Penulis: Luthfi Hamdani

Kurang lebih setahun lalu saya ngobrol dengan bapak di halaman rumah. Tidak lain tentang rasa gelisah masalah karir dan jodoh. Ya, di Trenggalek, kota kecil tempat kelahiran saya, tidak banyak peluang kerja yang menjanjikan sesuai keahlian yang saya kuasai. Pilihannya adalah “apply” kerja di kota, yang otomatis mengharuskan untuk merantau lagi.

Masalah jodoh begitu juga. Saat itu, gadis yang sedang saya coba dekati berasal dari kota yang jauh. Terpisah jarak pesisir selatan dan utara pulau Jawa. Jarak tentu relatif, tapi bagi saya segitu sudah sangat jauh.

Asal masalahnya sederhana. Setelah bertahun-tahun merantau untuk sekolah dan kuliah dengan kesempatan berada di rumah yang begitu jarang, saya selalu punya cita-cita pulang dan tinggal di Trenggalek.

Pulang ke kampung halaman, melakukan kerja sesuai keahlian saya, berkeliling menikmati perbukitan, pegunungan dan persawahan yang “tercecer” di hampir setiap wilayah Trenggalek. Atau berkunjung ke pantai-pantai kalau ada hari libur. Serta yang paling menyenangkan adalah membersamai orangtua dan adik-adik saya yang selama itu jarang bertemu.

Sebuah keinginan sederhana ini jadi bentuk balas dendam terselubung, sebab sejak lulus SD sampai usia 25 tahun hampir tidak pernah di rumah.

Setelah mendengar keluh kesah saya, dalam obrolan itu, bapak bilang satu kalimat singkat:

“Kamu besok bekerja dimana saja, menikah dengan orang manapun, lalu kelak tinggal di kota mana saja itu bukan masalah besar. Asal jadi orang baik dan bisa bermanfaat”.

Petuah yang selanjutnya saya jadikan pertimbangan penguat untuk pilihan-pilihan saya kedepan.

Beradaptasi dengan komunitas baru tentu jadi satu tantangan tersendiri. Apalagi harus bisa memberikan kebermanfaatan. Tentu bukan hal yang muluk-muluk dan ambisius.

Baca juga: Pengalamanku di Pesantren

Bisa menyesuaikan diri dengan norma dan nilai yang berkembang di komunitas baru, membagi semangat pun kebahagiaan dan perilaku baik saja sudah cukup.

Jika kelak memungkinkan, idealnya memberikan sumbangsih tenaga, pikiran dan bahkan mungkin materiil untuk hal-hal baik; kegiatan-kegiatan edukasi formal maupun religiusitas, atau apapun. Frasa “memberi manfaat atau bermanfaat” ini begitu luas pilihan aplikasinya. Kita bisa melakukan beragam aktifitas sesuai kapasitas diri masing-masing.

Menjadi bermanfaat adalah satu proses panjang yang saya (atau mungkin kita) musti terus pelajari dan aplikasikan. Dimanapun, bersama siapapun dan kapanpun.