“Telaah Dampak Hadirnya Kelompok Islam-transnasionalis pada Dunia Maya, Masyarakat dan Negara”
Dunia kehidupan keagamaan Indonesia temperaturnya tengah menghangat. Persentuhannya dengan politik praktis membuat hal-hal sepele dan mudah dirundingkan berubah menjadi runyam, berkepanjangan serta menguras emosi sebab menarik berbagai sentimen rasial maupun angtar golongan kedalam kubangannya.Kasus Basuki Cahaya Purnama (Ahok) dan berbagai demonstrasi besar setelahnya mungkin yang paling nampak ke publik. Pembubaran Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) juga menjadi tonggak bagi sikap tegas negara terhadap kelompok islam yang selain menyebarkan paham, juga ditengarai sudah melakukan gerakan guna merubah ideologi dan sistem bernegara kita (Pancasila).Sementara itu, ditengah peringatan maulid nabi tahun ini, ada satu kelompok jamaah yang semakin gencar menyerukan bahwa peringatan kelahiran nabi Muhammad, yang sudah mengakar panjang di Indonesia dan berbagai negara dengan penganut Ahlussunnah wal Jamaah, sebagai tradisi sesat, bid’ah dan haram.Konsekuensi paling sederhana dari pelaksanaannya, menurut mereka adalah otomatis masuk neraka.Siapa masuk surga dan siapa masuk neraka, pada dasarnya sepenuhnya otoritas tuhan, Gusti Allah. Yang menarik dibahas adalah kedatangan kelompok Salafi-Wahabi ini dengan ideologi, peemahaman keagamaan dan dana sponsor yang besar dari kerajaan Saudi Arabia. Meskipun mereka, kelompok yang mendeklarasikan diri sebagai pemurni ajaran islam ini sering menolak keras di sebut sebagai Wahabi.Lalu siapakah kelompok Wahabi ini?Dalam penelitian Muhammad Hisyam tentang Salafi di Indonesia dituangkan dalam Jurnal Harmoni (Januari-Maret 2010) berjudul “Anatomi Konflik Dakwah Salafi di Indonesia.” “Wahabisme adalah ideologi keagamaan resmi Arab Saudi. Ia secara umum digambarkan sebagai gerakan puritan, fanatik, anti-modern, berorientasi ke masa lalu, literal dan skriptural, dengan indoktrinasi dan intoleransi sebagai cirinya yang menonjol. Paham ini mewakili sekte Islam paling puritan dari ekspansi gerakan dakwah Salafi kontemporer di seluruh dunia. Pada abad 20, dan diuntungkan berkat melambungnya harga minyak dunia, Arab Saudi mendukung penyebaran Wahabisme di seluruh dunia Islam.”Istilah Wahabi dinisbtakan kepada tokoh mereka yang paling berpengaruh, Muhammad bin Abdul Wahhab. Selain beliau, kelompok Wahabi punya dua pemikir lain yang kerap menjadi rujukan, yaitu Ibn Taymiyyah (1263-1328), Muhammad Ibn Qayyim Al-Jauziyah (1292-1350).Kelompok Salafi-Wahabi menjadi salah satu bagian dari Gerakan Islam baru ini disebut sebagai gerakan Islam transnasional.“Yaitu kelompok keagamaan Islam yang memiliki jaringan internasional, yang datang ke suatu negara dengan membawa paham keagamaan (ideologi) baru dari negeri seberang (Timur Tengah), yang dinilai berbeda dari paham keagamaan lokal yang lebih dahulu eksis. Kelompok atau gerakan yang dianggap transnasional adalah Ikhwanul Muslimin (Gerakan Tarbiyah) dari Mesir, Hizbut Tahrir dari Lebanon (Timur Tengah), Salafi dari SaudiArabia, Syiah dari Iran dan Jamaah Tabligh dari India/Banglades. Kelima gerakan atau kelompok keagamaan ini saat ini sudah ada di Indonesia.” (Syafii Mufid, 2011)Selain menggugat berbagai praktik keagamaan tradisional seperti maulid nabi, tahlilan, ziarah kubur dan sebagainya yang sudah terbentuk ratusan