Jadi sederhana saja, tanpa disebabkan merasa penat dalam lingkungan yang bising, anda tidak akan tahu bagaimana nikmatnya kesendirian. Menyendiri, menikmati detik demi detik seorang diri.
Namun, terlalu lama dalam kesendirian juga akan mengantarkan anda pada kepenatan berikutnya. Kebosanan yang sama dari sebelumnya, namun mewujud dalam bentuk yang lain.
Terlalu sibuk terasa begitu membosankan, demikian sebaliknya terlalu lama tanpa melakukan apapun juga sangat membosankan.
Kita perlu keseimbangan. Sederhana saja.
Perlu belajar harmoni Yin dan Yang, dalam kearifan kuno Cina. Ketika sebagian mengembang, sebagian harus mengendur. Harmoni yang oleh Tuhan pencipta dan pengatur organ manusia, telah ditampilkannya dalam bisep dan Trisep. Otot-otot di lengan manusia. Ketika satu berkontraksi, satunya lagi relaksasi. Atau cukup perhatikan pergantian siang dan malam, seimbang.
Keseimbangan yang kita lupakan ketika meng-iyakan eksploitasi terhadap bumi guna sekedar mengejar pertumbuhan ekonomi, industrialisasi, guna kemajuan peradaban. Narasi pertumbuhan dan kemajuan peradaban yang bergerak naik integral dengan peningkatan scizofrenia, obesitas, kanker, dan kerusakan lingkungan. Di tanah yang masih kita pijak.
Kemajuan yang menggeser kita sedikit demi sedikit menuju kehancuran, menuju kemusnahan. Atau adakah Tuhan telah ‘memberikan kuasa bebas’, free will, kepada manusia guna mendatangi dan menciptakan kemusnahannya sendiri.?
Manusia yang kehilangan keseimbangan.
Manusia yang seharusnya menjadi khalifah namun berubah tabiat jadi pembawa kerusakan, kemusnahan dan pertumpahan darah.?
Kita seharusnya bisa membuat kesepakatan saja: sebelum sebuah pohon ditebang untuk dijadikan perabotan meja, kursi dan tisu, kita sudah pastikan ada pohon baru yang menggantikan mengolah udara yang kita hirup dan menggenggam tabah gunung supaya rumah-rumah kita dibawahnya tidak tertimbun longsor.
Sebelum ada seorang bayi baru yang dilahirkan, sudah ada mereka yang menemui ajal. Sebelum ditemukan sumber energi baru yang tidak menyebabkan efek rumah kaca, kita berjanji dulu untuk tidak menggunakan mobil, membangun gedung tinggi dan mengembuskan asap pabrik ke angkasa.
Mimpi hidup di Mars, di bulan atau di planet apapun, yang meskipun tidak mustahil dicapai, tapi bukan solusi yang ideal guna membawa manusia kesana jika kelak bumi tidak lagi layak di tinggali. Bumi yang terlalu penat dan terserang epidemi.
Seperti di film-film Hollywood, manusia musnah sebab menjadi zombi (walkinh dead), sebab perang nuklir atau wabah penyakit mematikan, atau sebab atmosfer tidak lagi mampu menumpas bahaya dari luar angkasa. Mirip dalam film?
Utopis? Mungkin iya, tapi film bagaimanapun dia fiksi, mereka mencoba menawarkan banyak skenaario masa depan kita. Yang sebab-sebabnya hampir presisi menggambarkan apa yang saat ini tengah kita alami, jalani dan hadapi.
Bumi, sebagaimana kita yang bosan terlalu lama sendiri atau terlalu sering dalam kegaduhan, cuma butuh keseimbangan. Ya keseimbangan
Sederhana saja. Atau sebenarnya sisa masa kedepan adalah sia-sia belaka. Dan, ‘Tuhan tau tapi menunggu.’