Penulis: Fajar Dewantoro (Malang)
Beberapa bulan terakhir seluruh dunia sedang menghadapi wabah penyakit, akibatnya social distancing menjadi jalan yang diambil beberapa negara berkembang tak terkecuali Indonesia. Terhitung mulai tanggal 1 Mei 2019 korban positif Covid 19 di Indonesia mencapai angka 10.118 orang; dengan angka kematian hingga 7% dan pasien sembuh kurang lebih 10%.
Beberapa kota di Indonesia telah mengambil langkah pencegahan untuk menghentikan penyebaran virus Covid 19 seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), semacam Lockdown mandiri di masing-masing kota yang di komandoi oleh walikota mereka.
Hal ini berimbas pada ditutupnya beberapa perusahaan, diliburkannya para buruh harian lepas dan sebagainya. Secara makro, dampak dari PSBB dan social distancing atau “Gerakan Dirumah Saja” adalah tergerusnya tingkat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Dalam penjelasan Direktur Riset Center of Reform on Economy (Core), Pieter Abdullah yang dimuat oleh Tempo 19 Maret 2020: “Menurut prediksi Core, wabah corona itu akan menggerus pertumbuhan ekonomi Indonesia ke kisaran 4-4,5 persen saja. Pertumbuhan yang rendah akan meningkatkan kembali angka kemiskinan,”
Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik per-Desember 2019 di Indonesia saat ini angka kemiskinan telah menyentuh 24,7 juta jiwa. Angka ini merepresentasikan 9,22 persen dari total penduduk di Indonesia dan diprediksi akan terus bertambah seiring dengan penanggulangan penyebaran Covid-19 ( Sumber:Koran Tempo)
Dalam upaya menanggulangi pandemi Covid-19 negara memang dihadapkan dengan pilihan-pilihan pahit dan harus mengorbankan beberapa sektor penting demi tercapainya kesehatan di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Akan tetapi pertumbuhan Ekonomi sudah seharusnya selaras dengan pertumbuhan tingkat kesehatan di suatu Negara. Hematnya jika pertumbuhan ekonomi suatu negara baik maka dapat dipastikan kesejahteraan dan tingkat kesehatan masyarakat di dalamnya baik.
Akan tetapi sebaliknya, jika pemerintah belum tuntas dalam menghadapi masalah wabah ini, fenomena yang terjadi di masyarakat kian hari tak lain adalah ribuan orang kehilangan pekerjaan, bantuan kebutuhan pokok tidak dibagikan secara merata, buruh harian lepas terancam diusir dari kontrakan-kontrakan mereka karena tak ada pemasukan untuk membiayai kehidupan sehari-hari.
Akhirnya angka pengangguran serta kemiskinan akan melonjak tajam seiring waktu. Belum lagi nilai tukar rupiah yang kian hari kian melemah terhadap dolar Amerika. Selain itu mengingat Indonesia adalah negara besar yang terbagi menjadi ratusan pulau menambah kesulitan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini.
Setidaknya pemerintah Indonesia sudah seharusnya menyelesaikan masalah ini dengan komprehensif, bukan malah beredar ratusan TKA Cina yang akan datang pada situasi pandemi seperti ini atau secara massif memberitakan kematian dan penolakan jenazah yang di gaung-gaungkan di tengah masyarakat.
Kampanye kemandirian pangan, bantuan yang tepat sasaran serta solusi-solusi bagi UMKM di Indonesia agar tidak sampai gulung tikar adalah langkah konkrit yang harus dilakukan dengan cepat dan sigap saat ini.
Memang langkah Indonesia untuk mengucurkan dana 450 Triliun sudah sangat tepat untuk penanganan masalah ini, akan tetapi pengawasan penyaluran anggaran dari hulu ke hilir harus dilakukan dengan efektif dan efisien agar tidak timbul lagi masalah-masalah kemiskinan baru hingga pandemi ini berakhir.