tahun ditengah masyarakat Indonesia, penelitian Syafiq Hasyim (2013) menemukan bahwa kelompok salafi-wahabi ini jadi yang paling agresif dalam mengajak masyarakat Indonesia menolak Pancasila.Toto Suharto (2017) menyebut beberapa tokoh salafi wahabi ini yang menentang Pancasila, misalnya Abu Bakar Baasyir (Jamaah Islamiyah), Abu Jibril (MMI), Hartono Ahmad Jaiz (DDII), dan Abdullah Sungkar.Sudah banyak studi menghubungkan antara Salafi-Wahabi, violence, bahkan terorisme. Selain menjadi pemberi dana langsung, rezim Saudi melalui Wahabisme dengan paham puritan, purifikasi atau pemurnian ajaran tauhidnya umum dijumpai cenderung mengkafirkan atau menegaskan kelompok-kelompok yang berbeda dengan mereka, dan menghalalkan kekerasan.****
Media sosial menjadi salah satu arena penting dalam memuluskan tujuan kelompok Salafi-Wahabi ini. Saya tidak punya data pasti, hanya setiap kali membuka Instagram, Facebook, atau Youtube potongan kajian mereka tersebar ibarat tawon.Sejauh yang saya amati, tidak banyak yang membahas pertentangannya terhadap ideologi negara, Pancasila. Kebanyakan berisi menentang ritual-ritual keagamaan tradisional ala pesantren dan menjajakan stempel bid’ah, lalu mengajak kembali ke sunnah yang murni dan sejenisnya.Dalam kasus di dunia maya, tentu sudah banyak pihak yang memberikan counter terhadap dakwah mereka. Terutama dari kalangan muda NU, atau pemeluk aswaja yang tidak terafiliasi dengan NU, kelompok muslim yang moderat dan dari berbagai kalangan masyarakat.Beberapa gesekan atau konflik juga sempat terjadi ditengah masyarakat sebab merasa resah, sehingga menolak kedatangan tokoh-tokoh Salafi-Wahabi untuk mengadakan kajian ditengah lingkungan mereka.Meskipun kelompok ini cenderung datang dengan penampilan fisik dan busana tertentu, kita tidak bisa menggeneralisir suatu penganut ajaran dari cara berpakaian.Cara paling mudah mengidentifikasinya yaitu jika melihat kajian yang isinya, atau dalam banyak kesempatan tokohnya sering menyampaikan agenda pemurnian ajaran islam, memberikan status bid’ah dan haram pada berbagai tradisi keagamaan yang sudah jamak kita kenal atau juga cenderung keras secara intonasi maupun pemilihan kata.***
Salafi Wahabi dan kelompok islam transnasional yang datang ke Indonesia ini tentu bukan suatu entitas tunggal. Mereka datang dengan berbagai pemahaman dan melakukan metode ‘dakwah’ yang beragam.Ada yang keras secara verbal atau ucapan, ada yang keras secara fisik dan melakukan aksi teror.Ada yang bergerak mengkampanyekan khilafah, ada mengajak menolak tradisi keislaman Indonesia. Ada yang terang-terangan menyebut Pancasila sebagai taghut dan murtad, ada yang hanya secara diam-diam.Disisi lain, masyarakat Indonesia sejak masa awal negara didirikan mendeklarasikan diri menerima demokrasi dan Pancasila. Bagi sebuah negara yang berisi 17.000 Pulau, yang jika ditarik membentang hampir sama dengan jarak dari London ke afghanistan, persatuan dalam keberagaman suku, ras dan agama penduduknya dirasa lebih penting daripada sekedar tarik ulur ego mayoritas-minoritas, atau kampanye bahwa yang diluar kelompoknya adalah sesat, murtad, dan seagainya.Demokrasi dan Pancasila selain memberikan kebebasan berpendapat dan berkumpul, disisi lain mensyaratkan persamaan derajat serta penghormatan terhadap manusia lain.Dalam perspektif islam, Islam di Indonesia sesungguhnya hanya