PENGERTIAN

Menurut Mamesah (1995 :16) “keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi, serta pihak lain sesuai dengan ketentuan daerah yang berlaku.

Mardiasmo (2000: 3) mengatakan bahwa dalam pemberdayaan pemerintah daerah ini, maka perspektif perubahan yang diinginkan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah adalah :

  1. pengelolaan keuangan daerah  harus bertumpu pada kepentingan publik  (public oriented);
  2. kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada umumya dan anggaran daerah pada khususnya;
  3. desentralisasi pengelolaan keuangan dan kejelasan peran para partisipan yang terkait dalam pengelolaan anggaran, seperti DPRD, KDH, Sekda dan perangkat daerah lainnya;
  4. kerangka hukum dan administrasi atas pembiayaan, investasi dan pengelolaan keuangan daerah berdasarkan kaidah mekanisme pasar, value for money, transparansi dan akuntabilitas;
  5. kejelasan tentang kedudukan keuangan DPRD, KDH dan PNS Daerah, baik ratio maupun dasar pertimbangannya;
  6. ketentuan tentang bentuk dan struktur anggaran, anggaran kinerja, dan anggaran multi-tahunan;
  7. prinsip pengadaan dan pengelolaan barang daerah yang lebih professional;
  8. prinsip akuntansi pemerintah daerah, laporan keuangan, peran DPRD, peran akuntan publik dalam pengawasan, pemberian opini dan rating kinerja anggaran, dan transparansi informasi anggaran kepada publik;
  9. aspek pembinaan dan pengawasan yang meliputi batasan pembinaan, peran asosiasi, dan peran anggota masyarakat guna pengembangan profesionalisme aparat pemerintah daerah;
  10. pengembangan sistem informasi keuangan daerah untuk menyediakan informasi anggaran yang akurat dan pengembangan komitmen pemerintah daerah terhadap penyebarluasan informasi.

Peraturan pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah mendefinisikan Keuangan Daerah sebagai semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. yang dimaksud daerah di sini adalah pemerintah daerah yang merupakan daerah otonom berdasarkan peraturan perundang-undangan. Daerah otonom ini terdiri dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Karena pemerintah daerah merupakan bagian dari pemerintah (pusat) maka keuangan daerah merupakan bagian tak terpisahkan dari keuangan negara.

Timbulnya hak akibat penyelenggaraan pemerintah daerah tersebut menimbulkan aktivitas yang tidak sedikit. Hal itu harus diikuti dengan adanya suatu sistem pengelolaan keuangan daerah untuk mengelolanya. Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud, merupakan subsistem dari sistem pengelolaan keungan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan pemerintahaan daerah. Untuk menjamin pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah tersebut maka hendaknya sebuah pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan dari kegiatan-kegiatan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.

 

DASAR HUKUM KEUANGAN DAERAH

Undang-undang Dasar 1945 pasal 18 menyebutkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dalam undang-undang. Lebih lanjut pada pasal 18 A dijelaskan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.

Berkaitan dengan pelaksanaan dari pasal 18 dan 18 A tersebut di atas setidaknya terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang menjelaskan lebih lanjut. adapun Peraturan tersebut antara lain :

  • UU No 17 tahun 2003 tentang Keaungan Negara
  • UU No 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
  • UU No 15 tahun 2003 tentang Pemeriksaan atas tanggung jawab pengelolaan Keuangan Negara
  • UU No 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional
  • UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
  • UU No 33 tahun 2004 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Undang-undang tersebut diatas menjadi acuan pengelolaan keuangan daerah. Peraturan perundang-undangan diatas terbit atas dasar pemikiran adanya keinginan untuk mengelola keuangan negara dan daerah secara efektif dan efisien. Ide dasar tersebut kemudian mengilhami suatu pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik yang memiliki tiga pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif.

Banyaknya Undang-undang yang menjadi acuan dalam pengelolaan anggaran mengakibatkan perlunya akomodasi yang baik dalam tingkat pelaksanaan (atau peraturan dibawahnya yang berwujud peraturan pemerintah). Peraturan pelaksanaan yang berwujud Peraturan Pemerintah tersebut harus komprehensif dan terpadu (omnibus regulation) dari berbagai undang-undang tersebut diatas. Hal ini bertujuan agar memudahkan dalam pelaksanaanya dan tidak menimbulkan multi tafsir dalam penerapanya. Peraturan tersebut memuat barbagai kebijakan terkait dengan perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah.

