Penulis: Syarif Hidayatullah (Mahasiswa akuntansi dan anggota arjuna di rayon Ekonomi “Moch Hatta”, asal Sumenep)
Editor: Cak Mad
Dalam peringatan hari pendidikan ini, semua orang ramai memberikan ucapan-ucapan selamat sebagai wujud pembuktian mereka peduli pada pendidikan. Animo itu pun seolah-olah menggambarkan bahwa Indonesia mengalami pendidikan yang baik baik saja.
Seakan lupa pada jutaan orang yang belum dapat mendapatkan haknya untuk menjadi orang terdidik atau mungkin tertawa bahagia karena dapat mengenyam pendidikan tanpa ingin tau mereka yang lain. Ya, tulisan ini mungkin bisa kalian refleksikan sambil meminum secangkir teh dengan mendengarkan lagu peradaban.
Pendidikan memang prioritas bagi seluruh bangsa dan negara juga bagi para orang tua. Tidak ada orang tua yang tak mau anaknya memiliki prestasi bagus, hal itu sangat ditunggu-tunggu seperti halnya harapan seorang guru kepada muridnya. Semua tak sadar bahwa kita diperbudak oleh angka-angka nilai yang jadi acuan prestasi seorang anak.
Segala pengetahuan disodorkan supaya belajar dan mengerti, tak banyak tau kalau kami sedang menderita merasa tertekan dengan apa yang diminta. Pendidikan akan menjadi lucu jika siswa hanya duduk di bangku sekolah, lantas siapa yang akan mengisi lapangan sepakbola?
Pola pikir menjadi beku jika pelajaran dan bangku sekolah menjadi prioritas keberhasilan, tak ada yang tau harus seberapa menderita lagi menghadapi buku di pagi hari sampai sore hari, hingga pada saatnya lupa bagaimana dan kapan waktu bermain dan berkumpul untuk sekedar menghibur hari dan tenangkan diri.
Lagi-lagi bangku sekolah menjadi acuan jalan dari keberhasilan, mari sejenak merenung dan berpikir: bangunlah jangan merasa tertekan dengan suasana pendidikan bangsa ini. Pilihannya adalah yang terbaik bagi kami hanya saja eksekusi tidak sesuai ekspektasi.
Tak perlu risau dengan keadaan yang amat mencengkeram memaksakan sesuatu yang tak selayaknya dapat diwujudkan, cukup berjalan di atas kodratmu tak harus paksakan diri menjadi sang juara dari segalanya karena sungguh menyeramkan jika tunduk pada aturan dan tuntutan yang tak selayaknya, mimpi buruk tak akan menghantui bagi siapa yang tak mampu tapi bagi siapa yang tak mau.
“Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri, pendidikan hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu” ujar bapak pendidikan Ki Hadjar Dewantara, mengisi catatan sejarah tak harus dengan keterpaksaan karena prestasi bukanlah puncak keberhasilan.
Benar, banyak murid yg dipaksa untuk mengerti tanpa mereka (pendidik) tahu bahwa semua orang memiliki kemampuannya masing2, tapi terkadang mereka ( anak didik) yg mengucapkan tak mampu sebenarnya mampu namun rasa malas mendominasi dirinya dan bisa jadi orang2 malas seperti mereka akan menjadikan seperti artikel diatas sebagai tameng untuk membela dirinya, lalu bagaimana dengan hal ini sementara pendidikan memang sangatlah penting.
Dan mengenai isi artikel diatas memang banyak pula yg berpikir keberhasilan hanya akan dapat diraih melalui pendidikan disekolah lantas mengapa masih banyak sarjana yg pengangguran?. Nah jika benar seperti itu bagaimana cara membuat mereka mengerti bahwa kesuksesan tidak hanya bisa diraih dengan mengenyam pendidikan dibangku sekolah?
Terlalu banyak pertanyaan😂🙏, karena terus terang saya masih tidak memiliki referensi apapun untuk mempertanggungjawabkan hasil pemikiran yg saya tuangkan dalam komentar ini.