satu, tetapi penampilannya bisa bermacam-macam dan mencerminkan karakter-karakter tertentu.Islam Indonesia adalah Islam yang satu itu, hanya telah dikemas secara kreatif yang dipadu dengan tradisi-tradisi sehingga menunjukkan daya kreatifitas, seperti adanya peringatan maulid Nabi, halal bihalal, ketupat, beduk, tahlilan, yasinan, istighasah, manaqib, tawasul, pembacaan Dhiba’ dan lain-lain.Pancasila tentu sudah sangat akomodatif terhadap penganut agama apapun. Pemeluk agama di Indonesia diberikan keleluasaan melakukan ibadah dengan aman. Hari besar umat beragama juga dijadikan hari libur nasional, termasuk maulid nabi. Pancasila juga menganjurkan menjadi manusia yang beradab. Tentu dengan konsekuensi tidak boleh merasa paling benar sendiri, lalu mengkafir dan bid’ah-kan kelompok yang lain.Masih banyaknya kelompok islam moderat, sebagaimana tercermin dalam dua ormas mainstream NU dan Muhammadiyah, tentu menjadi aset yang luar biasa bagi keberlangsungan demokrasi-Pancasila di Indonesia.Sementara banyak negara dengan mayoritas penduduk muslim di seberang sana tengah terjebak dalam usaha saling mengkafirkan, saling menyalahkan saling bunuh, kudeta dan perang saudara. Tentu masalahnya bukan cuma agama, namun bukan berarti agama tidakberkontribusi (disalahgunakan) dalam memperkeruh konflik.****
Kedatangan kelompok transnasional yang cenderung fundamentalis-radikal, tentu menajadi tantangan dalam kehidupan masyarakat dan negara. Terutama dalam usaha yang telah lama dibangun yaitu menciptakan relasi yang harmonis anntar sesama anak bangsa juga relasi baik antara agama dan negara.Menarik terlalu jauh pemahaman keagamaan yang bersifat fundamental kedalam kehidupan negara, sebagaimana tengah digembor-gemborkan beberapa kalangan, juga perlu dikaji lebih jauh. Dan tentu berbahaya jika dipaksakan.Kegagalan mengintegrasikan agama dengan negara juga kehidupan bermasyarakat, jauh hari sudah bisa kita pelajari dari masa kegelapan Eropa.Pada masa itu agama berkembang dan mempengaruhi hampir seluruh kegiatan manusia, termasuk pemerintahan.Sebagai konsekuensinya, sains yang telah berkembang di zaman klasik dipinggirkan dan dianggap sebagai ilmu sihir yang mengalihkan perhatian manusia dari pemikiran ketuhanan.Dimaksud zaman kegelapan karena masyarakat Eropa menghadapi kemunduran intelektual dan kemunduran ilmu pengetahuan. Menurut Ensikopedia Amerikana, zaman ini berlangsung selama 600 tahun, dan bermula antara zaman kejatuhan Kerajaan Romawi dan berakhir dengan kebangkitan intelektual pada abad ke-15 Masehi.***
Maka menjaga moderasi keagamaan tentu tugas berat ditengah datangnya kelompok puritan yang sangat militan.
Penulis: Luthfi Hamdani (Pleburan) Referensi:Ahmad Syafi’i Mufid, ed., (2011). Perkembangan Paham Keagamaan Transnasional di Indonesia (Jakarta: Puslitbang Kehidupan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama,Muhammad Hisyam. (2010) Anatomi Konflik Dakwah Salafi di Indonesia. Jurnal Harmoni. (Januari-Maret)Syafiq Hasyim, “State and Religion: Considering Indonesian Islam as Model of Democratisation for the Muslim World” (the Colloquium on Models of Secularism, Berlin: the Friedrich Naumann Stiftung,2013),Toto Suharto (2017). Indonesianisasi Islam: Penguatan Islam Moderat Dalam Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia. Jurnal Al-Tahrir, Vol. 17, No. 1 Mei 2017 : 155-178