Beberapa permasalahan yang dipandang perlu diatur secara khusus diatur dalam Peraturan menteri Dalam Negeri terpisah. Beberapa contoh Permendagri yang mengatur masalah pengelolaan keuangan daerah secara khusus antara lain :

  • Permendagri No 7 tahun 2006 tentang standarisasi sarana dan prasarana kerja pemerintahan daerah jo permendagri No 11 tahun 2007
  • Permendagri No 16 tahun 2007 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tantag Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala daerah tentang Penjabaran Angaran Pendapatan dan Belanja Daerah
  • Permendagri No 17 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis pengelolaan Barang Milik Daerah
  • Permendagri N0 61 tahun 2007 tentang Pedoman Tekhnis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah

 

RUANG LINGKUP KEUANGAN DAERAH

Bahasan ruang lingkup keuangan daerah meliputi hak daerah, kewajiban daerah, penerimaan daerah, pengeluaran daerah, kekayaan daerah dan kekayaan pihak lain yang dikuasai daerah. secara lebih rinci dapat dijelaskan bahwa ruang lingkup keuangan daerah meliputi hal-hal dibawah ini:

  • hak daerah untuk memungut pajak Daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman ;
  • kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan Pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;
  • penerimaan daerah, adalah keseluruhan uang yang masuk ke kas daerah. pengertian ini harus dibedakan dengan pengertian pendapatan daerah karena tidak semua penerimaan merupakan pendapatan daerah. Yang dimaksud dengan pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayan bersih;
  • pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah. Seringkali istilah pengeluaran daerah tertukar dengan belanja daerah. yang dimaksud dengan belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih;
  • kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uanga, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;
  • kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum. UU keuangan Negara menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kekayaan pihak lain adalah meliputi kekayaan yang dikelola oleh orang atau badan lain berdasarkan kebijakan pemerintah, yayasan-yayasan di lingkungan kementerian negara/lembaga, atau perusahaan negara/daerah

 

PENDAPATAN DAERAH DAN SUMBER PENDAPATAN DAERAH

Pendapatan Daerah

Pendapatan daerah pada dasarnya merupakan penerimaan daerah dalam bentuk peningkatan aktiva atau penurunan utang dari berbagai sumber dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002:82-82) mengungkap bahwa pendapatan daerah adalah arus masuk bruto manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas pemerintah satu periode yang mengakibatkan kenaikan ekuitas dan bukan berasal dari pinjaman yang harus dikembalikan.

Sedangkan menurit Abdul Halim (2002:66) pendapatan adalah penambahan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus masuk atau peningkatan aset/aktiva, atau pengurangan utang/kewajiban yang mengakibatkan penambahan dana yang berasal dari kontribusi dana.

Menurut UU RI No. 32 Tahun 2001 tentang Pemerintah Daerah pasal 1 ayat 15 pengertian pendapatan daerah yaitu: “pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambahan nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.”

Sumber Pendapatan Daerah

Maka sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku yaitu UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah pasal 157, sumber-sumber pendapatan daerah dapat dikelompokan sebagai berikut:

  1. Pendpatan Asli Daerah.
    1. Hasil pajak daerah
    2. Hasil retribusi daerah
    3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
    4. Lai-lain PAD yang sah
  2. Dana Perimbangan, yaitu:
    1. Bagi hasil pajak atau bagi hasil bukan pajak
    2. Dana alokasi umum
    3. Dana alokasi khusus
    4. Bagi hasil pajak dan Bantuan keuangan dari propinsi
  3. Lain-lain pendapatan daerah yang sah

 

  1. Pendapatan Asli Daerah

Menurut  UU RI No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan Daerah penjelasan pasal 1 ayat 28, menyatakan tentang pengertian Pendapatan Asli Daerah yaitu: “pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Sedangkan menurut Indra Bastian (2002:83) mengemukakan bahwa : “ pendapatan Asli Daerah adalah semua pendapatan yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah”.

Kelompok PAD  diklarifikasikan 4 jenis:

  • Pajak Daerah ( contoh: Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air.
  • Retribusi Daerah ( seperti: Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah, Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan, Retribusi kelebihan Muatan, Retribusi Perizinan Pelayanan dan pengendalian.)
  • Bagian Laba Perusahaan Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lainnya yang dipisahkan ( seperti : Bagian laba Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bagian Laba Perusahaan Daerah, dan Bagi hasil investasi pada pihak ketiga.
  • Lain-lain PAD ( yaitu semua yang bukan berasal dari pajak, retribusi dan laba usaha daerah, antara lain: hasil penjualan barang milik daerah, penerimaan jasa giro, penerimaan ganti rugi atas kekayaan daerah, denda keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, penerimaan bunga deposit.\
  1. Dana Perimbangan

Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.” ( UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pasal 1 ayat 19).

Menurut Indra Bastian dan Gatot Soepriyanto (2002:84) mengemukakan bahwa kelompok dana perimbangan adalah:

  • Bagi hasil pajak seperti: Pajak Bumi dan Bangunan ( PBB) , Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTB).
  • Bagi Hasil Bukan Pajak seperti : Sumber Dana daya Hutan, Pemberian atas Hak Tanah Negara, Penerimaan iuran eksplorasi.
  • Dana Alokasi Khusus adalah perimbangan dalam rangka untuk membiayai kebutuhan tertentu.
  • Dana perimbangan dari propinsi adalah dana perimbangan dalam pemerintah kabupaten/kota yang berasal dari pemerintah propinsi.
  1. Lain-lain Pendapatan yang sah

Menurut UU RI No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah pada bagian penjelasan pasal 3 ayat 4 menyatakan bahwa : Lain-lain pendapatan yang sah antara lain: hibah, dana darurat, dan penerimaan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku”,

 

PENGELUARAN DAERAH (BELANJA DAERAH) DAN SUMBER PENGELUARAN DAERAH

Menurut Sri Lesminingsih (Abdul Halim, 2001:199) bahwa “pengeluaran daerah adalah semua pengeluaran kas daerah selama periode tahun anggaran bersngkutan yang mengurangi kekayaan pemerintah daerah”.

