Asy Syaikh Al-Imam Al-Alim Al-Alamah Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazali Ath-Thusi atau popular kita kenal dengan Imam Ghazali memiliki kitab berjudul ‘Bidaayatul Hidayah’. Kita ini kemudian disyarahi (diberi penjelasan) Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi dalam kitab ‘Maraqil Ubudiyah’.
Pada baba dab bergaul dengan al-Khaliq dan sesame, dituliskan oleh syaikh Nawawi bahwa adab seorang yang berilmu (alim) ada tujuh belas, yaitu:
- Menerima pertanyaan yang diajukan oleh murid-muridnya dengan sabar.
- Tidak terburu-buru dalam segala urusan
- Duduk dengan penuh wibawa disertai ketenangan dan menundukkan kepala.
- Tidak bersikap sombong terhadap sesame manusia, kecuali terhadap orang yang zalim dan terang-terangan menunjukkan kezalimannya untuk mencegah mereka berbuat zalim. Sebab bersikap sombong terhadap orang yang sombong adalah sedekah seperti tawadhu’ terhadap orang yang bersikap tawadhu’.
- Mengutamakan tawadhu’ di tempat-tempat pertemuan dan majelis-majelis.
- Tidak telalu banyak bermain dan bercanda.
- Menunjukkan kasih sayang kepada pelajar saat mengajarnya dan bersabar terhadap siswa yang tidak pandai bertanya tetapi mengaku mengetahui padahal dia tidak mengetahui, yaitu perlakukan dia dengan perkataan yang baik.
- Memperbaiki siswa yang bebal dengan bimbingan yang baik.
- Tidak berlebihan memarahi siswa yang bebal dan tidak menyindirnya.
- Tidak sombong, tidak malu dan tidak segan mengatakan: “Saya tidak tahu” atau mengatakan “Wallahu a’lam” jika masalahnya tidak jelas atau tidak diketahui.
- Memusatkan perhatian kepada penanya dan memahami pertanyaannya untuk meberikan solusi.
- Menerima dalil yang benar dan mendengarkannya, meskipun dari lawan Karena mengikuti kebenaran adalah wajib.
- Tunduk kepada kebenaran dan dengan kembali kepadanya ketika bersalah, sekalipun kebenaran itu datang dari orang yang rendah kedudukannya.
- Melarang siswa mempelajari ilmu yang membahayakan dalam agama seperti ilmu nujum,sihir dan ramal.
- Melarang siswa untuk mengharap selain ridha Allah dan negeri akhirat dengan ilmu yang berguna.
- Mencegah siswa untuk menyibukkan diri dari fardhu kifayah sebelum menyibukkan diri dengan fardhu ain. Sedangkan fardhu ‘ain-nya adalah memperbaiki lahir dan bathinnya dengan ketakwaan, yakni menunaikan ibadah yang lahir dan bathin lalu menjauhi maksiyat lahir dan bathin.
- Mengutamakan memperbaiki diri sendiri sebelum menyuruh orang lain berbuat kebaikan dan sebelum melarang mereka berbuat kejahatan dengan bertakwa supaya diikuti amal perbuatan dan perkataannya oleh siswa.