaten Rembang tepatnya di Kecamatan Gunem adalah sebuah kawasan yang berada di pegunungan Kendeng. Daerah tersebut merupakan kawasan karst yang seharusnya dilindungi, bukan malah dieksplorasi untuk pendirian pabrik Semen. Karena kawasan tersebut menjadi kawasan imbuhan air dan geologi.
Kemudian dalam aspek hak asasi manusia, pelanggaran yang terjadi tersirat dalam scene yaitu terletak pada simbol yang menceritakan tentang pelanggaran hak hidup untuk menentukan hidupnya, atau hak untuk menentukan nasib masyarakat sendiri seperti; mempertahankan kesejahteraan dan kemakmuran bagi masyarakat Samin dengan caranya sendiri, sulitnya mendapatkan KTP karena faktor keyakinan (agama). Dalam hal ini rakyat seharusnya mendapatkan pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil sebagai warga negara.
Dewasa ini kita telah mengetahui bahwa dalam hidup sebagai warga negara, seharusnya negara dapat menjamin sistem hukum yang adil bagi kehidupan warganya, dan menegakkan aturan yang sudah diatur secara konstitusional oleh penyelenggara negara. Bukan malah dihadirkan untuk sebuah kepentingan yang menuju pada sesuatu yang berat sebelah atau ketidakadilan.