Menurut Halim (2002:73) mengemukakan bahwa:

Belanja daerah merupakan bentuk penurunan dalam manfaat ekonomi selama periode akuntansi dalam bentuk arus kas keluar atau deplesi aset, atau terjadinya utang yang mengakibatkan berkurangnya ekuitas dana, selain yang berkaitan dengan distribusi kepada para peserta ekuitas dana.

Dan menurut Pemendagri No. 59 Tahun 2007 tentang perubahan atas Pemendagri No.13 Thun 2006 tentang Pedoman pengelolaan Keuangan Daerah diungkap pengertian pelanja daerah yiaitu “belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai kekayaan bersih”.

Dari pengertian diatas tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah pada periode anggaran daerah yang berupa aktive keluar, timbulnya utang yang bukan disebabkan oleh pembagian kepada pemilik ekuitas dana (rakyat).

Belanja Daerah ada 2 yaitu  Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung:

Belanja Langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secaralangsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan,sementara Belanja TidakLangsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.

  • Belanja Langsung terdiri dari: ( belanja pegawai, belanja barang dan jasa,belanja modal)
  • Belanja Tidak Langsung diklasifikasikan menjadi: ( belanja pegawai,

bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tak terduga).

Struktur belanja berdasarkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 relatif berbedadengan struktur belanja menurut Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2002

 

SIKLUS PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

Siklus pengelolaan keuangan daerah terdiri dari lima tahapan sebagai berikut:
1. Perencanaan sasaran dan tujuan fundamental
2. Perencanaan operasional
3. Penganggaran
4. Pengendalian dan pengukuran
5. Pelaporan dan umpan balik

  • Tahap pertama merupakan tanggung jawab legislatif dan eksekutif yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD).
  • Tahap kedua eksekutif menyusun perencanaan tahunan yang disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
  • Pada tahap ketiga, berdasarkan dokumen perencanaan disusunlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
  • Sedangkan tahap keempat merupakan pelaksanaan anggaran dan pengukuran.
  • Dan tahap kelima merupakan pelaporan atas pelaksanaan anggaran yang terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Neraca, Laporan Arus kas dan catatan laporan keuangan.

Dalam PP No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dikatakan bahwa Pemerintah Daerah harus membuat sistem akuntansi yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. Sistem akuntansi ini untuk mencatat, menggolongkan, menganalisis, mengikhtisarkan dan melaporkan transaksi-transaksi keuangan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD.

Pengaturan bidang akuntansi dan pelaporan dilakukan dalam rangka untuk menguatkan pilar akuntabilitas dan transparansi. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah yang akuntabel dan transparan, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 mengamanatkan Pemerintah Daerah wajib menyampaikan pertanggungjawaban berupa:

(1) Laporan Realisasi Anggaran,

(2) Neraca,

(3) Laporan Arus Kas, dan

(4) Catatan atas Laporan Keuangan.

Laporan keuangan dimaksud disusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan. Sebelum dilaporkan kepada masyarakat melalui DPRD, laporan keuangan perlu diperiksa terlebih dahulu oleh BPK.

Fungsi pemeriksaan merupakan salah satu fungsi manajemen sehingga tidak dapat dipisahkan dari manajemen keuangan daerah. Berkaitan dengan pemeriksaan telah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Terdapat dua jenis pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap pengelolaan keuangan negara, yaitu pemeriksaan intern dan pemeriksaan ekstern.

Pemeriksaan atas pengelolaan keuangan daerah dilaksanakan sejalan dengan amandemen IV UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945, pemeriksaan atas laporan keuangan dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI). Dengan demikian BPK RI akan melaksanakan pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan keuangan ini, BPK sebagai auditor yang independen akan rnelaksanakan audit sesuai dengan standar audit yang berlaku dan akan mernberikan pendapat atas kewajaran laporan keuangan. Kewajaran atas laporan keuangan pemerintah ini diukur dari kesesuaiannya terhadap standar akuntansi pemerintahan. Selain pemeriksaan ekstern oleh BPK, juga dapat dilakukan pemeriksaan intern. Pemeriksaan ini pada pemerintah daerah dilaksanakan oleh Badan Pengawasan Daerah / Inspektorat Provinsi dan atau Kabupaten/Kota.

 

Artikel ini diambil dari makalah Novita Sari Windhy dkk, Universitas Brawijaya, 2012.